Laman

Rabu, 24 Oktober 2012

Ketika Cobaan Datang Bertubi-tubi



Terkadang seseorang ditimpa ujian 
dan musibah datang bertubi-tubi…
silih berganti…
hilang yang satu datang lagi yang lain semisalnya…

Terkadang seseorang tidak melihat
kegembiraan kecuali sangat jarang sekali.

Sungguh indah perkataan Al-Imam Asy-Syafii
rahimahullah tatkala beliau berbicara
tentang banyaknya kesedihan dan sedikitnya
kegembiraan

ُﻦَﺤِﻣ ٌﺓَﺮْﻴِﺜَﻛ ِﻥَﺎﻣَّﺰﻟﺍ َﻻ ﺎَﻫُﺭْﻭُﺮُﺳَﻭ ... ﻲِﻀَﻘْﻨَﺗ
َﻚْﻴِﺗْﺄَﻳ ِﺩﺎَﻴْﻋَﻷﺎَﻛ

"Ujian zaman banyak dan tidak berhenti
menimpa….
Dan kegembiraannya mendatangimu sesekali
seperti hari raya yang datang sesekali…"

Bahkan terkadang ujian dan musibah
terkadang datang tidak satu persatu akan
tetapi datang bergerombol…

Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata

ﻲِﺗْﺄَﺗ َﻦْﻴِﺣ ُﻩِﺭﺎَﻜَﻤْﻟﺍ ﻲِﺗْﺄَﺗ ًﺔَﻠْﻤُﺟ ... ﻯَﺭَﺃَﻭ
ﻲِﻓ ُﺀْﻲِﺠَﻳ َﺭْﻭُﺮُّﺴﻟﺍ ِﺕﺎَﺘَﻠَﻔْﻟﺍ

"Hal-hal yang dibenci tatkala menimpa
datang secara bergerombol…
Dan aku memandang kesenangan datangnya
sesekali…"

Memang benar, terkadang musibah dan ujian
menimpa seseorang secara bergermbol…
sampai-sampai terkadang seseorang tidak
bisa berfikir dan bersikap yang waras..

Akan tetapi seorang mukmin bagaimanapun
kesulitan dan ujian yang dihadapinya maka
ia akan tetapi percaya dan yakin dengan
rahmat Allah dan bertawakkal kepada Allah.

Ia yakin bahwasanya akan ada jalan
keluar…akan terurai ikatan-ikatan
kesulitan tersebut….bahkan justru
keyakinan ini muncul dan nampak dalam
kondisi yang amat sangat genting !!!

Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata :

ٍﺔَﻟِﺯﺎَﻧ َّﺏُﺮَﻟَﻭ ُﻖْﻴِﻀَﻳ ﻰَﺘَﻔْﻟﺍ ﺎَﻬِﺑ -- َﺪْﻨِﻋَﻭ ًﺎﻋْﺭَﺫ
ِﻪﻠﻟﺍ ُﺝَﺮْﺨَﻤْﻟﺍ ﺎَﻬْﻨِﻣ
ْﺖَﻗﺎَﺿ ْﺖَﻤَﻜْﺤَﺘْﺳﺍ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ﺎَﻬُﺗﺎَﻘَﻠَﺣ ْﺖَﺟُﺮَﻓ --
ُﺖْﻨُﻛَﻭ ﺎَﻬُّﻨُﻇَﺃ َﻻ ُﺝَﺮْﻔَﺗ

"Betapa sering musibah yang menjadikan
sesak dada seorang pemuda… padahal di
sisi Allah ada jalan keluarnya…
Menjadi sempit…bahkan tatkala telah
semakin kokoh rantai-rantai pengikat…
terbukalah…padahal aku telah menyangka
bahwasanya tidak akan terbuka ikatan
tersebut…"

Seorang muslim janganlah lupa bahwasanya
terkadang karunia Allah bisa jadi datang
dalam musibah tersebut…bahwasanya َّﻥَﺃ
ِّﻞُﻛ َﺀﺍَﺭَﻭ ٍﺔَﻨْﺤِﻣ ًﺔَﺤْﻨِﻣ dibalik setiap ujian
ada pemberian dan karunia Allah.

Kita yakin bahwasanya Allah tidak menguji
kita untuk mengadzab kita,
 akan tetapi untuk meramati kita. 
Seberat apapun juga
suatu ujian maka pasti dibaliknya ada
kebaikan yang banyak.

 Bisa jadi kita tidak
akan tahu hikmah dibalik ujian dan
musibah tersebut kecuali setelah perginya
ujian dan musibah tersebut.

Jika kita tidak bisa meliahat keindahan dan
hikmah pada musibah maka hendaknya kita
merenungkan kisah yang terjadi antara Nabi
Musa 'alaihis salam bersama Khodir dalam
surat Al-Kahfi. 

Lihatlah bagaimana Musa
memandang bahwasanya perbuatan Khodir
yang membocorkan perahu, membunuh anak
muda, dan menegakkan dinding merupakan
murni keburukan, sehingga akhirnya iapun
mengingkarnya. Akan tetapi… ternyata
dibalik perkara-perkara tersebut ada
kebaikan dan hikmah. 

Ternyata
dibocorkannya perahu tersebut merupakan
sebab selamatnya perahu agar tidak diambil
oleh raja yang dzolim, 
dibunuhnya anak
tersebut ternyata merupakan rahmat dari
Allah terhadap kedua orang tuanya, yang
ternyata jika sang anak besar maka akan
menjerumuskan kedua orang tuanya dalam
kekufuran. 
Dan dengan menegakkan tembok
yang menyebabkan ditangguhkannya rejeki
kedua anak yatim, ternyata merupakan
rahmat dari Allah.

Sebagaimana pepatah :

َّﺏُﺭ ٍﺮْﻣَﺃ ،ِﻪْﻴِﻘَّﺘَﺗ ِﻪْﻴِﺠَﺗْﺮَﺗ ﺍًﺮْﻣَﺃ َّﺮَﺟ

"Betapa sering perkara yang kau jauhi/tidak
sukai, ternyata mendatangkan perkara yang
kau harapkan"

Allah berfirman :

ﻰَﺴَﻌَﻓ ﻥَﺃ ﺍﻮُﻫَﺮﻜَﺗ ِﻪﻴِﻓ ُﻪﻠﻟﺍ َﻞَﻌﺠَﻳَﻭ ًﺎﺌﻴَﺷ
ًﺍﺮﻴَﺧ ًﺍﺮﻴِﺜَﻛ

"Maka bisa jadi engkau membenci suatu
perkara dan Allah menjadikan pada perkara
tersebut banyak kebaikan" 
(QS An-Nisaa :19)


Seorang penyair berkata :

َﻚْﺘَﻘَﻫْﺭَﺃ ﺍَﺫِﺇ ُﻡْﻮُﻤُﻫ َﻚَّﺴَﻣَﻭ.... ﺓِﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ﺎَﻬْﻨِﻣ
ُﻢْﻴِﻈَﻋ ِﺭَﺮَّﻀﻟﺍ ..

Jika kesedihan hidup sungguh telah
melelahkanmu…
Kau telah ditimpa dengan kemudorotan yang
besar

ِﻦْﻳَﺮْﻣَﺄْﻟﺍ َﺖْﻗُﺫَﻭ ﻰَّﺘَﺣ َﻙُﺩﺍَﺆُﻓ َّﺝَﺽَﻭ...َﺖْﻴَﻜَﺑ
َﺮَﺠَﻔْﻧﺍ ﻰَّﺘَﺣ ..

Dua perkara tersebut telah kau rasakan
hingga membuatmu menangis…

Hatimu telah bergeliak hingga meledak

ْﺕَّﺪُﺳَﻭ َﻚِﻬْﺟَﻮِﺑ ُّﻞُﻛ َﺖْﻜَﺷْﻭَﺃَﻭ...َﺏْﻭُﺭُّﺪﻟﺍ ْﻥَﺃ
َﻂُﻘْﺴَﺗ ِﺮَﻔُﺤْﻟﺍ َﻦْﻴَﺑ ..

Telah tertutup seluruh jalan dihadapanmu…
Engkau hampir terjungkal diantara lobang-lobang…

ْﻢِّﻤَﻴَﻓ ِﻪﻠﻟﺍ ﻰَﻟِﺇ َّﺙُﺏَﻭ...ٍﺔَﻔْﻬَﻟ ﻲِﻓ َﺓﺎَﻜَّﺸﻟﺍ
ِﺮَﺸَﺒْﻟﺍ ِّﺏَﺮِﻟ

Maka menujulah kepada Allah dalam
kesedihan…dan curahkanlah keluhanmu
kepada Penguasa manusia"



(Diringkas oleh Firanda Andirja)

Sabtu, 13 Oktober 2012

Jadilah Seperti Lebah .... Bukan Lalat !!!



JADILAH SEPERTI LEBAH … BUKAN LALAT !!!

Seorang Penyair berkata :

شَرُّ الْوَرَى بِعُيُوْبِ النَّاسِ مُشْتَغِلُ .... مِثْلُ الذُّبَابِ يُرَاعِي مَوْطِنَ الْعِلَلِ
Seburuk-buruk manusia adalah yang hanya sibuk mencari aib/kekurangan orang-orang…. Seperti lalat yang hanya memperhatikan bagian luka


فَعَيْنُهُ أَبَداً باِلسَّوْءِ مُغْرَمَةٌ .... فَلاَ يَرَى غَيْرَ قَبِيْحِ الْفِعْلِ وَالْخَلَلِ
Selalu saja matanya tertarik dengan melihat keburukan... Maka tidaklah ia memandang kecuali perbuatan buruk dan kesalahan…


وَلاَ تَرَى عَيْنُهُ إِلاَ مَسَاوِئَنَا .... وَتَشْتَهِي رُْؤَيَةَ الأَوْضَارِ وَالزَّلَلِ

Tidaklah matanya melihat kecuali keburukan-keburukan kita…Bahkan ia senang jika melihat kotoran-kotoran dan ketergelinciran…


يَكْبِلُ النَّاسَ بِالأَصْفَادِ تَمْنَعُهُمْ .... مِنَ النُّهُوْضِ وَتَفَشِّي الْحِسِّ بِالْفَشَلِ
Ia mengikat manusia dengan belenggu yang menahan mereka …untuk bangkit dan menjadikan orang-orang selalu merasa gagal…

Ada sebagian orang yang hobinya hanya mencari-cari kesalahan dan kekurangan…, hampir-hampir tidak ada sesuatupun yang menyenangkannya. 

Tidaklah ia memandang makanan yang lezat terhidangkan kecuali matanya tertuju pada sehelai rambut yang tidak sengaja terjatuh di atas makanan tersebut, lalu diapun mencela makanan tersebut…!!

Tidak ada buku yang baik dan bermanfaat kecuali matanya tertuju pada kesalahan cetak yang terdapat pada buku tersebut…, tidaklah ia melihat pakaian yang bersih kecuali matanya tertuju pada setetes tinta yang –tanpa sengaja- mengotori baju tersebut…

Jika ia mengendarai kendaraan sahabatnya…maka spontan ia berkata, "Udah tua model mobilmu…!!"

Jika ia masuk ke rumah sahabatnya ia spontan berkata, "Perabot rumah udah lama dan usang, kenapa tidak diganti-ganti?, apa tidak bosan??!!"

Jika ia pulang kerumahnya –sementara istrinya sudah berjam-jam menyiapkan hidangan makanan- maka ia berkata, "Kenapa engkau tidak membuatkan aku makanan ini dan itu??!", padahal istrinya telah menyiapkan berbagai macam hidangan..


Lihatlah adab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

Abu Hurairoh radhiallahu 'anhu berkata :

مَا عَابَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَْط كَانَ إِذَا اشْتَهَى شَيْئًا أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan, jika ia suka maka ia makan, dan jika ia tidak suka maka beliau tinggalkan"
(HR Al-Bukhari no 3563 dan Muslim no 2064)


Anas bin Maalik radhiallahu 'anhu berkata, 

وَاللهِ لَقَدْ خَدَمْتُهُ تِسْعَ سِنِيْنَ مَا عَلِمْتُهُ قَالَ لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا؟ أَوْ لِشَيْءٍ تَرَكْتُهُ هَلاَّ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا؟
"Demi Allah aku telah melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selama sembilan tahu, aku tidak pernah mengetahuinya berkata kepada apa yang aku kerjakan, "Kenapa engkau melakukan ini dan itu", dan tidak juga pernah berkata kepada sesuatu yang aku tinggalkan, "Kenapa engkau tidak melakukan ini dan itu?"
(HR Muslim no 2309).


Jadilah engkau seperti LEBAH yang hanya mengambil kebaikan dari sari-sari bunga dan meninggalkan keburukan-keburukan, bukan seperti lalat yang mecari-cari luka-luka yang bau…

SUNGGUH KASIHAN orang yang modelnya seperti ini…ia menyiksa dirinya…dan juga menyiksa orang lain… Tidak ada sesuatupun yang memuaskan dirinya…dan perkataannya selalu menyakiti perasaan orang lain…perasaan sahabatnya bahkan perasaan istrinya…

Bahkan bisa jadi orang-orang akan membalas perbuatannya…mencari-cari dan mengumbar kesalahan-kesalahannya …!!!


Al-Imam As-Syaafi'i rahimahullah berkata :

إَذَا رُمْتَ أَنْ تَحْيَا سَلِيْماً مِنَ الرَّدَى .... وَدِيْنُكَ موفورٌ وَعِرْضُكَ صَيِّنُ
Jika engkau ingin hidup selamat dari kehinaan…. Agamamu terjaga demikian pula harga dirimu…

فَلاَ يَنْطِقَنْ مِنْكَ اللِّسَانُ بِسَوْأَةٍ .... فَكُلُّكُ سَوْءَاتٌ وَلِلنَّاسِ أَلْسُنُ
Maka janganlah sekali-kali lisanmu mengucapkan keburukan….Sesungguhnya seluruh dirimu adalah kekurangan dan orang-orang juga memiliki lisan (yang bisa mencelamu)
وَعَيْنَاكَ إنْ أَبْدَتْ إِلَيْكَ مَعَايِباً .... فَدَعْهَا ، وَقُلْ يَا عَيْنُ لِلنَّاسِ أَعْيُنُ
Dan jika kedua matamu melihat aib-aib (orang lain)… maka tinggalkanlah dan katakanlah kepada matamu, "Wahai mataku, sesungguhnya orang-orang juga memiliki mata"

وَعَاشِرْ بِمَعْرُوفٍ ، وَسَامِحْ مَنِ اعْتَدَى .... وَدَافِعْ وَلَكِنْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Hendaknya engkau bergaul dengan cara yang baik, maafkanlah orang yang bersalah kepadamu…Serta tolaklah kesalahan orang tersebut akan tetapi dengan cara yang terbaik

Ingatlah kata Imam As-Syafi'i, "Dirimu seluruhnya adalah kekurangan…!!". Jika orang lain ingin mencari kesalahanmu maka seluruh bagian tubuhmu bisa menjadi bahan celaan…songkokmu… kaca matamu…cara jalanmu… wajahmu…tubuhmu..semuanya bisa jadi bahan celaan..!!

TAPI…

Ini bukan berarti kita meninggalkan nasehat…
bahkan menasehati kesalahan-kesalahan merupakan kewajiban…
akan tetapi janganlah terlalu detail dan bersikap "mencari-cari", 
akan tetapi kesalahan yang jelas nyata dan tersebar 
maka tegakkanlah nasehat 
sebagai pengamalan perintah Allah dan RasulNya dalam bernahi mungkar !!!


Wallahu A'lam bi As-Showaab

Jumat, 12 Oktober 2012

Galau ....



Bismillah,

Sebab kegalauan hidup itu ada lima macam dan seyogyanya seseorang merasakan kegalauan karena kelima macam tersebut :


PERTAMA :
Kegalauan karena dosa pada masa lampau, karena dia telah melakukan sebuah perbuatan dosa sedangkan dia tidak tahu apakah dosa tersebut diampuni atau tidak? Dalam keadaan tersebut dia harus selalu merasakan kegalauan dan sibuk karenanya.


KEDUA :
Dia telah melakukan kebaikan, tetapi dia tidak tahu apakah kebaikan tersebut diterima atau tidak.


KETIGA :
Dia mengetahui kehidupannya yang telah lalu dan apa yang terjadi kepadanya, tetapi dia tidak mengetahui apa yang akan menimpanya pada masa mendatang.


KEEMPAT :
Dia mengetahui bahwa Allah menyiapkan dua tempat untuk manusia pada hari Kiamat, tetapi dia tidak mengetahui ke manakah dia akan kembali (apakah ke Surga atau ke Neraka) ?


KELIMA :
Dia tidak tahu apakah Allah ridha kepadanya atau membencinya?


Siapa yang merasa galau dengan lima hal ini dalam kehidupannya, maka tidak ada kesempatan baginya untuk tertawa.


[(Tanbiihul Ghaafiliin (I/213), al Faqih as Samarqandy. Tahqiq 'Abdul 'Aziz al Wakil, Darus Syuruuq, 1410H) "Ad-Dun-yaa Zhillun Zaa-il", Penulis 'Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim].



DOA SHAHIH PENGUSIR GALAU :

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ،وَابْنُ عَبْدِكَ،وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.

Allaahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwalaka, sammayta bihi nafsaka, aw anzaltahu fii kitaabika, aw ‘allamtahu ahadan min kholqika, awis ta’ tsar ta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robbii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.


Artinya :

“Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadhaMu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diriMu, yang Engkau turunkan dalam kitabMu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu atau yang Engkau khususkan untuk diriMu dalam ilmu ghaib di sisiMu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.”

 [HR. Ahmad 1/391. Menurut pendapat Al-Albani, hadits tersebut adalah sahih.]



Sumber: Catatan Fb teman

Rabu, 10 Oktober 2012

Mataku Tidak Bisa Terpejam Sebelum Engkau Ridho ...



Diriwayatkan dari Anas bin Malikradhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا بَلَى يَا رَسُوْلَ الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حَتَّى تَرْضَى

“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” 
(HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)

Istri yang menginginkan hidup penuh dengan kebahagiaan bersama suaminya adalah istri yang tidak mudah marah. Dan niscaya dia pun akan meredam kemarahan dirinya dan kemarahan suaminya dengan cinta dan kasih sayang demi menggapai kebahagiaan surga. Ia tahu bahwa kemuliaan dan posisi seorang istri akan semakin mulia dengan ridha suami. Dan ketika sang istri tahu bahwa ridha suami adalah salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga, niscaya dia akan berusaha menggapai ridha suaminya tersebut. 


AllahSubhaanahu wa Ta’alaa berfirman ketika menjelaskan cirri-ciri orang yang bertaqwa, satu di antaranya adalah orang yang pemaaf ;

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. 
(Qs. Ali-Imran: 134)


Wahai para istri shalihah, jadikan baktimu kepada suamimu berbalas ridha Allah. Lakukanlah baktimu dengan niat ikhlas karena Allah, berusahalah dengan sungguh-sungguh dan lakukan dengan cara yang baik. Lakukanlah untuk mendapatkan ridha suamimu, maka Allah pun akan ridha terhadapmu.. Insyaalah.


Sebaliknya, apabila suami tidak ridha, Allah pun tidak memberikan keridhaan-Nya. Parahnya lagi, para malaikat pun akan melaknat istri yang durhaka. Rasulullaahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan terhadapnya), maka penghuni langit murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.” (HR. Bukhari no. 5194 dan Muslim no.1436)


Bahkan, apabila suami murka bisa mengakibatkan tertolaknya shalat yang dilakukan oleh sang istri. Wal iyyadzubillaah. Sebagaimana sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hadits riwayat Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa,

ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ

“Ada tiga kelompok yang shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di ataskepalanya (tidak diterima oleh Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” 
(HR. Ibnu Majah I/311 no. 971 dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih no. 1128)


Gapailah ridha Allah melalui ketaatan terhadap suami

Marilah kita berusaha mendapatkan ridha Allah. Karena mendapatkan ridha Allah merupakan tujuan utama dari kehidupan seorang muslim. Dan kehidupan berumah tangga merupakan bagian darinya, dan satu diantara yang akan mendatangkan keridhaan Allah adalah proses ketaatan istri terhadap suaminya. Sebuah tujuan yang lebih agung daripada berbagai kenikmatan apapun. 

Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’alaa,

وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar”. 
(Qs. At-Taubah: 72)


Diutamakannya ridha Allah atas nikmat yang lain menunjukkan bahwa sekecil apapun yang akan membuahkan ridha Allah, itu lebih baik daripada semua jenis kenikmatan. Seorang istri hendaknya menjadikan ridha Allah sebagai tujuan utama. Harapan untuk meraih ridha Allah inilah yang seharusnya dijadikan motivasi bagi istri untuk senantiasa melaksanakan ketaatan kepada sang suami. Jika Allah sudah memberikan ridha-Nya, adakah hal lain yang lebih baik untuk diharapkan?

Tapi ingatlah saudariku, bahwasanya ketaatan terhadap suami bukanlah sesuatu yang mutlak, tidak boleh taat kepadanya dalam hal kemaksiatan. Tidak ada alasan ketaatan untuk kemaksiatan.

لاَ طَاعَةَ لِـمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْـخَالِقِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq” 
(Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihahno. 179)


Walaupun keluarga dalam masalah, seperti himpitan ekonomi, hutang yang kelewat besar atau persoalan kehidupan lainnya, seorang istri tetap tidak dibenarkan menuruti perintah suaminya yang melanggar kaidah syar’i. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda,

لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada kewajiban taat jika diperintahkan untuk durhaka kepada Allah. Kewajiban taat hanya ada dalam kebajikan” 
(HR Ahmad no 724. Syeikh Syuaib Al Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim”).


Dan ketahuilah duhai para istri shalihah, bahwasanya ridha suami berlaku pula untuk amalan sunnah yang hendak dikerjakan oleh sang istri, seperti berpuasa atau menerima tamu. Dalam hal ini, istri juga wajib mendapat ridha suami melalui izinnya. Rasulullaahshallallaahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita,

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi seorang isteri untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan tidak halal memberi izin (kepada orang lain untuk masuk) ke rumahnya kecuali dengan seizin suaminya.”
(HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)


Memang benar adanya bahwa kehidupan yang telah dan sedang kita jalani telah memberikan banyak pengalaman berupa tantangan dan kesulitan dalam kehidupan suami istri. Hadapilah kesulitan-kesulitan tersebut dengan kesabaran dan ketabahan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Abu Darda’ kepada istrinya,


Disebutkan dalam Tariqh Damasyqus (70/151) dari Baqiyah bin Al-Walid bahwa Ibrahim bin Adham berkata, Abu Darda’ berkata kepada istrinya Ummu Darda’.

إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون

“Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha dan. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah “Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah”.

Suamimu bukanlah malaikat

Sadarilah pula wahai para istri yang shalihah.. bahwa suami kita bukanlah malaikat, dan tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Kalau kita menyadari akan hal ini, persiapkanlah diri kita untuk menerima kesalahan dan kekeliruan suami kita, serta berusaha untuk tidak mempermasalahkannya. Karena berbuat salah sudah menjadi tabiat manusia. Kita bisa mengambil sikap bijak untuk menanggulangi kesalahan-kesalahan tersebut. Bukan dengan mengikuti kesalahan-kesalahan suami, tetapi bisa melalui dua hal.

Pertama, Menasehati suami dengan cara yang baik apabila terbukti jelas ia berbuat kesalahan dalam kehidupan rumah tangga.

Kedua, tidak mencela dan mencemoohnya bila ia berulang kali melakukan kesalahan yang sulit dihindari tabiatnya, dan ini pasti ada dalam kehidupan berumah tangga, akan tetapi bantulah dia untuk memperaiki diri dan meninggalkan kesalahan tersebut. Allahsubhaanahu wa ta’aala berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
(QS. An-Nisaa’: 19)



Bersyukurlah akan anugerah dari Allah kepada kita berupa sang suami

Duhai para istri..

Marilah kita sadari bahwasanya suami yang Allah anugerahkan kepada kita adalah sebuah nikmat yang besar. Perhatikanlah di sekeliling kita! Betapa banyak para wanita yang mendambakan kehadiran seorang suami, tapi belum juga mendapatkannya. Dan betapa banyak pula wanita-wanita yang terpisah jauh dari suaminya, bahkan betapa banyak pula wanita-wanita yang kehilangan suaminya. Bersyukurlah duhai para istri shalihah. Janganlah sampai kita tergolong ke dalam firman Allah berikut ini.

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur (berterima kasih)”. (Qs. Saba’:13)


Perhatikan hak-hak suami dan peranan masing-masing istri dan suami

Dan ingatlah pula bahwasanya suami adalah nahkoda bagi rumah tangga kita.
 AllahSubhaanahu wa Ta’aalaa berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
(QS. An-Nisaa’ 34)


Ya, suami adalah pemimpin rumah tangga kita. Maka dari itu, kita (suami dan istri) harus saling memahami peran masing-masing di dalam rumah tangga. Taatilah suami kita dengan baik selama bukan ketaatan dalam perbuatan maksiat. Karena taat kepada suami merupakan salah satu kewajiban kita sebagai istri. Dengan begitu, kita bisa merebut hati suami kita dan kita pun akan mendapatkan ganjaran dari Allah berupa surganya yang indah. 

Perhatikanlah hadits berikut ini,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulanRamadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” 
(HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Dan jagalah hak-hak suami kita. Sadarilah besarnya hak suami atas diri kita. Ingatlah, sejak kita menikah, maka sang suamilah yang paling berhak atas diri kita. Sampai-sampai Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seseorang sujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang wanita sujud kepada suaminya.” 
(Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi, di shahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaa’ul Ghalil (VII/54).


Bersyukurlah terhadap pemberian suami

ورأيت النار فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟ قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت منك خيرا قط

“Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, ‘Mengapa (demikian) wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, ‘Karena kekufuran mereka.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Apakah mereka kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka kufur terhadap suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” 
(HR. Bukhari, no. 105 2 , dari Ibnu Abbasradhiyallahu ‘anhuma)


Jangan selalu melihat kekurangan suami. Apabila kita menemukan adanya kekurangan pada diri suami kita, sadarilah bahwasanya kita pun mempunyai banyak kekurangan. Berusahalah untuk saling menutupi kekurangan-kekurangan yang ada.


Dan bersyukur pulalah atas pemberian suami. Jangan sekali-kali istri meremehkan atau tidak suka kepada suaminya hanya karena uang yang diberikan suaminya terlalu kecil menurut pandangannya, padahal sang suami telah bekerja keras. Ingatlah kepada Allah apabila keinginan hendak meremehkan itu muncul. Bagaimana mungkin seorang istri meremehkan setiap tetes keringat suaminya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah menganggapnya mulia?


Apapun pekerjaannya dan berapa pun penghasilannya, bukanlah masalah besar asalkan halal dan mampu dilakukan secara berkelanjutan. Bersyukurlah dan bersabarlah wahai para istri shalihah. Bukankah masih banyak orang-orang yang keadaannya jauh di bawah kita? Ingatlah akan sabda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ

“Pandanglah orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah kalian memandang orang yang berada di atas kalian. Karena yang demikian itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kalian.”
(HR Muslim, no. 2963)


Bersyukurlah dengan kebaikan-kebaikan suami yang ada. Karena istri yang tidak bersyukur akan kebaikan suami adalah istri yang tidak bersyukur kepada Allahsubhaanahu wa ta’alaa. 

Sebagaimana sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

لا يشكر الله من لا يشكر الناس

“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah”.
(Hadits riwayat Abu Daud dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud(4811).


Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah

Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah. Istri shalihah, yaitu istri yang baik akidahnya, amal ibadahnya dan baik pula akhlaknya. Bagi seorang suami, istri shalihah tak sekedar istri. Ia adalah teman di setiap langkah kehidupan, pengingat di kala lalai, penuntun di saat tersesat, dan ia adalah ustaadzah bagi rumah tangganya. Sungguh, tiada kebahagiaan di dunia yang lebih indah daripada bersanding dengan istri shalihah.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
(HR. Muslim no. 1467)

Menjadi istri shalihah adalah sebuah kemungkinan yang dapat diraih dengan keihklasan dan bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan. Pelajarilah bagaimana wanita terdahulu mampu meraihnya.
Contohlah mereka dan lakukan dalam rumah tangga kita. Jika sudah demikian, bersabarlah untuk memetik hasilnya.


Kita sadari bahwasanya,

Kita bukanlah Hajar, yang begitu taat dalam ketakwaan,

Kita bukanlah Asiyah, yang begitu sempurna dalam kesabaran,

Kita bukanlah Khadijah, yang menjadi teladan dalam kesetiaan,

Kita bukanlah ‘Aisyah, yang menjadikan indah seisi dunia,

Tetapi kita, hanyalah seorang istri yang berusaha meraih predikat “Shalihah”.


Wa shallallaahu ‘ala nabiyyiinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam



***
muslimah.or.id
Penulis: Yuhilda Ummu Izzah
Muraja’ah: Ustadz Abu Salman Hafizhahullaahu Ta’alaa

Maraji:
Qur’anul Karim dan Terjemahannya
http://quraan-sunna.com/vb/archive/index.php/t-46228.html
Al-Imam Bukhari, Shahiihul Bukhaarii, Daarul Hadiits, Kairo.
Dr. Najla’ As-Sayyid Nayil, Agar Suami Cemburu Padamu, Bekal Bagi Para Istri, At-Tibyan, Solo.
Syaikh Nada Abu Ahmad, Abul Hasan bin Muhammad Al-Faqih, Suami Shalih Aku Merindukanmu, Kiswah Media, Solo.
Asadullah Al-Faruq, 24 Jam Amalan Agar Suami Makin Sayang, Taqwa Media, Solo.
Abu Thalib Abdul Qadir Bin Muhammad Bin Husain, Merangkai Bunga-Bunga Bahagia di Taman Keluarga, Abyan, Solo.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Pusta

Sabtu, 06 Oktober 2012

Hanya KepadaMU aku berlindung ...



Barangsiapa yang bergantung kepada selain Allah, niscaya dia akan ditelantarkan. Sebab hanya Allah satu-satunya tempat berlindung, meminta keselamatan, dan tumpuan harapan. Allah, Rabb yang menguasai segenap langit dan bumi, tidak ada satupun makhluk yang luput dari kekuasaan dan ilmu-Nya. Segala manfaat dan madharat berada di tangan-Nya. Maka sungguh mengherankan apabila manusia yang lemah bersandar kepada sesama makhluk yang lemah pula, mengapa dia tidak menyandarkan urusannya kepada Allah ta’ala yang maha kuasa ?


Bukankah setiap hari, di setiap kali sholat, bahkan dalam setiap raka’at sholat kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya.
Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita…

Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.”
 (QS. al-Ma’idah: 23).

Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menggantungkan hati semata-mata kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tawakal adalah ibadah. Barangsiapa menujukan ibadah itu kepada selain Allah maka dia telah melakukan kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 256)


Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi kebutuhannya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dia pasti akan mencukupinya…”
(QS. ath-Thalaq: 3).

Ayat yang agung ini menunjukkan bahwasanya tawakal merupakan salah satu sebab utama untuk bisa mendapatkan kemanfaatan maupun menolak kemadharatan. Tawakal adalah kewajiban dan ibadah. Barangsiapa yang menujukan ibadah ini kepada selain Allah maka dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 260)


Salah satu bentuk perbuatan bergantung kepada selain Allah adalah dengan meminta perlindungan dan keselamatan hidup kepada selain Allah, entah itu jin, penghuni kubur ataupun yang lainnya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu menyeru kepada selain Allah, sesuatu yang jelas tidak menjamin manfaat maupun madharat kepadamu, apabila kamu tetap melakukannya niscaya kamu termasuk golongan orang-orang yang zalim.”
(QS. Yunus: 106).

Mendatangkan manfaat dan menolak madharat adalah kekhususan yang dimiliki Allah. Barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah dan dia meyakini bahwasanya yang dia seru itu menguasai kemanfaatan dan kemadharatan sebagai sekutu bagi Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan
 (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 104)


Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 
(QS. Yunus: 107).

 Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa menyingkap keburukan/bahaya dan mendatangkan manfaat merupakan kekhususan Allah ‘azza wa jalla. Barangsiapa yang mencari hal itu dari selain Allah sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 105)


Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat berlindung selain-Nya.
 Kalau Allah yang menguasai hidup dan mati kita, lalu mengapa kita gantungkan hati kita kepada jin dan benda-benda mati yang tidak menguasai apa-apa?!



Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi