Laman

Sabtu, 22 Desember 2012

Nasihat Dari Hati ke Hati tentang Hati.



Ibnul Qayyim -rahimahullah- adalah salah seorang ulama besar yang telah banyak berbicara tentang hati. Berikut ini adalah beberapa untaian kalimat Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- tentang hati, yang tertuang dalam salah satu bukunya al-Fawaid. Semoga kalimat-kalimat ini bisa memberikan manfaat besar kepada kita semua.

Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata:

~Tidaklah seseorang dihukum dengan hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan kerasnya hati dan jauhnya dari Allah.

~Neraka telah diciptakan untuk mencairkan hati-hati yang keras.

~Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.

~Jika hati mengeras, keringlah air mata.

~Kerasnya hati disebabkan oleh empat hal jika engkau melampaui batas yang dibutuhkan (yaitu); makan, tidur, berbicara dan pergaulan.

~ Sebagaimana badan jika sakit tidak akan bermanfaat padanya makanan dan minuman, maka demikian pula hati jika sakit karena syahwat tidak akan manjur padanya berbagai nasihat.

~Barangsiapa menghendaki kejernihan hatinya, hendaknya dia melebih utamakan Allah atas syahwatnya.

~Hati-hati yang terikat dengan syahwat, berarti tertutup dari Allah sesuai dengan keterikatannya dengan syahwat.

~Kehancuran hati disebabkan karena merasa aman (dari siksaan Allah -pent) dan kelalaian.

~Sedangkan kemakmuran hati disebabkan oleh rasa takut dan selalu ingat.

~Kerinduan kepada Allah dan perjumpaan dengan-Nya adalah angin segar yang bertiup kepada hati yang akan mendinginkan darinya panasnya dunia.

~Barangsiapa menempatkan hatinya disi Rabbnya niscaya akan tenang dan tenteram.

~Barangsiapa membebaskan hatinya pada manusia, niscaya dia akan kebingungan dan akan semakin tegang (stress).

~Kecintaan kepada Allah tidak akan masuk ke dalam hati yang padanya terdapat kecintaan terhadap dunia kecuali sebagaimana onta masuk ke dalam lubang jarum.

~Jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya Dia akan memilihnya untuk Diri-Nya, memilihnya untuk mencintai-Nya, memilihnya untuk beribadah kepada-Nya, sehingga Dia akan menyibukkan pikirannya dengan-Nya, menyibukkan lisannya untuk berdzikir kepada-Nya, dan menyibukkan anggota tubuhnya untuk mengabdi kepada-Nya.

~Hati bisa sakit sebagaimana badan bisa sakit. Dan obat hati ada pada taubat dan perlindungan diri.

~ Hati juga bisa kotor sebagaimana cermin bisa kotor. Dan mengkilapnya hati adalah dengan dzikir.

~ Hati bisa telanjang sebagaimana tubuh juga bisa telanjang.

~Dan perhiasan hati adalah ketakwaan.

~Hati juga bisa lapar dan haus sebagaimana halnya badan.

~Dan makanan dan minuman hati adalah ma’rifah (pengetahuan tentang Allah), mahabbah (kecintaan terhadap Allah), tawakal, senantiasa kembali dan mengabdi hanya kepada Allah.


[Sumber: al-Fawaid 146-147, diterjemahkan dari al-Majmu'ul Qayyim min Kalam Ibnil Qayyim 110-111]

Senin, 10 Desember 2012

Mutiara Salaf




“Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, niscaya Allah mengharamkan surga kepadanya, sedang tempatnya ialah neraka. Tidaklah ada seorang penolong pun bagi orang-orang zhalim itu.”— Q.S. Al-Mâ`idah: 72



الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
“(Perbuatan) kebajikan (berasal) dari akhlak yang baik, sedang dosa-dosa adalah segala sesuatu yang menyesakkan dadamu dan engkau enggan bila manusia mengetahuinya.”— H.R. Muslim



“Zina kedua mata adalah memandang.”
Yakni bahwa melihat hal yang diharamkan adalah seperti zina sebab itu adalah perantara untuk berzina.— Muttafaqun ‘Alaihi



مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ
“Segala sesuatu yang berada di sisi kalian akan sirna, sedangkan segala sesuatu yang berada di sisi Allah akan kekal.” — Q.S. An-Nahl: 96



يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.”
Ayat di atas adalah celaan terhadap orang-orang yang mengenal berbagai jalan untuk mendapatkan dunia, tetapi lalai terhadap akhiratnya. — Q.S. Ar-Rûm: 7



إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”— Q.S. Al-Hujurât: 13



مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah akan memahamkannya dalam agama.” — H.R. Al-Bukhâry dan Muslim



مَنْ مَشَى فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ إِلَى الْمَسَاجِدِ آتَاهُ اللَّهُ نُورًا يوم القيامة
“Barangsiapa yang berjalan ke masjid pada kegelapan malam, Allah akan memberi cahaya kepadanya pada hari kiamat.” — H.R. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, & Selainnya, Ats-Tsamrul Mustathâb hal. 502-503



إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai bila salah seorang di antara kalian mengerjakan amalan yang dilakukan secara mutqin (sempurna/lengkap).” — H.R. Abu Ya’lâ dan selainnya, Silsilah Ahâdist Ash-Shahîhah no. 1113



نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ، وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak manusia merugi di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” — H.R. Al-Bukhâry



“Sesungguhnya kebaikan adalah sinar pada wajah, cahaya dalam hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan pada hati makhluk.Sesungguhnya kejelekan adalah kegelapan pada wajah, gulita pada alam kubur dan hati, kelemahan pada badan, kekurangan dalam rezeki, dan kebencian pada hati makhluk.” — Ibnu ‘Abbâs, Al-Jawâb Al-Kâfy hal. 62



Biasakanlah mengucapkan, ‘Insya Allah,’ atas sesuatu hal yang akan datang.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا. إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,’ kecuali (dengan menyebut), ‘Insya Allah’.”— Q.S. Al-Kahf: 23-24



وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ، صُبَّ فِي أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Barangsiapa yang mendengar pembicaraan suatu kaum, sedang kaum itu tidak senang kepadanya atau mereka lari darinya, akan dituangkan timah putih pada telinganya pada hari kiamat.” — H.R. Al-Bukhâry



Dalam menghadapi fitnah, Thalq bin Habib menasihatkan agar berlindung dengan ketakwaan. Ketika ditanya, “Apa takwa itu?” Beliau menjawab,
“Takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah, mengharap rahmat Allah, dan meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah, takut akan siksaan Allah.” — Siyâr A’lam An-Nubalâ` dan selainnya



ثَلَاثَةٌ لَا تَرَى أَعْيُنُهُمُ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ حَرَسَتْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَعَيْنٌ غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ
“Ada tiga (orang) yang mata-mata mereka tidak akan melihat neraka pada hari kiamat: mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang berjaga-jaga di jalan Allah, dan mata yang menundukkan pandangan dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah.”— Dishahihkan oleh Al-Albâny dari sejumlah shahabat, Ash-Shahîhah no. 2673



مَا لِيْ لَا أَرَى مِيْكَائِيْلَ ضَاحِكًا قَطُّ قَالَ مَا ضَحِكَ مِيْكَائِيْلُ مُنْذُ خُلِقَتِ النَّارُ
“Mengapa saya sama sekali tidak pernah melihat Mika`il tertawa? (JIbril) menjawab, ‘Mika`il tidak pernah tertawa semenjak neraka diciptakan.’.” — Dihasankan oleh Al-Albany dengan seluruh jalurnya, Ash-Shahîhah & Shahîh At-Targhîb



‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhany berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan keselamatan itu?”
Rasulullah menjawab,
أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
“Jagalah lisan engkau, hendaknya engkau merasa lapang dengan rumahmu, dan tangisilah kesalahanmu.” — H.R. At-Tirmidzy dan selainnya, Shahîh At-Targhîb & Ash-Shahîhah



اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan segera lima perkara sebelum (datang) lima perkara: waktu mudamu sebelum (datang) waktu tuamu, kesehatanmu sebelum (datang) sakitmu, kekayaanmu sebelum (datang) kefakiranmu, waktu luangmu sebelum (datang) waktu sibukmu, dan kesehatanmu sebelum (datang) kematianmu.” — H.R. Al-Hâkim dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albâny



