Laman

Senin, 28 Maret 2011

Nasehat Untukku : Izinkan Anak Berbuat Salah .....


"Kesadaran bahwa kesalahan dan kegagalan adalah manusiawi perlu dimiliki oleh siapapun, termasuk anak. Mendorong dan melatih anak agar memandang kesuksesan dan kegagalan dalam persektif yang benar penting dilakukan. Dalam hal ini orang tua berperan penting. Mendorong anak untuk berhasil tentu saja wajar dan bahkan harus. Namun hal itu perlu diimbangi dengan meneguhkan anak untuk bersikap realistis untuk menerima kegagalan. Orang tua juga perlu berbagi pengalaman bahwa tidak setiap tujuan pasti terwujud meski telah dipersiapkan dengan teliti dan matang."


Ka’ab bin Malik. Ia salah satu sahabat mulia Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia juga pemuka sahabat kalangan Anshor dari suku Khazraj. Berkali-kali ia membersamai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam berbagai peperangan, tetapi tidak di perang Tabuk. Ketika sebagian besar sahabat bersiap untuk perang ini, Ka’ab bin Malik tak segera melakukan hal yang sama. Pada akhirnya ia memang tertinggal, tak ikut serta dalam peperangan ini.

Karena kesalahan ini, Rasulullah dan sahabat-sahabat lain mengucilkannya beberapa lama hingga akhirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberi kabar gembira: “Berbahagialah dengan hari terbaik yang engkau jumpai semenjak ibumu melahirkanmu. Itulah kabar tentang diterimanya taubat Ka’ab bin Malik.

Kesalahan dan kegagalan sesungguhnya merupakan bagian dari perjalanan hidup karena kita memang tidak sempurna. Siapapun bisa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan, termasuk sahabat Ka’ab bin Malik sebagaimana dikisahkan di atas. Bahkan Nabi Adam pun pernah berbuat salah.

Benar sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah bahwa setiap bani Adam berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.

Kesalahan dan kegagalan sesungguhnya melekat pada proses keberhasilan. Thomas Alfa Edison misalnya. Ia berhasil menemukan lampu pijar setelah melakukan 9.999 kali percobaan. Kegagalan dan kesalahan tersebut tidak menjadikannya putus asa. Justeru ia mengatakan bahwa dengan begitu ia mengetahui ribuan cara agar lampu tidak menyala.

Sikap realistis inilah yang tampaknya menopang kesuksesan Thomas Alfa Edison. Ia menerima kesalahan dan kegagalan sebagai sesuatu yang wajar dan menjadikannya titik tolak untuk maju dan berkembang.

Berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan dan khawatir mengalami kegagalan tentu saja wajar. Namun, ketika kekhawatiran itu sangat berlebihan sehingga menghalangi untuk bertindak apapun, tentu tidak wajar. Inilah yang mungkin secara tidak sadar dilakukan orang tua yang sangat protektif kepada anaknya.

Lihatlah bagaimana orang tua dengan segera memegang sang anak yang sedikit terhuyung ketika sang anak baru berlatih berjalan. Lihat pula bagaimana orang tua segera mengatakan Nak, jangan pilih warna itu, tidak cocok, Gunakan yang ini saja” ketika anak belajar mewarnai.

Orang tua sering begitu protektif dan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba berbagai hal dalam proses belajar mereka karena begitu khawatir anak melakukan kesalahan.
Tak disangsikan bahwa perilaku demikian didasari oleh rasa sayang mereka. Namun, perilaku demikian berpotensi meneguhkan keyakinan pada diri anak bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah tabu. Akibatnya anak cenderung menghindari tindakan apapun yang dipandangnya dapat menyebabkan kegagalan. Akibat selanjutnya bisa diduga bahwa hal itu akan membatasi mereka untuk berkreasi dan berkembang.

Kesadaran bahwa kesalahan dan kegagalan adalah manusiawi perlu dimiliki oleh siapapun, termasuk anak. Mendorong dan melatih anak agar memandang kesuksesan dan kegagalan dalam persektif yang benar penting dilakukan. Dalam hal ini orang tua berperan penting. Mendorong anak untuk berhasil tentu saja wajar dan bahkan harus. Namun hal itu perlu diimbangi dengan meneguhkan anak untuk bersikap realistis untuk menerima kegagalan.

Orang tua juga perlu berbagi pengalaman bahwa tidak setiap tujuan pasti terwujud meski telah dipersiapkan dengan teliti dan matang.
Di kelas, guru juga berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah manusiawi.

Bagaimana caranya? Sesekali guru perlu mengisahkan tokoh-tokoh hebat yang dalam kisah suksesnya juga pernah melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan. Kisah Ka’ab bin Malik dan Thomas Alfa Edison di atas dapat dijadikan contoh. Guru juga perlu memberikan rasa aman bagi anak untuk mencoba hal-hal baru dalam proses belajar mereka tanpa kekhawatiran akan dicerca jika melakukan kesalahan. Guru perlu meyakini bahwa anak .akan belajar dengan cepat jika mereka berada dalam lingkungan yang menerima terjadinya kesalahan.

Guru sebaiknya menghindari komentar atau pertanyaan yang bersifat negatif seperti:bagaimana bisa kamu melakukan kesalahan seperti itu?” atau “kamu tidak mendengarkan saya ya… sehingga bisa salah seperti ini?”

Dalam kegiatan pembelajaran, guru seharusnya tidak bersegera memberikan rumus formal kepada anak untuk menyelesaikan suatu soal. Anak perlu diberikan kebebasan untuk melakukan eksplorasi dan menemukan cara mereka sendiri tanpa khawatir akan dicerca jika melakukan kesalahan. Hal ini akan mendorong anak berpikir kreatif dengan melihat berbagai kemungkinan cara menyelesaikan soal. Mungkin saja cara mereka lebih kreatif dan lebih mudah dipahami, setidaknya oleh mereka sendiri. Namun, mungkin juga anak akan mengalami kesulitan dan menemui jalan buntu. Terhadap hal ini guru hendaknya membimbing mereka untuk mengenali kesalahan mereka dan memanfaatkannya untuk proses belajar mereka. Cara demikian akan memberikan pengalaman dan kemampuan berharga kepada anak.

Pengalaman dimaksud adalah pengalaman menghadapi masalah, bukan menghindarinya, dan secara bebas berusaha menyelesaikannya tanpa takut gagal. Pengalaman demikian sangat penting bagi anak mengarungi kehidupannya kelak.

Membelajarkan anak agar menyadari bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah manusiawi memerlukan proses. Hal itu perlu dilakukan secara berkelanjutan sehingga anak memiliki perspektif yang benar dan berimbang dalam memandang keberhasilan dan kegagalan.


Source :
Izinkan Anak Berbuat “Salah”: Ali Mahmudi,Dosen Matematika Universitas Negeri Yogyakarta.
Fahma Vol.7 No.2, Februari 2010, hal. 14-15.

Masih Suka Dengerin Musik ???



Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.

Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.

Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.

Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak.
Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.

Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.

Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.

Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada gunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.

Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.

Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.

Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.
Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.

* Kejadian Yang Menakjubkan…

Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.
Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.

Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.

Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.

Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.

Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah  wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

Sampai di rumah sakit…
Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.

Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.

Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin.

Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.

Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.

“Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.


Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…


Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. 
Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. 
Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Aamiin…
(Azzamul Qaadim, hal 36-42)


Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]

Adab Salam dan Shalawat


Penulis: Ummu Sufyan bintu Muhammad
Muraja’ah: ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar

Salah satu bentuk ibadah yang terlalaikan, namun dianggap sebagai hal biasa di kalangan kaum muslimin sekarang ini adalah menulis salam dan shalawat dengan disingkat. Padahal telah diketahui bahwa dalam kaidah penggunaan bahasa Arab, kesempurnaan tulisan dan pembacaan lafadz akan mempengaruhi arti dan makna dari sebuah kata dan kalimat.

Lalu, bagaimana jika salam dan shalawat disingkat dalam penulisannya?
Apakah akan merubah arti dan makna kalimat tersebut?


Adab Menulis Salam

Kata salaam memuat makna keterbebasan dari setiap malapetaka dan perlindungan dari segala bentuk aib dan kekurangan. Salaam juga berarti aman dari segala kejahatan dan terlindung dari peperangan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan supaya menampakkan salam dan menyebarluaskannya (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin, Bab Keutamaan Salam dan Perintah Untuk Menyebarluaskannya).
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya, “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (Qs. An-Nisaa’: 86)
Yang dimaksud dengan penghormatan pada ayat diatas adalah ucapan salam, yaitu:
  1. Assalaamu ‘alaykum
  2. Atau assalaamu ‘alaykum warahmatullaah
  3. Atau assalamu ‘alaykum warahmatullaah wabarakaatuh
Dalam ayat diatas juga terdapat perintah untuk membalas salam dengan yang lebih baik atau serupa dengan itu. Misalkan ada yang memberi salam dengan ucapan assalaamu ‘alaykum maka balaslah dengan yang serupa, yaitu wa’alaykumussalaam. Atau yang lebih baik dari itu, yaitu, wa’alaykumussalaam warahmatullaah, dan seterusnya.

Dari ayat yang mulia di atas dapat diketahui bahwa hukum menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau sama dengan apa yang diucapkan adalah fardhu atau wajib. Sedangkan membalas salam dengan lafadz yang lebih baik dari itu hukumnya adalah sunah. Dan berdosalah orang yang tidak menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau yang lebih baik dari itu. Karena dengan sendirinya dia telah menyalahi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan untuk membalas salam orang yang memberi salam kepada kita (al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Al-Masaail, Masalah Kewajiban Membalas Salam).

Dari penjelasan di atas, lafadz “aslkm” bahkan “ass” dan singkatan yang sejenisnya bukan termasuk dalam kategori salam. Dan bagaimana lafadz-lafadz tersebut dapat disebut salam, sementara dalam lafadz tersebut tidak mengandung makna salam yaitu penghormatan dan do’a bagi penerima salam. Bahkan lafadz “ass”, dalam perbendaharaan kosa kata asing memiliki pengertian yang tidak sepantasnya, bahkan mengandung unsur penghinaan (wal ‘iyyadzubillah).

Adab Menulis Shalawat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, yang artinya,“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi-Nya dan membersihkan beliau dari tindakan atau pikiran jahat orang-orang yang berinteraksi dengan beliau.

Yang dimaksud shalawat Allah adalah puji-pujian-Nya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud shalawat para malaikat adalah do’a dan istighfar. Sedangkan yang dimaksud shalawat dari ummat beliau adalah do’a dan mengagungkan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Disunnahkan –sebagian ulama mewajibkannya– mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap kali menyebut atau disebut nama beliau, yaitu dengan ucapan: “shallallahu ‘alaihi wa sallam” (al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Dalam sebuah riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang (apabila) namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, dengan sanad shahih)

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para penulis agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh, tidak disingkat (seperti SAW, penyingkatan dalam bahasa Indonesia – pent) setiap kali menulis nama beliau.

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga mengatakan dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa disukai apabila seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bershalawatlah dengan lisan dan tulisan.

Ketahuilah saudariku, shalawat ummat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bentuk dari sebuah do’a. Demikian pula dengan makna salam kita kepada sesama muslim. Dan do’a merupakan bagian dari ibadah. Dan tidaklah ibadah itu akan mendatangkan sesuatu selain pahala dari Allah Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita akan berlaku kikir dalam beribadah dengan menyingkat salam dan shalawat, terutama kepada kekasih Allah yang telah mengajarkan kita berbagai ilmu tentang dien ini?

Saudariku, apakah kita ingin menjadi hamba-hamba-Nya yang lalai dari kesempurnaan dalam beribadah?
Wallahu Ta’ala a’lam bish showwab.


Maraji’:
  1. Al-Qur’an dan terjemahan.
  2. Al-Masaail Jilid 7, karya al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Darus Sunnah.
  3. Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin (Terjemah) Jilid 3 dan 4, takhrij oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cetakan Pustaka Imam asy-Syafi’i.
  4. Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, cetakan Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
  5. Syarh al-’Aqidah al-Wasithiyah Li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Terjemah) karya Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthaniy, Edisi Indonesia Syarh al-’Aqidah al-Wasithiyah, penerjemah Hawin Murtadho, cetakan Pustaka at-Tibyan.

Minggu, 27 Maret 2011

Pisang Penyet






Pisang Penyet......ada juga yg menyebutnya PIsang Epe.
Sebagai finishing touchnya, ada yg menyukai disiram dgn cairan gula merah yg dicampur dgn duren, atau parutan keju, favorit nya anak2 saya.
Tapi yg biasa saya beli di Bandung biasanya cukup ditaburi gula halus.

Bahan:
  • Pisang tanduk
  • Margarine
  • Gula halus
  • Keju parut

Cara membuat: 

  1. Penyet2 pisang pelan2 sampai permukaannya cukup rata (saya menggunakan pisau yg permukannya lebar).
  2. Sementara itu cairkan margarine (gak perlu banyak, cukup 2-3 sdm) di atas wajan, kemudian goreng pisang sampai kecoklatan. 
  3.  Pakai api kecil agar pisang banar2 matang. 
  4. Tiriskan pisang yg telah digoreng dgn paper towel, kalau perlu penyet lg sedikit agar margarine nya terserap.

Hidangkan hangat bersama parutan keju atau gula halus.

Sabtu, 26 Maret 2011

Adab Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam


Saudariku, bukalah sejenak  mushaf Al-Qur’an dan pergilah untuk menyelami  surat As-Syu’araa’ ayat 78-81 dan ayat 83-86. Didalam  surat itu terdapat do’a Nabi Ibrahim kepada sang pencipta Al-Khaliq. Betapa indahnya dan santunnya nabi kita Ibrahim ‘alaihissalam sang kekasih Allah ketika berdo’a dan meminta kepada-Nya.



Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memulai do’anya dengan memberikan lima sanjungan kepada Sang Pengabul Permintaan.
“Allah-lah yang telah menciptaka aku, dan Dialah yang memberi hidayah kepadaku, dan Dialah zat yang memberi makanan untukku dan memberi minuman kepadaku, dan apabila aku sakit maka Dia juga yang menyembuhkan sakitku, dan  Allah-lah zat yang  mematikan aku, dan juga zat yang menghidupkan aku (kembali), dan Dia pulalah zat yang aku berharap akan mengampuni dosa-dosaku pada hari pembalasan.” (Qs. Asy-Syu’ara: 78-80)


Dalam ayat ini terdapat contoh bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa. Beliau memulai do’anya dengan memberikan lima sanjungan kepada sang Khaliq. Sanjungan pertama mengatakan bahwa Allah adalah sang pencipta sekaligus sang pemberi petunjuk (hidayah dalam masalah agama), yang kedua adalah Dia-lah yang memberikan makanan dan minuman, yang ketiga adalah yang memberi kesembuhan dari berbagai penyakit, yang keempat adalah yang menghidupkan dan mematikan dan yang kelima adalah zat yang mengampuni dosa.


Kemudian beliau mengajukan lima permohonan.
“Ya Allah berilah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku dari bagian orang-orang sholeh. Dan jadikanlah untukku menjadi manusia yang dipuji-puji banyak orang pada generasi setelahku. Ya Allah jadikan aku penghuni surga yang penuh kenikmatan. Dan ya Allah ampunilah ayahku, sesungguhnya dia orang yang tersesat. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari manusia dibangkitkan.” (Qs. Asy-Syu’ara 83-86)


Allah mengabulkan semua permohonan nabi Ibrahim kecuali satu saja.
Berkaitan dengan permohonan pertama yaitu meminta ilmu maka Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 54 yang artinya, “Maka sungguh telah kami berikan kepada keluarga Ibrahim kitab suci yaitu ilmu.” Demikian pula Allah telah berfirman dalam surat Yusuf ayat 101 yang artinya, “Sesungguhnya Ibrahim di akhirat termasuk orang-orang yang sholeh.” Kemudian permohonan yang kedua telah Allah jelaskan dalam surat Shaafaat ayat 108 yang artinya, “Dan kami tinggalkan Ibrahim pujian yang baik dan ucapan yang baik bagi orang-orang setelahnya.” Permohonan yang ketiga telah Allah respon positif pula yaitu dalam surat Huud ayat 73 yang artinya, “Rahmat Allah dan keberkahan Allah untuk kalian wahai keluarga Ibrahim.” Akan tetapi berkaitan dengan permohonan yang keempat,  Allah nyatakan tidak dapat dikabulkan yaitu diterangkan dalam surat At-Taubah ayat 114 yang artinya “Dan Ibrahim meminta maaf pada Allah tentang permohonan ampunan untuk ayahnya. Maka tatkala telah jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah maka Ibrahim berlepas diri darinya.”


Kesimpulan
Maka adab do’a nabi Ibrahim ‘alaihissalam yaitu:

Menyanjung dan memuji Allah sang pencipta alam semesta sebelum memulai do’anya. An-Nawawii dalam kitabnya al-Adzkaar menyebutkan bahwasanya perjalanan Nabi dan Rasul serta orang-orang sholeh jika meminta hajat kepada Allah subhanahu wa ta’alaa, sebelum  berdoa mereka bersegera untuk berdiri di hadapan Robbnya, lalu merapatkan telapak kaki mereka kemudian menghamparkan telapak tangan mereka dan mereka meneteskan air mata di pipi mereka. Maka mereka memulai dari bertobat dari maksiat dan membebaskan dari penyimpangan dari aturan syari’at dan mereka sembunyikan kekhusyuan dari hati mereka. Dan mereka merendahkan diri di hadapan Allah subhanahu wa ta’alaa. Lalu mereka menyanjung sesembahan mereka, mensucikan-Nya, dan mengagungkan-Nya, dan menyanjung dengan sanjungan-sanjungan yang menjadi hak-Nya. Baru setelah itu mereka bersemangat untuk berdoa.

Tidak menisbatkan keburukan pada Allah subhanahu wa ta’alaa. Sebagaimana nabi Ibrahim tidak menisbatkan sakit yang merupakan ciptaan Allah kepada Allah. Hal ini karena nabi Ibrahim merupakan hamba yang sangat santun, sopan serta beradab terhadap Robb-nya, sehingga dapat dilihat pada do’a diatas bahwa nabi Ibrahim tidak menisbatkan sakit kepada-Nya. Beliau berkata “Dan jika aku sakit, maka Alallah yang menyembuhkan aku”, tidak berkata “dan Ia lah Zat yang maha memberi sakit.”  Walaupun senyatanya hal ini adalah benar, bahwasanya Allah-lah yang menciptakan kebaikan dan keburukan. Namun, hendaklah seorang hamba mengetahui dapat bersikap sopan, santun dan beradab terhadap Robb-nya.
Allah telah memuliakan umat ini dengan mengajari umat ini do’a semisal do’a nabi Ibrahim.  Allah turunkan surat al-Fatihah untuk umat Muhammad shallallaahhu ‘alaihi wa sallam yang Allah mulai surat ini dengan sanjungan dan pengagungan sampai wa’iyaaka nasta’in ,sedangkan sisanya adalah do’a. Maka surat al-Fatihah adalah dalil diantara adab berdo’a adalah  menyanjung Allah dahulu baru berdo’a dan meminta kepada Allah.

Duhai saudariku, seorang muslimah yang sholihah selalu memperhatikan amal dan perbuatan yang ia lakukan. Terlebih lagi dalam masalah berdo’a. Hendaknya kita beradab dalam melakukan do’a kepada Rabb Kita Tuhan Pencipta Alam Semesta, Penguasa Hari Pembalasan, dengan mencontoh do’a yang telah Allah ceritakan dalam Al-Qur’an. Semoga Allah beri taufik kepada kita semua agar dapat mengamalkan ilmu yang telah kita dapat ini.


Penyusun: Ummu Zubaidah Putrisia Hendra Ningrum Adiaty
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
Maroji’:
  • Al-Qur’an Al-Karim
  • Syarah Hisnul Muslim min Adkaari Alkitaabi wa Assunnati, buah karya Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qathani dengan pensyarah Majdi bin ‘Abdul Wahab Ahmad. hal. 22-23
  • Rekaman Kajian Sabtu-Minggu pagi “Syarah Hisnul Muslim” oleh Ustadz Aris Munandar dengan penyelenggara takmir Masjid Al-Ashri Pogung Rejo

Menjaga Rumah dari Gangguan Setan

Rumah adalah tempat berteduh bagi kita, tempat beristirahat dan tempat untuk mendapatkan kehangatan di tengah keluarga kita. Oleh karena itu, kita sangat mendambakan rumah yang nyaman, aman, damai dan tenang. Beberapa orang mungkin menmpuh cara-cara yang haram (kesyirikan) untuk mendapatkan hal tersebut, misalnya memasang tamimah (jimat), pergi ke dukun, dan lain-lain.


Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memberikan resep yang mudah agar rumah kita senantiasa aman dari gangguan syaithan, yaitu dalam hadits berikut:
Dari Jabir bin ‘Abdillah bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Bila hari telah senja tahanlah anak-anakmu untuk tidak keluar rumah karena pada waktu itu banyak setan berkeliaran. Bila waktu telah berlalu, biarkanlah mereka, tutuplah pintu-pintu rumah, sebutlah nama Allah, karena setan tidak dapat membuka pintu-pintu yang tertutup. Tutuplah tempat minum dan sebutlah nama Allah, tutuplah bejana-bejana kalian dan sebutlah nama Allah, walau dengan meletakkan sesuatu di atasnya, dan matikan lampu-lampu.” (Mutafaqqun’alaihi)




Banyak sekali faedah yang kita dapat dari hadits ini, selain kita melindungi rumah dan anak-anak kita dari gangguan setan, juga terkandung faedah dalam menjaga makanan dari kotoran dan najis yang berasal dari hewan-hewan yang kotor (seperti tikus dan kecoak) di malam hari, sehingga tidak menimbulkan penyakit.

Dan dipadamkannya lampu di malam hari adalah untuk mencegah terjadinya kebakaran serta kalau jaman sekarang agar tidak boros dalam penggunaan listrik.

Semoga kita bisa istiqomah dalam mengamalkan hadits ini sehingga rumah dan keluarga kita dijauhkan dari gangguan syaithan.


*) Disadur ulang dari Tarbiyatul Abna (edisi terjemahan), Musthofa Al-Adawi

Keutamaan Doa Keluar Rumah



Setan pertama berkata kepada setan kedua yang ingin menganggumu. Ia berkata “Kaifa laka birajulin?” ” Bagaimanakah engkau dengan seseorang yang engkau tidak punya kekuatan untuk menganggunya. Seseorang yang telah diberi hidayah oleh Allah untuk mengingat Allah, dan telah Allah cukupi, Allah lindungi dari gangguanmu dan Allah jaga dari tipu dayamu. Adalah suatu hal yang sia-sia menganggunya. Lebih baik kamu balik saja dan cari orang lain yang bisa diganggu?”

Percakapan kedua setan ini terdapat pada bagian akhir hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Dikatakan kepadanya, ‘Engkau telah dicukupkan, dijaga, dan diberi petunjuk.’ Maka, setan menjauh darinya. Maka, dikatakan kepada setan yang lain ‘Bagaimanakah engkau dengan orang yang telah diberi petunjuk , telah dicukupkan dan telah dijaga?’”


Mengapa Setan Menjauhimu ?
Saudariku, percakapan dua setan tersebut akan mereka katakan saat engkau keluar dari rumah dengan membaca “Bismillahi tawakkaltu ‘alaallahi, walaa haula wa laa quuwata illa billah” yang artinya “Dengan nama Allah. Aku bertawakal kepada-Nya, dan tiada daya dan kekuatan, kecuali karena pertolongan Allah.” (HR. Abu Dawud 4/325)

Ketika engkau membaca kalimat yang ringan ini saat keluar dari rumah maka engkau akan mendapatkan tiga hal yang agung yaitu kecukupan, penjagaan dari segala keburukan dan petunjuk. Dan karenanya setan akan menyingkir dan menjauhimu. Maka setan akan memberi nasihat kepada kawannya sesama setan yang ingin menganggumu dengan berkata “Mau kamu apakan, tidak bisa, sia-sia, kamu apakan seseorang yang telah mendapatkan hidayah, telah dicukupi dan telah diberi petunjuk oleh Allah? Sudahlah kamu cari yang lain saja yang tidak membaca doa ini. Ganggu dia, orang ini tidak usah, kamu cuma dapat capek dan repot saja. Cari orang lain yang tidak membaca do’a ini.”

Maka Allah akan mengatakan kepada engkau yang telah membaca do’a ini. Engkau akan dipalingkan dari segala keburukan, terjaga dari segala gangguan dan keburukan yang samar, yang tak terlihat dan tak nampak serta mendapatkan hidayah yaitu mendapatkan hidayah taufik untuk meniti jalan yang haq dan yang benar dimana engkau diberi taufik untuk mengutamakan mengingat Allah begitu keluar rumah. Dan engkau akan terus-menerus mendapatkan taufik disetiap perbuatan, perkataan dan setiap keadaanmu. Taufik Allah janjikan bagi dirimu yang membaca kalimat ini saat keluar rumah. Subhanallah.

Saudariku, seandainya keutamaan yang diberikan hanya satu saja sudah sangat besar apalagi kita akan mendapatkan mendapatkan tiga keutamaan yang semuanya sangat penting bagi kehidupan manusia. Semua orang membutuhkannya, namun mengapa diri ini sulit untuk membacanya. Satu keutamaan saja sudah sangat besar dan tidak terbayangkan nilainya. Maka seandainya pahala yang akan diberikan hanya hidayah yang dalam hadits ini maknanya adalah taufik, yaitu akan mendapatkan taufik dan akan dibimbing sehingga akan hanya meniti kebenaran dalam ucapan, dalam perbuatan dan dalam keadaan dan sikap. Masyaa Allah, ini adalah suatu yang besar dan bernilai.

Sesungguhnya kita telah menyia-nyiakan banyak hal dengan kelalaian kita dalam berdzikir pada Allah subhanahu wa Ta’alaa. .Semoga Allah beri taufik.


Penyusun: Ummu Zubaidah Putrisia Hendra Ningrum Adiaty
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Jumat, 25 Maret 2011

Kekuatan Doa Seorang Istri (True Story)



Di Madinah ada seorang wanita cantik shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak KEBAHAGIAAN dan KETENTRAMANNYA. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.


Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya.
Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut.


Sebagaimana adat kebiasaan setempat, upacara pernikahan dimulai pukul dua belas malam hingga adzan subuh. Namun wanita itu justru meminta selesai akad nikah jam dua belas tepat, ia harus berada di rumah suaminya. Hanya ibunya yang mengetahui rahasia itu. Semua orang ta’jub. Pihak keluarganya sendiri berusaha membujuk wanita itu agar merubah pendiriannya, namun wanita itu tetap pada keinginannya, bahkan ia bersikeras akan membatalkan pernikahan tersebut jika persyaratannya ditolak. Akhirnya walau dengan bersungut pihak keluarga pria menyetujui permintaan sang gadis.

Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Saat itu pukul sembilan malam. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah.

Jam mulai mendekati angka dua belas, sesuai perjanjian saat sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.

Setibanya disana, sang istri meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangun mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama. Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya.

Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebatang MANDOLIN yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Ya Allah, itu nyanyian? Oh bukan, itu adalah alat musik. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Oh…segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, “ALHAMDULILLAAHI ‘ALAA KULLI HAALIN”…Ya bagaimanapun yang dihadapi alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban. Bagaimanapun Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikannya karunia seorang suami.

Ia menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. “Ya Allah, aku harus KUAT dan TABAH, SIKAP BAIK KEPADA SUAMI ADALAH JALAN HIDUPKU…” Kata wanita itu lirih di lubuk hatinya. Wanita itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya.

Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, “Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini.” Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. 

Hembusan nafasnya begitu teratur. Sang istri segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.

Sang suami menuturkan, “Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku. Aku bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istriku. Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain. Aku segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Aku berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. 

Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin. Kupertajam penglihatanku. Ia rukuk, sujud dan membaca ayat-ayat panjang. Ia rukuk dan sujud lama sekali. Ia berdiri di hadapan Rabbnya dengan kedua tangan terangkat. Sungguh pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Ia amat cantik dalam kekhusyu’annya, lebih cantik dari saat memakai pakaian pengantin dan pakaian tidurnya. Sungguh kini aku betul-betul mencintainya, dengan seluruh jiwa ragaku.”

Seusai shalat ia memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya. 

Hingga bulan kedepan wanita itu terus melakukan kebiasaannya, sementara sang suami menghabiskan malam-malamnya dengan begadang, memainkan alat-alat musik yang tak ubahnya begadang dan bersenang-senang. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. 

Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya.
Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya.

Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyukan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.
Inilah buah dari doa wanita shalihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.

Beberapa tahun kemudian, segala wujud PERTOBATAN lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya. Ya lelaki itu kini telah menjadi DA’I besar di kota Madinah.
Memang benar, wanita shalihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri shalihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan “BUKAN PERMATA BIASA”.


(Oleh Ummu Asyrof dari kumpulan kisah nyata, Abdur Razak bin Al Mubarak, disalin dari Jilbab.Online.)

Falling in Love



Ya  Rabb..ku mohon padaMU
  saat aku jatuh cinta nanti
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuatku  melalaikan MU

Ya Rabb
Aku punya pinta
  saat aku jatuh cinta nanti
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh

Ya Rabb
Izinkanlah saat aku jatuh cinta nanti
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan
kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu

Ya Rabb
  saat aku jatuh hati nanti
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu

Ya Rabb
Pintaku terakhir adalah saa kujatuh hati nanti
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu…
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu

Mengeluh dan Merasa Sempit dengan Kehidupan?



Sebagian istri ada yang mengeluhkan kehidupannya dan tidak bisa menerima penghasilan suaminya. Ia ingin hidup seperti Fulanah atau seperti salah seorang karib keluarganya.

Engkau lupa bahwa Allah tidaklah menciptakan manusia sama rata.
Allah menciptakan orang kulit putih dan orang kulit hitam, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah.

Agar engkau dapat menenangkan dirimu hendaklah camkan hadits berikut ini

“Lihatlah orang yang dibawahmu dan jangan lihat orang yang diatasmu, hal itu lebih baik sehingga engkau tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR Muslim)

Ingatlah selalu bahwa kebahagiaan bukan hanya terletak pada harta semata. Berapa banyak wanita yang memiliki suami kaya hartanya namun bakhil perasaan dan cintanya.
Sementara yang lain memiliki suami yang fakir hartanya namun kaya perasaannya dan cinta kepada istri dan rumahnya.

Hendaklah seorang istri selalu ridha menerima suaminya yang mencintai dirinya. Kebahagiaan itu bukan hanya terletak pada makanan dan minuman, bukan berhias dengan pakaian mahal, perabotan mewah, emas perak dan kendaraan yang banyak.
Namun kekayaan itu letaknya dalam dada dan hati yang tenang, penuh dengan cinta dan keimanan.


***
Artikel muslimah.or.id
Disalin dari buku Agar Suami Cemburu Padamu, karya Dr. Najla’ As Sayyid Nayil, Pustaka At Tibyan

Bingkisan Paling Berharga Untuk si Kecil Adalah Aqidah



Penulis: Ummu Ayyub
Dimurojaah oleh: Ustadz Subhan Khadafi


Fase kanak-kanak merupakan tempat yang subur bagi pembinaan dan pendidikan. Masa kanak-kanak ini cukup lama, dimana seorang pendidik bisa memanfaatkan waktu yang cukup untuk menanamkan dalam jiwa anak, apa yang dia kehendaki. Jika masa kanak-kanak ini dibangun dengan penjagaan, bimbingan dan arahan yang baik, dengan izin Allah subhanahu wata’ala maka kelak akan tumbuh menjadi kokoh. Seorang pendidik hendaknya memanfaatkan masa ini sebaik-baiknya. Jangan ada yang meremehkan bahwa anak itu kecil.
Mengingat masa ini adalah masa emas bagi pertumbuhan, maka hendaknya masalah penanaman aqidah menjadi perhatian pokok bagi setiap orang tua yang peduli dengan nasib anaknya.

Penanaman Aqidah

Aqidah islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah subhanahu wata’ala, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, serta beriman pada qadha’ dan qadar yang baik maupun yang buruk, mempunyai keunikan bahwa kesemuanya merupakan perkara gaib. Seseorang akan merasa hal ini terlalu rumit untuk dijelaskan pada anak kecil yang mana kemampuan berfikir mereka masih sangat sederhana dan terbatas untuk mengenali hal-hal yang abstrak.

Sebenarnya setiap bayi yang lahir diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala di atas fitrah keimanan.

Allah berfirman dalam QS. Al Α’rof: 172 yang artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menajdi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).’”

Adalah bagian dari karunia Allah subhanahu wata’ala pada hati manusia bahwa Dia melapangkan hati untuk menerima iman di awal pertumbuhannya tanpa perlu kepada argumentasi dan bukti yang nyata. Dengan demikian, menanamkan keyakinan bukan dengan mengajarkan ketrampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan al Quran dan tafsirnya, hadits dan maknanya serta sibuk dengan ibadah-ibadah.

Kita perlu membuat suasana lingkungan yang mendukung, memberi teladan pada anak, banyak berdoa untuk anak, dan hendaknya kita tidak melewatkan kejadian sehari-hari melainkan kita menjadikannya sebagai sarana penanaman pendidikan baik itu pendidikan aqidah maupun pendidikan lainnya.


Teladan Kita

Jika kita perhatikan para rasul dan nabi, mereka selalu memberikan perhatian yang besar terhadap keselamatan aqidah putera-putera mereka.
Perhatian nabi Ibrahim, diantaranya adalah sebagaimana terdapat dalam firman Allah subhanahu wata’ala yang artinya:
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub. (Ibrahim berkata): Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam.” (QS. Al Baqoroh: 132)

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

Demikian juga Lukman mempunyai perhatian yang besar pada puteranya sebagaimana wasiatnya yang disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“(Luqman berkata): Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)

“Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu dia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)


Sejak Masih Kecil

Perhatian terhadap masalah aqidah hendaknya diberikan sejak anak masih kecil. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam memberikan perhatian kepada anak-anak meski mereka masih kecil. Beliau membuka jalan dalam membina generasi muda, termasuk diantaranya Ali bin Abi Thalib yang beriman kepada seruan nabi ketika usianya kurang dari sepuluh tahun. Begitu juga dalam menjenguk anak-anak yang sakit pun beliau memanfaatkan untuk menyeru mereka kepada Islam yang ketika itu di hadapan kedua orang tua mereka.

Kita juga bisa melihat bagaimana Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengajarkan permasalahan aqidah pada Ibnu Abas radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu dia masih kecil. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
Pada suatu hari saya pernah membonceng di belakang Rasulullah lalu beliau bersabda, “Wahai anak muda, sesungguhnya aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah Allah, niscaya Ia juga akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Ketahuilah, andaikan saja umat seluruhnya berkumpul untuk memberikan kemanfaatan kepadamu mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaikan saja mereka bersatu untuk menimpakan kemudharatan terhadapmu, mereka tidak akan bisa memberikan kemudharatan itu terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembar catatan telah kering.”

Jika para teladan kita begitu perhatian dengan anak-anak sejak mereka masih kecil, maka sangat mengherankan jika kita membiarkan anak-anak kita tumbuh dengan kita biarkan begitu saja terdidik oleh lingkungan dan televisi.

Masih banyak kita dapati bahwa oleh banyak orang, anak kecil dianggap tidak layak untuk diberi penjelasan mengenai Al Quran dan maknanya, dianggap tidak berhak untuk diberi perhatian terhadap mentalitasnya. Terkadang dengan berdalih “Kemampuan berfikir anak kecil masih sederhana, maka tidak baik membebani mereka dengan hal-hal yang rumit dan berat. Tidak baik membebani anak di luar kesanggupan mereka.” Atau kita juga banyak mendapati ketika anak terjatuh pada kesalahan-kesalahan, mereka membiarkan begitu saja dengan berdalih “Ah… tidak apa-apa, mereka kan masih kecil.”

Dalih yang disampaikan memang tidak sepenuhnya salah, namun sayangnya tidak diletakkan pada tempatnya. Wallahu a’lam.


Maroji’: Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Tilf (terj. Mendidik Anak Bersama Nabi)

Anak-Anak Mengikuti Perbuatan yang Dilakukan Orangtua



Seorang anak yang melihat ayahnya selalu berzikir dan bertahlil, bertahmid, dan bertasbih, maka dia pun akan mudah untuk mengucapkan: Laa ilaaha illalloh, Subhanallah, dan Allahu akbar.

Begitu pula seorang anak yang dibiasakan untuk mengirim sedekah pada malam hari karena diutus oleh orangtuanya kepada fakir miskin secara rahasia, jelas akan berbeda dengan seorang anak yang disuruh oleh orangtuanya pada malam hari untuk membeli narkoba atau rokok.

Seorang anak yang selalu melihat ayahnya berpuasa senin dan kamis, ikut serta dalam shalat berjama’ah di masjid jelas akan berbeda dengan seorang ayah yang melihat ayahnya berada di tempat perjudian atau bioskop serta tempat-tempat hiburan yang lainnya.

Anda akan melihat seorang anak yang selalu mendengarkan suara adzan mengulang-ngulang lantunan adzan, dan Anda akan melihat seorang anak yang selalu mendengarkan lagu yang dilantunkan orangtuanya, melantunkannya pula.

Sungguh indah andaikata seorang ayah adalah pribadi yang slelu berbuat baik kepada kedua orangtuanya dengan berdo’a untuk mereka dan memohon ampunan kepada Allah bagi keduanya, selalu menanyakan keadaannya dan tenang berada bersama keduanya, selalu memenuhi kebutuhan keduanya dan memperbanyak berdo’a dengan ungkapan:

Robbigh firli waliwali dayya
“Ya Allah ampunilah aku dan kedua orangtuaku”
Dia akan selalu mengucapkan:

Robbbirhamhuma kama robbayani shoghiro
“Ya Allah, kasihanilah mereka berdua sebagaiaman mereka telah mendidikku diwaktu kecil”

Dia pun berziarah ke makam kedua orangtuanya, bersedekah untuk keduanya, menghubungkan kekerabatan dengan orang-orang yamg dekat dengan keduanya, juga memberi kepada orang-orang yang selalu diberi oleh keduanya.

Jika seorang anak melihat perangai orangtuanya yang sedemikain, maka dengan izin Allah anak itu akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Dia akan selalu memohon kepada Allah ampunan bagi kedua orangtuanya, dan sealu melakukn sesuatu yang biasa dilakukan oleh kedua orangtunya kepada kakek dan neneknya.

Seorang anak yang dididik shalat oleh orangtuanya jelas akan berbeda dengan seorang anak yang biasa diajarkan menonton film, musik atau sepak bola.
Sesungguhnya jika seorang anak melihat kedua orangtuanya melakukan shalat malam dengan menangis karena takut kepada Allah juga dengan membaca alqur’an, niscaya dia akan berfikir kenapa ayahnya menangis? Kenapa dia melakuakn shalat? Dan kenapa dia meninggalkan tempat tidur yang empuk lagi hangat? Kenapa dia memilih air wudhu yang dingin ?!
Kenapa dia meninggalkan tempat tidurnya dengan memilih memohon kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap?

Semua pertanyaan ini akan selalu tertanam di dalam pikiran seorang anak dan selalu memikirkannya yang pada akhirnya si anak dengan izin Allah akan meniru apa saja yang dilakukan oleh kedua orangtuanya.

Demikian pula anak perempuan yang melihat ibunya selalu berhijab dan menutup diri dari laki-laki lain, dia telah dihiasi dengan rasa malu dan sikap menjaga kehormatan, kesucian dirinya telah menjadikan dirinya mulia. Jika ibunya demikian niscaya anaknya juga akan belajar menanamkan rasa malu, menjaga kehormatan dan kesucian dari ibunya. Sedangkan anak perempuan yang melihat ibunya selalu berhias diri di depan setiap laki-laki, bersalaman, dan bercampur baur, tertawa dan tersenyum dengan laki-laki lain bahkan berdansa dengan mereka, maka anaknya pun akan belajar yang demikian itu darinya.

Maka bertakwalah kalian wahai para ibu dan ayah! Jagalah anak-anak kalian, dan jadilah kalian sebagai suri tauladan bagi mereka dnegna perangai yang baik dan tabiat yang mulia. Sebelum itu semua, jadilah kalian sebagai suri tauladan dengan memegang teguh agama Allah juga Nabi-Nya.


 Diketik ulang oleh ummu aisyah

Maroji’:
Ensiklopedi Pendidikan Anak hal 38 (Fiqh Tarbiyatil Abnaa’ wa Thaa-ifatun min Nashaa-ihil Athibba’), Mushthafa al-’Adawi

Wahai Anakku , Beginilah cara minum Rasulullah shallallahu ' alaihi wassalam



Para ibu muslimah yang semoga dirahmati oleh Allah, mendidik anak adalah salah satu tugas mulia seorang ibu. Ketika kita berusaha untuk mendidik anak kita sebaik mungkin dan dengan mengharapkan ridha Allah, maka usaha kita tersebut dapat berbuah pahala. Bagaimana tidak, bukankah membina anak agar menjadi generasi yang sholih dan sholihah adalah salah satu bentuk jihadnya para ibu?

Salah satu bentuk pengajaran kepada si kecil adalah mengajarinya tentang adab dan akhlak mulia dalam Islam. Karena bagaimanapun, seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan pribadi anak. Jika sang ibu berakhlak baik maka si kecil pun akan meniru ibunya karena biasanya waktu anak lebih banyak bersama ibunya. Diantara adab yang semestinya kita ajarkan kepada si kecil adalah adab ketika minum.


Inilah Adab Minum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Aktivitas minum merupakan aktivitas yang lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sehingga hal ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan pengajaran bagi anak-anak kita dan melatihnya agar terbiasa minum sesuai dengan tauladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beberapa adab minum yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam antara lain:
  1. Meniatkan minum untuk dapat beribadah kepada Allah agar bernilai pahala.Segala perkara yang mubah dapat bernilai pahala jika disertai dengan niat untuk beribadah. Wahai ibu, maka niatkanlah aktivitas minum kita dengan niat agar dapat beribadah kepada Allah. Dan janganlah lupa memberitahukan anak tentang hal ini.
  2. Memulai minum dengan membaca basmallah.Diantara sunnah Nabi adalah mengucapkan basmallah sebelum minum. Hal ini berdasarkan hadits yang memerintahkan membaca ‘bismillah’ sebelum makan. Bacaan bismillah yang sesuai dengan sunnah adalah cukup dengan bismillah tanpa tambahan ar-Rahman dan ar-Rahim. Dari Amr bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anakku, jika engkau hendak makan ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Thabrani dalam Mu’jam Kabir)
    Dalam silsilah hadits shahihah, 1/611 Syaikh al-Albani mengatakan, “Sanad hadits ini shahih menurut persyaratan Imam Bukhari dan Imam Muslim)Wahai ibu, jangan lupa untuk mengingatkan anak-anak kita untuk membaca ‘bismillah’ ketika hendak minum, agar setan tidak ikut serta menikmati makanan dan minuman yang sedang kita konsumsi.
  3. Minum dengan tangan kanan.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Jika salah seorang dari kalian hendak makan, hendaklah makan dengan tangan kanan. Dan apabila ingin minum, hendaklah minum dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)Ajarkanlah pada si kecil untuk selalu menggunakan tangan kanan ketika makan dan minum. Seringkali si kecil lupa meskipun telah kita ajari, apalagi ketika menyantap makanan ringan (snack) bersama teman mainnya. Nah, saat kita melihatnya, ingatkanlah ia. Janganlah bosan dan merasa jemu untuk mengingatkan anak kita. Insyaa Allah jika kita melakukannya dengan ikhlas mengharap ridha Allah, Allah akan mengganti usaha kita tersebut dengan pahala.
  4. Tidak bernafas dan meniup air minum.Termasuk adab ketika minum adalah tidak bernafas dan meniup air minum. Ada beberapa hadits mengenai hal ini:Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian minum maka janganlah bernafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari no. 5630 dan Muslim no. 263) Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernafas atau meniup wadah air minum.” (HR. Turmudzi no. 1888 dan Abu Dawud no. 3728, hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani).Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi mengatakan, “Larangan bernafas dalam wadah air minum adalah termasuk etika karena dikhawatirkan hal tersebut mengotori air minum atau menimbulkan bau yang tidak enak atau dikhawatirkan ada sesuatu dari mulut dan hidung yang jatuh ke dalamnya dan hal-hal semacam itu.
    Dalam Zaadul Maad IV/325 Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat larangan meniup minuman karena hal itu menimbulkan bau yang tidak enak yang berasal dari mulut. Bau tidak enak ini bisa menyebabkan orang tidak mau meminumnya lebih-lebih jika orang yang meniup tadi bau mulutnya sedang berubah. Ringkasnya hal ini disebabkan nafas orang yang meniup itu akan bercampur dengan minuman. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua hal sekaligus yaitu mengambil nafas dalam wadah air minum dan meniupinya.
  5. Bernafas tiga kali ketika minum.Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum beliau mengambil nafas di luar wadah air minum sebanyak tiga kali.” Dan beliau bersabda, “Hal itu lebih segar, lebih enak dan lebih nikmat.” Anas mengatakan, “Oleh karena itu ketika aku minum, aku bernafas tiga kali.” (HR. Bukhari no. 45631 dan Muslim no. 2028). Yang dimaksud bernafas tiga kali dalam hadits di atas adalah bernafas di luar wadah air minum dengan menjauhkan wadah tersebut dari mulut terlebih dahulu, karena bernafas dalam wadah air minum adalah satu hal yang terlarang sebagaimana penjelasan di atas.
  6. Larangan minum langsung dari mulut teko/ceret.Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Rasulullah melarang minum langsung dari mulut qirbah (wadah air yang terbuat dari kulit) atau wadah air minum yang lainnya.” (HR Bukhari no. 5627). Menurut sebagian ulama minum langsung dari mulut teko hukumnya adalah haram, namun mayoritas ulama mengatakan hukumnya makruh. Ketahuilah wahai para ibu muslimah, yang sesuai dengan adab islami adalah menuangkan air tersebut ke dalam gelas kemudian baru meminumnya.Dari Kabsyah al-Anshariyyah, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rumahku lalu beliau minum dari mulut qirbah yang digantungkan sambil berdiri. Aku lantas menuju qirbah tersebut dan memutus mulut qirbah itu.” (HR. Turmudzi no. 1892, Ibnu Majah no. 3423 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
    Hadits ini menunjukkan bolehnya minum dari mulut wadah air. Untuk mengkompromikan dengan hadits-hadits yang melarang, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani mengatakan, “Hadits yang menunjukkan bolehnya minum dari mulut wadah air itu berlaku dalam kondisi terpaksa.” Mengompromikan dua jenis hadits yang nampak bertentangan itu lebih baik daripada menyatakan bahwa salah satunya itu mansukh (tidak berlaku).”(Fathul Baari, X/94)
  7. Minum dengan posisi duduk.Terdapat hadits yang melarang minum sambil berdiri. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum sambil berdiri. Barang siapa lupa sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk memuntahkannya.” (HR. Ahmad no 8135)
    Namun disamping itu, terdapat pula hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri. Dari Ibnu Abbas beliau mengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637, dan Muslim no. 2027)
    Dalam hadits yang pertama Rasulullah melarang minum sambil berdiri sedangkan hadits kedua adalah dalil bolehnya minum sambil berdiri. Kedua hadits tersebut adalah shahih. Lalu bagaimana mengkompromikannya?
    Mengenai hadits di atas, ada ulama yang berkesimpulan minum sambil berdiri diperbolehkan, meski yang lebih utama adalah minum sambil duduk. Diantara ulama tersebut adalah Imam Nawawi dan Syaikh Utsaimin. Meskipun minum sambil berdiri diperbolehkan, namun yang lebih utama adalah sambil duduk karena makan dan minum sambil duduk adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Minum sambil berdiri tidaklah haram akan tetapi melakukan hal yang kurang utama.
  8. Menutup bejana air pada malam hari.Biasakan diri kita untuk menutup bejana air pada malam hari dan jangan lupa mengajarkan anak kita tentang hal ini. Sebagaimana hadits dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Tutuplah bejana-bejana dan wadah air. Karena dalam satu tahun ada satu malam, ketika ituturun wabah, tidaklah ia melewati bejana-bejana yang tidak tertutup, ataupun wadah air yang tidak diikat melainkan akan turun padanya bibit penyakit.” (HR. Muslim)
  9. Puas dengan minuman yang ada dan tidak mencelanya.
    Ajarkan pula kepada anak, bahwa kita tidak boleh mencela makanan walaupun kita tidak menyukainya.
Para ibu muslimah, itulah beberapa adab ketika minum sesuai kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Alangkah senangnya hati ini ketika kita melihat anak-anak kita meniru kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan membiasakan adab islami kepada anak semenjak kecil, Insya Allah saat dewasa kelak anak-anak akan lebih mudah untuk melaksanakan adab-adab dalam islam dalam kesehariannya, karena ia sudah terbiasa. Maka janganlah bosan untuk mengingatkan si kecil. Semoga Allah membalas usaha kita dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin.


Disusun ulang dari:
Artikel Ustadz Aris Munandar tentang “Adab-Adab Makan Seorang Muslim” di www.muslim.or.id
Minhaajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi