Laman

Kamis, 22 Maret 2018

Kami Pernah !




Akan tiba saatnya nanti 
kau akan merasakan risih ketika 1 helai rambutmu ada yang terlihat...

Akan tiba saatnya nanti 
betapa malunya dirimu ketika kerudung yang kau gunakan itu tidak menutup dada..

Akan tiba saatnya nanti 
kau museumkan pakaian ketat dan celana jins mu. 
Lalu kau ganti isi lemari mu dengan gamis, rok, dan pakaian longgar...

Akan tiba saatnya nanti 
ketika kau ingin keluar rumah hal yang kau cari setelah kerudung adalah kaos kaki...

Akan tiba saatnya nanti 
kau merasa enggan menggunakan parfum yang sangat wangi harumnya hingga mengakibatkan orang-orang yang kau lewati terpesona dengan wanginya parfum itu...

Akan tiba saatnya nanti 
disaat kau ingin memposting kecantikan dirimu, 
kau akan merasa bahwa kecantikan mu itu hanya untuk mahrom mu saja. 
Bukan untuk dinikmati para pengguna sosmed...

Akan tiba saatnya nanti 
disaat ada laki-laki yang bukan mahrom mu mengajak berjabat tangan dengan mu, tangan mu sudah siap untuk tidak menerima jabat tangan itu...

Akan tiba saatnya nanti 
hari libur mu kau isi dengan menghadiri majelis taklim dan berkumpul dengan orang-orang sholih/ah.

Akan tiba saatnya nanti 
sosmed yang kau punya bermanfaat untuk mengajak pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar..

Kapan waktu ini akan tiba??
Saat hatimu peka terhadap sinyal-sinyal hidayah 
dari-Nya.
Saat hatimu mau terbuka dan masuk di dalam hidayah-Nya.
Saat hatimu sudah tidak sekeras detik ini.


Hidayah bukan ditunggu tapi dijemput.

Hidayah terkadang ada sekitar mu, 
tapi hatimu yang belum menyadarinya.


Sentuhlah hatimu 
agar hati itu tidak mengeras bagai batu.
Agar hidayah itu juga dapat mudah masuk 
di dalam qolbu.


Aku juga sama seperti mu...
Pernah begini dan begitu...

Tapi, aku rasa...

Hal-hal negatif itu tidak akan membuat ku 
selamat di akhirat...

Maka dari itu, 
perlahan ku perbaiki pondasi ku 
yang dulu amat rapuh... 

Ku ganti pondasi itu dengan lebih mendekat 
kepada-Nya...


Tidak ada manusia yang sempurna, 
pasti setiap manusia pernah melakukan kesalahan. 

Disini bukan tentang seberapa banyak kesalahan diri.
Tapi, tentang KAPAN kita akan membenahi kesalahan yang menggunung itu ?


Sahabat, 
mari kita sama-sama bertaubat...
Hijrah dan beristiqomahlah...




# copas

Selasa, 20 Maret 2018

Kadang Aku Minder Karena Miskin





Apabila kita telah berusaha dan bekerja keras.

Apabila kita telah jalani Sholat yang lima waktu.

Apabila kita sudah melakukan Sholat Dhuha, Tahajud, Dzikir, Sholawat dan DOA.

Namun tetap miskin juga.

Tak perlu minder apalagi protes pada-NYA




Seorang anak bertanya kepada ibunya :

"Ibu, mengapa kita miskin?"


Dengan tenang sang ibu berkata :

"Nak, hidup ini seperti jalan jalan di Supermarket. 
Semua orang boleh memilih dan membawa barang apa saja yang ia inginkan".

"Siapa yg membawa sepotong roti, 
maka ia harus membayar seharga sepotong roti."

"Siapa yg membawa tiga potong roti, 
iapun harus membayar tiga potong roti".

"Sementara kita tak mungkin membawa apa-apa. 
Karena tak punya uang untuk membelinya."

"Dipintu kasirpun kita tak akan diperiksa, 
dibiarkan jalan begitu saja"

"Begitu pula kelak di Hari Kiamat Nak."

"Saat orang-orang kaya antri menjalani pemeriksaan untuk dimintai pertanggung jawaban.

"Saat orang-orang kaya ditanya tentang :

Darimana hartanya mereka peroleh ?.

Dan kemana hartanya mereka gunakan ?."



"Kita dibiarkan terus berjalan tanpa beban.

"Lebih enak bukan !."

"Apakah engkau masih juga belum bisa menerima ?."



Anakku,

"Jika kita memang ditakdirkan menjadi orang miskin :


BERSABARLAH SEJENAK,
Karena setelah kematian, kemiskinan itu akan sirna.

BERPIKIRLAH POSITIF,
Barangkali, jika kita kaya belum tentu bisa lebih bertakwa

Mungkin juga, dengan kemiskinan kita akan lebih mudah meraih SURGA-NYA.


JANGAN PERNAH MINDER

Karena kaya dan miskin bukanlah ukuran Mulia dan Hinanya manusia.

Tetaplah berprasangka baik pada ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala.

Singkirkan rasa iri , cemburu & buanglah tanda tanya,

Tentang Kehendak-NYA Pembagi Nikmat.

Mungkin jatah yang buat kita masih tersimpan di SURGA.

Menunggu kita Siap Menerimanya....


Ingatlah apa yg disampaikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam 
Bahwa "sesungguhnya kekayaan itu bukan terletak pada banyaknya harta benda, tapi pada hati dan ketenangan jiwa"





Barakallohu Fiikum


Minggu, 18 Maret 2018

Cintai Anakmu Dengan Benar




Pada saatnya anak-anak akan pergi, meninggalkan kita, sepi…

Mereka bertebaran di muka bumi untuk melaksanakan tugas hidupnya;
berpencar, berjauhan.

Sebagian di antara mereka mungkin ada yang memilih untuk berkarya & tinggal di dekat kita agar berkhidmat kepada kita.

Mereka merelakan terlepasnya sebagian kesempatan untuk meraih dunia karena ingin meraih kemuliaan akhirat dengan menemani & melayani kita.

Tetapi pada saatnya, kitapun akan pergi meninggalkan mereka.

Entah kapan...???

Pergi dan takkan pernah kembali lagi ke dunia ini…..

Kematian adalah perpisahan yg sesungguhnya;

berpisah & tak pernah lagi berkumpul di dunia...

Orangtua & anak akan berjumpa lagi di hadapan Mahkamah Alloh ta'ala,
bisa saling menjadi musuh satu sama lain,
bisa saling menjatuhkan...

Anak-anak yang terjungkal ke dalam neraka itu tak mau menerima dirinya tercampakkan sehingga menuntut tanggung-jawab orangtua yg telah mengabaikan kewajibannya mengajarkan agama.

Adakah itu termasuk kita?

Alangkah besar kerugian kita di hari itu

jika anak & orangtua saling menuntut di hadapan Mahkamah Alloh ta'ala.

Inilah hari ketika kita tak dpt pembelaan pengacara,
dan para pengacarapun tak dapat membela diri mereka sendiri.

Lalu apakah yg sudah kita persiapkan untuk menghantarkan anak-anak kita pulang ke kampung akhirat...?

Dan dunia ini adalah ladangnya..


Kematian adalah perpisahan sesaat;

amat panjang masa itu kita rasakan di dunia,
tapi amat pendek bagi yang mati...

Mereka berpisah untuk kemudian dikumpulkan kembali oleh Alloh Jalla wa a'la.

Tingkatan amal mereka boleh jadi tak sebanding.

Tapi Alloh Ta'ala saling susulkan di antara mereka kepada yang amalnya lebih tinggi.

Alloh ta'ala berfirman:

“والذين آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم وما ألتناهم من عملهم من شيء كل امرئ بما كسب رهين”

“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, 
Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, 
dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka.
Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

(QS. Ath-Thuur 52: 21).


Apakah kita termasuk yang demikian itu...?
Saling disusulkan kepada yg amalnya lebih tinggi.

Termasuk kitakah...?


Adakah kita benar-benar mencintai anak-anak kita dengan benar...?

Kita usap anak-anak kita saat mereka sakit.

Kita tangisi mereka saat terluka.

Tapi adakah kita juga khawatir akan nasib mereka di akhirat...?

Kita bersibuk menyiapkan masa depan mereka.

Bila perlu sampai letih badan kita.

Tapi adakah kita berlaku sama untuk “masa depan” mereka yang sesungguhnya di kampung akhirat...?

Tengoklah sejenak anak kita.

Tataplah wajahnya.

Adakah kita relakan wajahnya tersulut api neraka hingga melepuh kulitnya...?

Ingatlah sejenak ketika kita merasa risau melihat mereka bertengkar dengan saudaranya.


Adakah kita bayangkan ia bertengkar dengan kita di hadapan Mahkamah Alloh ta'ala 
karena lalai menanamkan Tauhid dalam dirinya...?

Ada hari yg pasti ketika tak ada pilihan untuk kembali.

Adakah ketika itu kita saling disusulkan ke dalam surga atau saling bertikai...???


Maka, cintai anakmu dengan benar.

Bukan hanya utk hidupnya di dunia.

Cintai mereka sepenuh hati untuk suatu masa ketika tak ada sedikit pun pertolongan yang dapat kita harap kecuali pertolongan Alloh Ta'ala.

Cintai mereka dengan pengharapan agar tak sekedar bersama saat di dunia,

lebih dari itu dapat berkumpul bersama di surga.

Cintai mereka seraya berusaha menghantarkan mereka meraih kejayaan, 
bukan hanya untuk kariernya di dunia yang sesaat.

Lebih dari itu utk kejayaannya di masa yg jauh lebih panjang.

Masa yang tak bertepi...

Negeri Akhirat yang kekal abadi...

Beruntunglah para orangtua yg ikhlas berpisah dengan anak-anaknya didunia karena Alloh semata 
dan berharap Alloh kumpulkan ia dan anak-anaknya di syurgaNYA nanti...

Beruntunglah anak-anak yang memiliki orang tua seperti itu...

Beruntunglah kita semua yang telah Alloh tunjukkan jalan 
untuk menempa anak-anaknya dengan ilmu agama,

walau harus berpisah dalam kesehariaannya

Semoga Alloh jadikan kita dan anak-anak kita semua termasuk hamba-hambaNYA yg akan mewarisi surgaNYA dan Alloh jauhkan kita dan anak-anak kita semua dari adzab kubur dan neraka...



Aamiin...




- Ustadz Faudzil Adhim -

Kamis, 15 Maret 2018

Jika suatu saat nanti kau jadi Ibu



Jika suatu saat nanti kau jadi ibu..

Jadilah seperti Nuwair binti Malik 
yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri 
dan mengembangkan potensi anaknya .
Saat itu sang anak masih remaja. 

Usianya baru 13 tahun. 

Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. 

Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. 
Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. 

Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain.

Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. 

Beberapa tahun berikutnya, 
ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. 

Karena ibu, 
namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.



Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...

Jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. 

Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. 

Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. 
Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...

Jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. 
Seperti Ummu Habibah. 
Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. 

Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: 

“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! 
Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh,
menuju keridhaanMu. 
Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. 
Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. 
Peliharalah keselamatannya,
panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, aamiin!”.


Doa-doa itu tidak sia-sia. 
Muhammad bin Idris, nama anak itu, 
tumbuh menjadi ulama besar. 
Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya,
tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafi’i .


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...

Jadilah ibu yang menyemangati anaknya 
untuk menggapai cita-cita. 
Seperti ibunya Abdurrahman .

Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, 
dan ia pula yang menyemangati anaknya 
untuk mencapai cita-cita itu.

“Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram…”, 
katanya memotivasi sang anak.
“Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, 
kamu adalah imam masjidil haram…”,

sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan.

Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. 

Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, 
anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu...

Jadilah orang yang pertama kali yakin 
bahwa anakmu pasti sukses. 
Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. 

Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan 
“Kamar DR. Zewail” 
di pintu kamar anak itu. 

Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. 
Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, 

jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. 
Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. 
Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.




By Laksamana Yuda C

-------------------------------

Selasa, 13 Maret 2018

Untuk Anda Yang Sedang Lelah dan Hilang Arah




Oleh :
Ustadz Musyaffa' ad Dariny, حفظه الله تعالى



Hidup ini adalah PERJALANAN PANJANG, dan sebagaimana sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-: 
“Perjalanan panjang adalah potongan dari azab”. 

[HR. Bukhori dan Muslim]


Sehingga wajar bila di tengah perjalanan itu akan banyak cobaan, musibah, rintangan, hilang arah, lelah, bingung, dan seterusnya.


Oleh karenanya, bila Anda merasa bingung, lelah, tidak punya arah… 
maka berhentilah sejenak, istirahatkan diri, dan fokuslah untuk menguatkan diri dahulu, agar Anda menjadi kuat kembali, dan bisa meneruskan kembali sisa perjalanan Anda


Fokuslah ketika itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, 
niscaya Allah akan menguatkan jiwa dan raga Anda… 
Perbanyak dzikir, sholat, berdoa, membaca Alquran, dan ketaatan lainnya…


Atau bila masih bingung, 
fokuskan diri Anda untuk membasahi lidah Anda dengan DZIKIR, 
yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, sampai Anda kuat kembali.


Dan acuhkan untuk sementara urusan dengan manusia, kecuali yang darurat saja… 
Karena saat Anda lelah atau lemah, 
Anda harus meringankan dan menurunkan beban di pundak Anda untuk sementara waktu, hingga Anda kuat kembali mengangkatnya dan berjalan lagi.


Ingatkan diri, 
bahwa kita hidup di dunia bukan di surga, maka jangan harap ada kebahagiaan murni dan abadi… 
Sebaliknya dunia ini juga bukan neraka, 
maka tidak mungkin ada kesedihan dan kesengsaraan yang murni dan abadi.


Kebahagiaan dan kesedihan akan datang silih berganti, 
maka jangan sampai goyah dalam langkah perjalanan panjang Anda menuju surga.


Semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita semua, aamiin.




*****

Senin, 12 Maret 2018

Tenanglah





Rasa gelisah tidak akan menghilangkan kemungkinan terjadinya apa yang kau takutkan di masa depan… 

padahal rasa gelisah itu telah mencuri kebahagiaanmu di hari ini.

Sehingga praktis rasa gelisah itu tidak mendatangkan manfaat sedikitpun, 

oleh karena itu Nabi shollallohu alaihi wasallam menuntun kita untuk berdoa:

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari perasaan gelisah dan bersedih”. 

[HR. Bukhori: 2893]


Maka, buanglah rasa gelisah dari hatimu 

dan tumbuhkanlah rasa tawakkal, 

serahkan semua urusan kepada Allah, 

setelah engkau melakukan usaha yang kau mampui.



Dan jangan lupa, iringilah usahamu dengan banyak berdoa. 

Lalu syukurilah nikmat yang ada di tanganmu… 

insyAllah rasa tenang dan bahagia 

akan selalu menghiasi hati Anda.




Ustadz Musyaffa ad Dariny MA, حفظه الله تعالى

Jumat, 09 Maret 2018

Kisah Orang Dzalim

Suatu ketika, seorang nelayan keluar rumah di pagi hari untuk mencari rezeki yang halal. Dia melemparkan jaringnya dan ternyata dia tidak memperoleh apa-apa sementara anak-anaknya di rumah sedang merintih kelaparan. Lalu dia berdoa dengan sepenuh hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika matahari hampir tenggelam. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya rezeki seekor ikan besar. Dia lalu memuji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengambil ikan tersebut dengan penuh keceriaan menuju ke rumahnya.

Kebetulan ada seorang raja yang sedang bertamasya. Raja pun melihat nelayan tersebut, lalu dia dihadapkan kepada sang raja. Melihat ikan yang ada di tangan si nelayan, sang raja merasa takjub dengan ikan tersebut. Akhirnya, sang raja merampasnya secara paksa untuk dibawa ke istananya, demi membahagiakan permaisurinya. Sang raja mengeluarkan ikan tersebut di hadapan permaisurinya.
Tetapi, tiba-tiba ikan tersebut berputar dan menggigit jari sang raja. Pada malam itu sang raja tidak dapat istirahat dan tidak dapat tidur. Raja pun mendatangkan beberapa dokter. Para dokter merekomendasikan agar jarinya diamputasi.

Meski telah dipotong jarinya, akan tetapi sang raja masih tetap tidak dapat istirahat karena racunnya telah menjalar ke seluruh tangannya. Para dokter kembali merekomendasikan agar tangannya diamputasi. Setelah diamputasi akan tetapi sang raja masih jgua tidak beristirahat. Bahkan dia berteriak-teriak dan minta tolong karena racun telah sampai lengannya.

Para dokter pun kembali merekomendasikan agar lengannya diamputasi. Kemudian sang raja dapat beristirahat dari rasa sakit secara fisik, tetapi jiwanya belum tenang. Perlahan, sang raja menyadari letak persoalannya. Orang-orang pun menganjurkannya agar pergi ke dokter hati, yaitu ulama yang ahli hikmah.

Sang raja pun berangkat ke tempat ulama dan mengisahkan tentang ikan tersebut.
Sang ulama berkata kepadanya, “Kamu tidak akan tenang kecuali jika si nelayan telah memaafkanmu.”

Kemudian sang raja mencari keberadaan nelayan, hingga akhirnya sang raja dapat menemukan si nelayan dan menjelaskan masalahnya kepadanya dan memintanya bersumpah agar si nelayan rela mengampuni dan memaafkannya. Si nelayan pun memaafkannya.

Lalu raja bertanya kepadanya, “Sumpah apa yang kamu ucapkan untukku?”
Dia menjawab, “Saya hanya megnucapkan sebuah kalimat, yaitu ‘Ya Allah! Dia telah menunjukkan kekuatannya kepadaku.
Oleh karena itu, tunjukkan padaku kuasa-Mu pada dirinya!”

Seorang penguasa yang zhalim lagi sombong memerintahkan anak buahnya agar menggekang dan menangkap perempuan yang teraniaya untuk disiksa dan dihina.
Dia memerintahkan agar perempuan tersebut diseret. Lalu perempuan tersebut berkata kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” tetapi dia tidak memperdulikannya.
Dia masih saja memerintahkan agar perempuan tersebut diseret. Perempuan tersebut terus saja menyumpahinya agar melepaskannya dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia pun masih bersikeras menyeret perempuan tersebut. Ketika perempuan tersebut telah putus asa maka dia mendongakkan kepalanya ke langit seraya berdoa:

“Katakanlah: ‘Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya’.”
(QS. Az-Zumar: 46)

“Ya Allah, apabila orang ini menzalimi saya, maka ambillah nyawanya.”

Dalam sekejap mata, lelaki tersebut jatuh ke belakang dan meninggal dunia.
Lalu dia diusung di atas keranda mayat. Dan perempuan tersebut lepas dengan selamat.

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Artikel www.KisahMuslim.com

Kamis, 18 Februari 2016

Tipe Suami yant tidak punya rasa cemburu



Tipe Suami yang Tidak Punya Rasa Cemburu (Dayuts)

Bagaimanakah tipe suami yang tidak punya rasa cemburu?

Suami bertipe semacam ini adalah suami yang tercela sebagaimana disebutkan dalam hadits yaitu hadits Ibnu ‘Umarradhiyallahu ‘anhuma dengan sanadmarfu’ –sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, di mana beliau bersabda,

ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالْدَّيُّوثُ الَّذِى يُقِرُّ فِى أَهْلِهِ الْخُبْثَ

“Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang durhaka pada orang tua, dan orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji pada keluarganya.” (HR. Ahmad 2: 69. Hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Adapun maksud dayyuts sebagaimana disebutkan dalam Al Mu’jam Al Wasith adalah para lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya dan ia tidak punya rasa cemburu dan tidak punya rasa malu.

Yang dimaksud tidak punya rasa cemburu dari suami adalah membiarkan keluarganya bermaksiat tanpa mau mengingatkan.

Bentuknya pada masa sekarang adalah:

1- Membiarkan anak perempuan atau anggota keluarga perempuan berhubungan via telepon atau SMS dengan laki-laki yang bukan mahram. Mereka saling berbincang hangat, sambil bercumbu rayu, padahal tidak halal.

2- Merelakan anggota keluarga perempuan ber-khalwat –berdua-duaan- dengan laki-laki bukan mahram.

3- Membiarkan anggota keluarga perempuan mengendarai mobil sendirian bersama laki-laki bukan mahram, misalnya sopirnya.

4- Merelakan anggota keluarga perempuan keluar rumah tanpa menggunakan jilbab atau hijab syar’i, sehingga bisa dipandang dengan leluasa, ditambah parahnya menggunakan pakaian ketat yang merangsang nafsu birahi para pria.

5- Mendatangkan film dan majalah penyebar kerusakan dan kemesuman ke dalam rumah.

Semoga Allah menyelamatkan kita –para suami- dari sifat dayyuts. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.



Referensi:

460 Dosa dan Larangan yang Diremehkan Manusia (Muharramat Istahana bihan Naas), karya Syaikh Shalih Al Munajjid



Selesai disusun di pagi penuh berkah, 11 Rabi’ul Akhir 1436 H di Darush Sholihin

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Rabu, 26 Agustus 2015

Sebelum Esok Menjelang ...



Sebelum esok menjelang, mari sejenak kita renungkan satu ujian yang maha dahsyat.
Ujian yang akan dilewati seluruh manusia.
Ini bukan sembarang ujian,
karena taruhannya adalah kebahagiaan yang kekal di surga
atau nestapa di dalam neraka.
Kelulusannya tak dapat direkayasa, berbeda dengan kelulusan dunia yang mudah direkayasa.
Ujian kali ini juga unik, karena pertanyaan dan jawabannya sudah kita ketahui.
Semuanya adalah rangkuman perjalanan hidup kita.

Ada dua tahapan yang harus kita lewati. Yaitu tahapan barzakh, dan tahapan akhirat. Masing memiliki pertanyaan khusus.

Pada tahapan barzakh ada tiga pertanyaan yang harus kita jawab:

1. Siapa Tuhanmu?
2. Apa agamamu?
3. Dan siapa dia laki-laki yang diutus kepadamu?

Bila kita lulus pada tahapan ini maka kita pasti lulus pada tahapan selanjutnya, yang memiliki empat butir soal

1. tentang umur untuk apa dia gunakan,
2. tentang ilmu, sejauh mana diamalkan,
3. tentang harta, dari mana harta tersebut didapatkan dan untuk apa dibelanjakan, dan
4. tentang raga, untuk apa digunakan.” (HR. At-Tirmidzi)

Pertanyaan yang mudah bukan…?
Meskipun begitu, tak semua mampu menjawabnya. Masih saja ada yang gugur. Karena jawaban kali ini bukan dengan melingkar.
Tapi…..

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas dirinya terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. QS An-Nur : 24

Dan……الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى

أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan tangan-tangan mereka berkata kepada Kami dan kaki-kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang telah mereka usahakan. QS Yasin :65

Saat itu mulut kita terkunci dan seluruh organ tubuh mempersaksikan setiap amal yang pernah kita lakukan. Bila kita gugur, maka jangan pernah berharap untuk mendapatkan ujian pengulangan.

Selagi masih disini.. dikehidupan dunia ini, marilah kita mempersiapkan jawaban untuk Ujian yang maha dahsyat itu.

Bila untuk mempersiapkan jawaban UAN/UNAS saja membuat kita sampai menguras tenaga, pikiran dan waktu, maka untuk ujian akhirat semestinya kita berbuat lebih.

Semoga kita meraih kesuksesan di dunia dan akhirat

Sabtu, 11 April 2015

Syukuri Apa Yang Ada ...





Ustadz Aan Chandra Thalib, حفظه الله تعالى


Syaikh Ali Mustafa Thanthawi -rahimahullah-mengatakan:

Tak seorangpun di dunia ini melainkan pernah bertemu dengan orang yang kondisinya lebih baik dirinya atau lebih buruk dirinya.

Bila engkau miskin, pasti ada yang jauh lebih miskin darimu.
Bila engkau sakit, pasti ada yang sakitnya jauh lebih parah darimu.
Lalu mengapa engkau lebih sering mengarahkan kepalamu ke atas, 
dan memandang orang-orang yang kondisinya lebih baik darimu,
 ketimbang mengarahkannya ke bawah 
agar engkau melihat orang yang kondisinya jauh lebih buruk darimu..?


Bila kau tau bahwa ada orang yang bisa meraih harta dan kedudukan yang mana engkau belum bisa meraihnya.
 Padahal dari aspek kecerdasan, pengetahuan dan perangai levelnya jauh dibawahmu, 
mengapa engkau tidak mengingat bahwa ternyata ada orang yang levelnya di atasmu atau semisal denganmu dalam hal kecerdasan dan pengetahuan namun dia tidak pernah bisa meraih sebagian dari apa yang telah engkau raih…?


Falsafah rizki itu sangat sulit untuk dimengerti
Tengoklah kehidupan manusia. Diantara mereka ada para penyelam yang Allah jadikan roti (kehidupannya) dan segenap keluarga tersimpan jauh di dasar lautan. Mereka takkan bisa menggapainya hingga mereka menyelam ke dasar lautan yang dalam.

Ada juga para pilot yang Allah jadikan roti (kehidupannya) berada di atas awan, sehingga mereka tidak mungkin mendapatkannya sampai mereka terbang tinggi ke angkasa.

Ada juga yang roti (kehidupannya) tersembunyi di dalam bebatuan yang sangat keras, sehingga mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan memecah batu-batu itu.

Ada pula orang-orang yang rezeki mereka berada di bawah gorong-gorong air yang kotor, atau di tempat-tempat penambangan yang dalam, dimana wajah mentari dan cahaya siang tak dapat dilihat.

Ada orang yang mendapatkan bagian rezekinya dengan tangan, kaki, lisan dan otaknya. Ada juga yang tidak bisa meraihnya kecuali dengan mempertaruhkan nyawa dan menghadapkan diri kepada kematian, seperti halnya para pemain sirkus yang selalu saja diburu kematian. Kalau ia tidak mendapati rizkinya dengan cara jatuh bertumpuh di atas kepala, ia mendapatinya ketika berada di antara taring-taring singa atau di bawah kaki-kaki gajah.


Maka bersyukurlah kepada Allah, 
karena Dia telah menjadikan rezekimu berada di atas meja kerjamu. 
Kau bisa mendapatkannya sambil duduk di atas kursi. 
Bersyukurlah karena Dia tidak menjadikannya berada di puncak-puncak gunung yang tinggi,
 atau di dasar lautan yang dalam, 
juga tidak harus berhadapan dengan singa ataupun macan.


Beliau juga mengatakan:

Dengan gaji yang sedikit engkau bisa menjadi manusia yang paling bahagia asalkan engkau cerdas mengelola keuanganmu dan ridho terhadap pembagian-Nya.
(Syekh Ali Musthafa Thanthawi dalam risalah Ma’a An-Naas hal: 78-79)