“Dan orang-orang yang kafir, kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci terhadap (Al Qur’an) yang Allah turunkan, lalu Allah menghapus (pahala-pahala) amal-amal mereka.” — Q.S. Muhammad: 8-9



Dari Al-Barâ` bin ‘Âzib radhiyallâhu ‘anhumâ, beliau bertutur, “Kami pernah bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada sebuah jenazah, kemudian beliau duduk di pinggir kubur, lalu menangis hingga membasahi tanah. Beliau bersabda,

يَا إِخْوَانِى لِمِثْلِ هَذَا فَأَعِدُّوا
‘Wahai saudara-saudaraku, untuk (keadaan) seperti ini hendaknya kalian bersiap.’.” — Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan selainnya., Baca Ash-Shahîhah no. 1751



Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah yang mau menerima kalimat-kalimat ini agar diamalkan dan diajarkan kepada siapa saja yang akan mengamalkannya?’ Abu Hurairah menjawab, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau memegang kedua tanganku seraya bertutur,
‘Takutlah engkau kepada segala sesuatu yang diharamkan, niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah. Ridhailah segala sesuatu yang Allah bagi kepadamu, engkau pasti menjadi manusia yang paling cukup. Berbuatbaiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin. Cintailah untuk manusia,segala sesuatu yang engkau cintai untuk dirimu, engkau pasti menjadi seorang muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa karena banyak tertawa akan mematikan hati.’.”— Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, dan selainnya., Baca Ash-Shahîhah no. 930



“Sesungguhnya salah seorang dari kalian berbicara dengan sebuah kalimat berupa keridhaan Allah -tidak pernah dia menyangka akan tersebar sedemikian rupa- maka, lantaran (kalimat itu), Allah menulis keridhaan baginya hingga hari tatkala dia menghadap kepada-Nya. Dan sungguh seorang lelaki di antara kalian berbicara dengan sebuah kalimat berupa kemurkaan Allah -tidak pernah dia menyangka akan tersebar sedemikian rupa- maka, lantaran (kalimat itu), Allah menulis kemurkaan baginya hingga hari saat dia menghadap kepada-Nya.”— Diriwayatkan oleh Imam Malik, Ahmad, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ibnu HIbban, Al-Hakim, dan selainnya., Ash-Shahîhah no. 888



مَنْهُومَانِ لَا يَشْبَعَانِ: مَنْهُومٌ فِي عِلْمٍ لَا يَشْبَعُ، وَمَنْهُومٌ فِي دُنْيَا لَا يَشْبَعُ
“Dua ketamakan yang tidak pernah kenyang: ketamakan terhadap ilmu tidak pernah kenyang, dan ketamakan terhadap dunia tidak pernah kenyang.” — Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan selainnya., Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahîh Al-Jamî’



لَأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Andaikata seorang lelaki kepalanya ditusuk dengan jarum besi, hal itu lebik baik daripada dia menyentuh perempuan yang tidak halal baginya (baca: bukan mahramnya).” — Diriwayatkan oleh Ar-Rûyâny, Ath-Thabarâny dan Al-Baihaqy., Dikuatkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shahîhah no. 226



“Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang beriman dengan lisannya, sedangkan keimanan belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin juga janganlah mencela mereka, serta janganlah kalian mencari-cari aurat mereka. Sesungguhnya, barangsiapa yang mencari-cari aurat saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Barangsiapa yang auratnya dicari-cari oleh Allah, niscaya Allah akan mempermalukannya, walaupun dia berada di tengah rumahnya.” — Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya., Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalamShahîhul Jamî’


Bilâl bin Sa’d rahimahullâh berkata,
لَا تَنْظُرْ إِلَى صِغَرِ الْخَطِيئَةِ، وَلَكِنِ انْظُرْ مَنْ عَصَيْتَ
“Janganlah engkau melihat kepada kecilnya dosa, tetapi lihatlah terhadap siapa engkau bermaksiat.”— Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd


“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kepada jalan yang benar).” — Q. S. Ar-Rûm: 41


وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (kesalahan-kesalahan kalian).” — Q. S. Asy-Syûrâ: 30


Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga diiitari dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, sedangkan neraka diitari dengan berbagai syahwat.”— Diriwayatkan oleh Muslim


“Pandanglah orang yang berada di bawah kalian (dalam hal keduniaan) dan janganlah kalian memandang orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah terhadap kalian.” — Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim., Lafazh hadits milik Muslim


Ibnul Mubarak rahimahullâh berkata,

رُبَّ عملٍ صغيرٍ تعظِّمهُ النيَّةُ، وربَّ عمل كبيرٍ تُصَغِّره النيَّةُ
“Kadang sebuah amalan kecil diperbesar oleh niat, dan kadang sebuah amalan besar diperkecil oleh niat.”— Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyâ sebagaimana dalam Jâmi’ Al-‘Ulûm wa Al-Hikâm


Minggu, 09 Desember 2012

Berkeluh Kesahlah Hanya Kepada Allah ...



Fenomena yang sering terjadi adalah banyak orang yang mengeluhkan problemnya kepada orang lain…bahkan terkadang keluhan tersebut mereka cantumkan dalam status facebook mereka, atau Blackberry atau Twitter, mereka terkadang melakukan demikian karena mengharapkan belas kasih dari sahabat-sahabat mereka yang membaca status mereka tersebut.

Mereka mengeluhkan kondisi mereka, kemiskinan mereka, kesulitan yang mereka hadapi kepada orang lain. Bahkan diantara mereka tidak jarang yang mengeluh sambil menunjukkan “nada protes” dengan keputusan Allah yang Allah taqdirkan kepadanya.

Seorang salaf tatkala melihat ada seseorang yang mengeluhkan kondisinya kepada orang lain maka ia berkata :
وَإِذَا شَكَوْتَ إِلَى ابْنِ آدَمَ إِنَّمَا ... تَشْكُو الرَّحِيْمَ إِلَى الَّذِي لاَ يَرْحَمُ

Jika engkau mengeluhkan (kondisimu) kepada anak Adam maka sesungguhnya…
Engkau sedang mengeluhkan Allah Yang Maha Penyayang kepada anak Adam yang bukan penyayang…


Marootib (tingkatan-tingkatan) Keluhan

Sesungguhnya mengeluh ada tiga tingkatan:

Pertama : Seseorang mengeluh kepada Allah tentang dirinya sendiri. Ia merasa bahwa segala kondisi buruk yang menimpanya adalah karena dirinya sendiri, seraya mengingat firman Allah :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
 (QS Asy-Syuuroo : 30)

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
"Dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri" 

(QS An-Nisaa' : 79)

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ

"Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". 

(QS Aali 'Imroon : 165)

Ini adalah keluhan yang terbaik, yang muncul dari seseorang yang mengenal hakikat dirinya dan mengakui keagungan dan keadilan Allah.


Kedua : Seseorang mengeluh kepada Allah tentang kondisi orang lain, atau tentang sikap buruk orang lain kepadanya. Ini adalah bentuk keluhan yang tengah.

Ketiga : Seseorang yang mengeluhkan kepada orang lain (makhluk) tentang keputusan Allah. Dan ini merupakan bentuk keluhan yang terburuk. (Lihat Al-Fawaaid li Ibnil Qoyyim hal 87-89)


Mengeluh Kepada Allah Meskipun Pada Perkara Yang Dianggap Sepele

Allah adalah Pencipta yang suka jika hambaNya mengeluh dengan berdoa kepadanya seraya menunjukkan kelemahan, kehinaan, dan ketidak mampuan sang hamba di hadapanNya.

Allah berfirman :

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan"
(QS An-Naml : 62)

اللهَ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ ... وَبَنِي آدَمَ حِيْنَ يُسْأَلُ يَغْضَبُ

"Allah marah jika engkau tidak meminta kepadaNya…dan anak Adam jika engkau meminta kepadanya iapun marah"

Seseorang disukai untuk mengeluhkan segala keluh kesahnya, bahkan dalam hal-hal yang menurutnya sepele.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لِيَسْأَلَ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَهُ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ
"Hendaknya salah seorang dari kalian meminta kepada Robnya seluruh kebutuhannya (hajatnya) bahkan sampai untuk memperbaiki tali sandalnya jika terputus"

 (HR At-Thirmidzi, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Misykaat no 2251, akan tetapi dalam sanad hadits ini ada pembicaraan, sehingga Al-Albani berubah pendapatnya dan melemahkannya di Ad-Do'iffah no 1362. Namun makna hadits ini tentu benar tanpa diragukan lagi, karena berdo'a adalah ibadah, dan seorang hamba disukai berdoa kepada Allah dalam segala hal dan kondisi)


Allah berfirman mengisahkan tentang permohonan Nabi Musa 'alaihis salam yang kelaparan:

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ (٢٢)وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (٢٣)فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

"Dan tatkala Nabi Musa menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar". Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".

 (QS Al-Qoshos : 22-24)


Ibnu Abbaas radhiallahu 'anhumaa berkata :

سَارَ مُوْسَى مِنْ مِصْرَ إِلَى مَدْيَنَ، لَيْسَ لَهُ طَعَامٌ إِلاَّ الْبَقْلَ وَوَرَقَ الشَّجَرِ، وَكَانَ حَافِيًا فَمَا وَصَلَ مَدْيَنَ حَتَّى سَقَطَتْ نَعْلُ قَدَمِهِ. وَجَلَسَ فِي الظَّلِّ وَهُوَ صَفْوَةُ اللهِ مِنْ خَلْقِهِ، وَإِنَّ بَطْنَهُ لاَصِقٌ بِظَهْرِهِ مِن الْجُوْعِ...وَإِنَّهُ لَمُحْتَاجٌ إِلَى شَقِّ تَمْرَةٍ

"Nabi Musa berjalan dari negeri Mesir menuju negeri Madyan, ia tidak memiliki makanan kecuali mentimun dan daun-daun pohon. Ia tidak memakai alas kaki, karena tatkala sampai di negeri Madyan sendalnya putus. Lalu ia duduk dibawah rindangan pohon –padahal ia adalah orang yang dipilih Allah- dan perutnya telah menempel dengan punggungnya karena saking laparnya,... Dan sesungguhnya ia sangat membutuhkan sepenggal butir kurma" 
(Tafsir Ibnu Katsir 6/227)


Lihatlah Nabi Musa 'alaihis salam dengan tanpa ragu-ragu memohon dan berdoa kepada Allah karena kelaparan. Bukankah dalam hadits qudsi Allah berfirman :

يَا عِبَادِي! كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ؛ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أُطْعِمْكُمْ.
"Wahai hamba-hambaKu, kalian seluruhnya lapar kecuali yang Aku berikan makanan kepadanya, maka mintalah makanan kepadaku niscaya Aku akan berikan kepada kalian." 
(HR Muslim no 2577)


Seseorang hendaknya tidak ragu-ragu untuk menunjukkan kebutuhannya dan kehinaannya kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai hal tersebut nampak pada hamba-hambaNya.


As-Syaikh As-Si'di berkata ;

استِحْبَابُ الدُّعَاءِ بِتَبْيِيْنِ الْحَالِ وَشَرْحِهَا، وَلَوْ كَانَ اللّهُ عَالِمًا لَهَا، لِأَنَّهُ تَعَالَى، يُحِبُّ تَضَرُّعَ عَبْدِهِ وَإِظْهَارَ ذُلِّهِ وَمَسْكَنَتِهِ
"Disunnahkan berdoa dengan menjelaskan kondisi kesulitan yang dihadapi, meskipun Allah mengetahui kondisi tersebut, karena Allah ta'aala menyukai perendahan hamba dan sang hamba yang menunjukkan kehinaan dan kelemahannya."
 (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 618)



Mengeluh Kepada Allah Sunnah Para Nabi

Karenanya berdoa dengan menunjukkan kehinaan dan kerendahan merupakan sunnah para nabi, dan hal ini sama sekali tidak mengurangi kesabaran mereka.

Allah berfirman

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang". (QS Al-Anbiyaa' : 83)


Lihatlah Nabi Ayyub 'alaihis salaam mengeluhkan kondisinya kepada Allah, akan tetapi hal ini sama sekali tidak mengurangi kesabaran. Justru inilah yang disukai oleh Allah, tatkala seseorang menampakkan kekurangan dan kebutuhannya kepada Allah. Karenanya Allah berkata tentang Ayyub :

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
"Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia Amat taat (kepada Tuhan-nya)"  (QS Shood : 44)


Allah juga berfirman tentang Nabi Ya'quub 'alaihis salaam;

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya."
(QS Yuusuf : 86)


Dan Allah telah menyebutkan tentang janji Ya'quub untuk menjadi orang yang sabar,

وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." 
(QS Yuusuf : 18)


Allah juga berfirman:

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana"
(QS Yuusuf : 83)


Mengeluh yang tercela adalah keluhan yang menunjukkan protes atau rasa marah terhadap taqdir Allah.Adapun  mengeluh kepada Allah dengan menunjukkan kelemahan dan kehinaan serta ketidakmampuan dalam rangka untuk meminta pertolongan Allah, maka inilah yang disukai oleh Allah dan terpuji. Bahkan Allah menguji para hamba-Nya agar terdengar keluhan mereka, doa, dan permohonan mereka kepada-Nya. Dan Allah tidak suka dengan sikap mereka yang sok tegar dan tidak mau mengeluhkan keluhan mereka kepada Allah.
(Lihat penjelasan Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Ar-Ruuh hal 259)



Rahasia Mustajabnya Berdoa Tatkala Sujud

Semakin seorang hamba menunjukkan kehinaan dan kerendahannya maka semakin disukai oleh Allah.
Inilah rahasia kenapa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
"Kondisi hamba paling dekat dengan Robbnya adalah tatkala ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa" 
(HR Muslim no 482)


Juga sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :

فَأَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوا فِيْهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
"Adapun ruku' maka agungkanlah Allah padanya, dan adapun sujud maka bersungguh-sungguhlah tatkala berdoa, karena lebih mustajab dikabulkan bagi kalian" 
(HR Muslim no 479)


Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata tentang kondisi ruku' dalam sholat,

"Maka iapun menyambut keagungan Allah dengan kehinaan dan ketundukan serta kerendahan. Ia telah menundukkan kepalanya dengan penuh ketenangan, ia bungkukkan punggungnya, dan Robbnya di atasnya melihat kerendahan dan kehinaannya serta mendengarkan pembicaraannya. Maka ruku' merupakan rukun sholat dalam pengagungan Allah,

sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

أَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوا فِيْهِ الرَّبَّ
"Adapun ruku' maka agungkanlah Allah padanya !!"


Lalu setelah itu iapun bangkit berdiri seraya memuji Robnya dengan pujian-pujian yang sempurna dan terluas, bahwasanya Allah memang adalah Dzat yang berhak untuk dipuji…lalu iapun bertakbir dan tersungkur sujud dengan mesujudkan bagian tubuhnya yang paling mulia yaitu wajahnya, maka iapun menyungkurkan wajahnya ke tanah dengan penuh kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah. Sungguh seluruh tubuhnya memosisikan dan mengambil bagian dari kehinaan dan kerendahan. Bahkan sampai-sampai ruas-ruas dan ujung-ujung jarinya juga mengambil bagian kehinaan dan kerendahannya… dan disukai jika ia menekankan jidatnya ke pasir sehingga terdorong ke arah depan sehingga jadilah kepalanya menjadi yang paling rendah dari bagian tubuh yang lain sebagai bentuk kesempurnaan dalam penghinaan dan perendahan diri di hadapan Dzat yang memiliki seluruh keperkasaan dan keagungan. Ini adalah perkara yang sangat ringan yang merupakan hak Allah yang harus ditunaikan oleh hambaNya. Kalau seandainya sang hamba terus sujud semenjak ia diciptakan hingga ia meninggal maka ia tidak akan mampu untuk menunaikan hak Robbnya !!!.


Setelah itu iapun diperintahkan untuk mengucapkan سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى "Maha suci Allah Yang Maha Tinggi", maka iapun mengingat ketinggian Allah dalam kondisi ia paling rendah, serta ia mensucikan Allah dari kondisi semisal kondisinya (dari segala kerendahan). Dzat yang di atas segala sesuatu dan lebih tinggi di atas segalanya disucikan dari segala bentuk dan makna kerendahan, karena Dialah Yang Maha Tinggi dengan meliputi seluruh makna tinggi. Dan tatkala ini (sujud) merupakan puncak kerendahan dan kehinaan seorang hamba maka jadilah Allah paling dekat dengan hamba-Nya tatkala dalam kondisi ini, dan jadilah ia diperintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa karena kedekatannya dengan Allah Yang Maha Dekat dan Maha Mengabulkan Doa. 

Allah telah berfirman ;

وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
"Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)" (QS Al-'Alaq : 19).


Dan ruku' seakan-akan merupakan muqoddimah (pembuka) dan pendahuluan sebelum sujud, maka ia (orang yang sholat) pun berpindah dari kerendahan (tatkala ruku') kepada kerendahan dan kehinaan yang lebih sempurna dan lebih tinggi derajatnya (yaitu tatkala sujud). Dan antara ruku' dan sujud dipisahkan dengan suatu rukun (yaitu i'tidal) yang seorang hamba bersungguh-sungguh dalam memuji, menyanjung, serta mengagungkan Allah. Dan ia menjadikan sebelumnya (sebelum i'tidal) kerendahan (ruku') dan setelah i'tidal kerendahan yang lain (yaitu sujud), dan ia menjadikan kerendahan sujud setelah pujian, sanjungan, dan pengagungan (yang diucapkan tatkala i'tidal-pen)…


Perhatikanlah urutan/tertib yang menakjubkan ini, perpindahan-perpindahan posisi dalam kondisi-kondisi penyembahan?...

Dan tatkala kondisi beribadah yang terbaik dalam sholat adalah sujud maka disyari'atkan untuk diulang, dan dijadikan sujud sebagai penutup raka'at sholat yang dibuka dengan bacaan al-Qur'an, dan merupakan kesesuaian dengan surat Al-'Alaq yang dibuka dengan perintah membaca al-Qur'an dan ditutup dengan perintah untuk sujud…" (Syifaa al-'Aliil 228-229)




Al Madinah Al Nabawiyah, 17-01-1434 H / 01 Desember 2012 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com

Selasa, 04 Desember 2012

Perbedaan Taubat Dan Istighfar



Kita selalu butuh akan ampunan Allah karena kita adalah hamba yang tidak bisa lepas dari dosa.
Dosa ini bisa gugur dengan taubat dan ucapan istighfar.
Terlihat kedua amalan ini sama.
Namun ada sedikit perbedaan mendasar yang perlu dipahami.
Taubat lebih sempurna dan di dalamnya terdapat istighfar.
Namun istighfar yang sempurna adalah jika diiringi dengan taubat.


Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah- menjelaskan,

Taubat berarti,

الندم على الماضي والإقلاع منه والعزيمة أن لا يعود فيه

“Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.” 

Inilah yang disebut taubat.


Sedangkan istighfar bisa jadi terdapat taubat di dalamnya dan bisa jadi hanya sekedar ucapan di lisan. Ucapan istighfar seperti “Allahummaghfirlii” (Ya Allah, ampunilah aku) atau “Astaghfirullah”
(Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu).


Adapun taubat itu sendiri dilakukan dengan menyesali dosa, berhenti dari maksiat dan bertekad tidak akan mengulanginya. Ini disebut taubat, kadang pula disebut istighfar. Istighfar yang bermanfaat adalah yang diiringi dengan penyesalan, berhenti dari dosa dan bertekad tidak akan mengulangi dosa tersebut lagi. Inilah yang kadang disebut istighfar dan kadang pula disebut taubat.

 Sebagaimana hal ini diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun (beristighfar) terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” 
(QS. Ali Imran: 135-136).


Yang dimaksud istighfar pada ayat di atas adalah menyesal dan tidak terus menerus berbuat dosa. Ia mengucapkan ‘Allahummaghfirlli, astaghfirullah’ (Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, aku memohon ampun pada-Mu), lalu disertai dengan menyesali dosa dan Allah mengetahui hal itu dari hatinya tanpa terus menerus berbuat dosa bahkan disertai tekad untuk meninggalkan dosa tersebut.

Jadi, jika seseorang ‘astaghfir’ atau ‘Allahummaghfir lii’ dan dimaksudkan untuk taubat yaitu disertai penyesalan, kembali taat dan bertekad tidak akan mengulangi dosa lagi, inilah taubat yang benar. 


[Sumber Mawqi’ Syaikh Ibnu Baz]


Ya Allah, terimalah taubat kami dan tutupilah setiap dosa kami dengan istighfar.



Selepas shalat Shubuh @ Dammam, KSA, Jum’at-20 Jumadats Tsaniyah 1433 H


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal