Laman

Rabu, 24 April 2013

Keutamaan Dzikir Pagi dan Sore




Sangat banyak ayat ataupun hadits yang menerangkan keutamaan berdzikir kepada Allah. 
Bahkan Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan dan menganjurkan kepada kita agar senantiasa berdzikir dan mengingat-Nya (lihat edisi 29/III tentang dzikir-dzikir setelah shalat wajib). 

Jangan sampai harta, anak-anak ataupun kegiatan duniawi melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah.


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” 

(Al-Munaafiquun:9)


Di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan untuk dibaca dan diamalkan adalahdzikir pagi dan sore. 
Dzikir pagi dilakukan setelah shalat shubuh sampai terbit matahari atau sampai matahari meninggi saat waktu dhuha, kira-kira jam tujuh atau jam delapan.
 Adapun dzikir sore dilakukan setelah shalat ‘ashar sampai terbenam matahari atau sampai menjelang waktu ‘isya.


Banyak sekali keutamaan dzikir pagi dan sore sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun bacaannya dan penjelasan tentang keutamaannya adalah sebagai berikut:


1. Membaca:

الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. 
Dari Anas yang dia memarfu’kannya (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), “Sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan/memerdekakan empat orang dari keturunan Nabi Isma’il (bangsa ‘Arab). Dan sungguh aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat ‘ashar sampai terbenamnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan empat orang (budak).” 
(HR. Abu Dawud no.3667 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih Abu Dawud 2/698)


2. Membaca ayat kursi (Al-Baqarah:255)

Dibaca sekali ketika pagi dan sore. “Barangsiapa membacanya di pagi hari maka akan dilindungi dari (gangguan) jin sampai sore, dan barangsiapa yang membacanya di sore hari maka akan dilindungi dari gangguan mereka (jin).”
(HR. Al-Hakim 1/562 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)


3. Membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas.

Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang membacanya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka dia akan dicukupi dari segala sesuatu.”
(HR. Abu Dawud 4/322, At-Tirmidziy 5/567, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/182)


4. Membaca:

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ
Jika sore hari membaca:

أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ … رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا …
Dibaca sekali. (HR. Muslim 4/2088 no.2723 dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)


5. Membaca:

اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
Jika sore hari membaca:

اللَّهُمَّ بِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
Dibaca sekali. (HR. At-Tirmidziy 5/466, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/142)


6. Membaca:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore.
“Barangsiapa yang mengucapkannya dalam keadaan yakin dengannya ketika sore hari lalu meninggal di malam harinya, niscaya dia akan masuk surga. Dan demikian juga apabila di pagi hari.”
(HR. Al-Bukhariy 7/150)


7. Membaca:

اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore.
 (HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.22 dan Ibnus Sunniy no.69, serta Al-Bukhariy di dalam Al-Adabul Mufrad dan dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.26)


8. Membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنَّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ، وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ، اللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ، وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332)


9. Membaca:

اللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidziy, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/142)


10. Membaca:

بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan tiga kali ketika sore, tidak akan membahayakannya sesuatu apapun.” 
(HR. Abu Dawud 4/323, At-Tirmidziy 5/465, Ibnu Majah dan Ahmad, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332)


11. Membaca:

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka ada hak atas Allah untuk meridhainya pada hari kiamat.”


Boleh juga membaca:

… وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً
(HR. Ahmad 4/337, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.4 dan Ibnus Sunniy no.68, Abu Dawud 4/418, At-Tirmidziy 5/465 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.39)


12. Membaca:

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore.
 (HR. Al-Hakim dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy 1/545, lihat Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)


13. Membaca:

أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ الإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Jika sore hari membaca:

أَمْسَيْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ …
Dibaca sekali. (HR. Ahmad 3/406, 407, Ibnus Sunniy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.34, lihat Shahiihul Jaami’ 4/209)


14. Membaca:

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
Dibaca 100x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang membacanya seratus kali ketika pagi dan sore maka tidak ada seorang pun yang datang pada hari kiamat yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali seseorang yang membaca seperti apa yang dia baca atau yang lebih banyak lagi.” 
(HR. Muslim 4/2071)

15. Membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 10x. (HR. An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.24, lihat Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/272)
Atau dibaca sekali ketika malas/sedang tidak bersemangat. (HR. Abu Dawud 4/319, Ibnu Majah, Ahmad 4/60, lihat Shahih Abu Dawud 3/957 dan Shahih Ibnu Majah 2/331)


16. Membaca:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 100x ketika pagi. 
“Barangsiapa yang membacanya seratus kali dalam sehari maka (pahalanya) seperti membebaskan sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan, dihapus darinya seratus kesalahan, dan dia akan mendapat perlindungan dari (godaan) syaithan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali seseorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu.” 
(HR. Al-Bukhariy 4/95 dan Muslim 4/2071)


17. Membaca:

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Dibaca 3x ketika pagi. (HR. Muslim 4/2090)


18. Membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Dibaca sekali ketika pagi. (HR. Ibnus Sunniy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.54, Ibnu Majah no.925 dan dihasankan sanadnya oleh ‘Abdul Qadir dan Syu’aib Al-Arna`uth di dalam tahqiq Zaadul Ma’aad 2/375)


19. Membaca:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Dibaca 100x dalam sehari. (HR. Al-Bukhariy bersama Fathul Baari 11/101 dan Muslim 4/2075)


20. Membaca:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Dibaca 3x ketika sore. “Barangsiapa yang mengucapkannya ketika sore tiga kali maka tidak akan membahayakannya panasnya malam itu.” 
(HR. Ahmad 2/290, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/187 dan Shahih Ibnu Majah 2/266)


21. Membaca:

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Dibaca 10x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku ketika pagi sepuluh kali dan ketika sore sepuluh kali maka dia akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” 
(HR. Ath-Thabraniy dengan dua sanad, salah satu sanadnya jayyid, lihat Majma’uz Zawaa`id 10/120 dan Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)


Inilah di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan dibaca ketika pagi dan sore. Ada juga bacaan yang lainnya akan tetapi kebanyakan sanadnya dha’if sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dan Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy. Walaupun tidak menutup kemungkinan sebagiannya ada yang shahih.
Lafazh-lafazh dzikir ini belum diterjemahkan mengingat terbatasnya tempat. Bagi yang ingin melihat terjemahan dan keterangannya bisa dilihat dalam “Perisai Seorang Muslim: Doa dan Dzikir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah”.


Keutamaan Shalat Isyraaq
Dengan membaca dzikir-dzikir tersebut kita bisa mengamalkan sunnah yang lainnya yaitushalat isyraaq (shalat ketika telah terbitnya matahari sekitar 15-20 menit). Hal ini dijelaskan dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِيْ جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Barangsiapa yang shalat shubuh dengan berjama’ah kemudian dia berdzikir kepada Allah Ta’ala sampai terbitnya matahari lalu dia shalat dua raka’at, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan ‘umrah, sempurna, sempurna, sempurna.” 
(HR. At-Tirmidziy no.591 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy di dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy no.480, Al-Misykat no.971 dan Shahih At-Targhiib no.468, lihat juga Shahih Kitab Al-Adzkaar 1/213 karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy)


Betapa besarnya keutamaan amalan tersebut! Selayaknya bagi kita untuk melaksanakannya semaksimal mungkin. Jangan sampai terlewat pahala yang begitu besar ini.
 Jangan sampai waktu kita terbuang untuk ngobrol kesana kemari yang sifatnya mubah sehingga hilanglah kesempatan mendapatkan pahala yang besar ini. Konsentrasikanlah setelah shalat shubuh dengan dzikir. Dzikir setelah shalat subuh dilanjutkan dengan dzikir pagi sampai selesai. Kemudian membaca Al-Qur`an atau muraja’ah hafalan sampai terbit matahari sekitar 15-20 menit. Setelah itu kita shalat dua raka’at yang diistilahkan dengan shalat isyraaq (jangan shalat ketika tepat matahari terbit, karena hal ini dilarang di dalam syari’at).

Janganlah waktu ini disibukkkan dengan urusan lain yang kurang penting. Kecuali amalan lain yang mempunyai keutamaan yang besar seperti ta’lim atau urusan lainnya yang sifatnya sangat urgen dan mendesak. Mudahan-mudahan kita mendapatkan pahala yang besar ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tersebut. Aamiin. 

Wallaahu A’lam.



Maraaji’: Hishnul Muslim karya Asy-Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Shahih Kitab Al-Adzkar wa Dha’ifuhu, Syarh Riyadhush Shalihin bab Adz-Dzikr ‘indash Shabah wal Masa`, dan Al-Kalimuth Thayyib karya Ibnu Taimiyah.

Sumber : Keutamaan Dzikir Pagi & Sore
Penulis: Buletin Dakwah Al Wala’ Wal Bara’ Bandung

Minggu, 21 April 2013

Jangan Sibuk Mencari Kesempurnaan .....



Bismillaah ...

 Yang kemilau tak selalu memukau.
 Yang gemerlap tak selalu bisa diharap.
 Yang cemerlang tak selalu gemilang.
 Yang kaya tak selalu membuat bahagia.
 Yang pintar tak selalu membuat diri tersadar.
 Yang tampan tak selalu menawan.
 Yang cantik tak selalu menarik.


♥ ~» Tapi yang beriman, berakhlaq mulia dan yang sederhana tak suka berfoya² seringkali membuat nyaman di jiwa.


♥ ~» Karena baginya apa yang dimiliki adalah amanah sekaligus karunia dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang harus dijaga dan dipergunakan di jalan yang dirdhai-Nya.


♥ ~» Sehingga tak heran walau dia kaya, pintar, tampan, cantik dan berbagai atribut melekat dalam diri tak membuatnya terlena.


♥ ~» Namun, terkadang kita begitu mudah terpesona dengan apa yang nampak indah di mata. Padahal kenyataan belum tentu demikian adanya.


♥ ~» Sibuknya mencari sesuatu yang sempurna membuat kita tersiksa.
 Begini bukan, begitu bukan, begini salah, begitu salah akhirnya resah.


♥ ~» Oleh karena itu jangan terlalu sibuk mencari yang sempurna.
Jika yang beriman, berakhlaq mulia dan yang sederhana pun mampu membuat Anda bahagia.



Keep Istiqomah sahabat Fillaah ... ♥♡




(source: istriku bidadariku)

Jumat, 12 April 2013

Wanita bagai intan .....



Wahai wanita, pandangan siapa yang seharusnya kita dahulukan, pandangan manusia atau Allah?.


Sungguh, sebuah intan tidak akan dibiarkan begitu saja tergeletak dijalan.
Sebuah intan juga tidak akan pernah dengan begitu saja digelar dijalanan.
Dia akan tersimpan rapi dalam tempatnya yang tertutup dan hanya pemiliknya saja yang boleh menyentuhnya.


Dan wanita adalah ibarat intan.
Dia cantik jika terjaga kecantikannya.
Terjaga dalam balutan iman dan rasa malu.
Kecantikan yang merupakan amanah dari Allah,
akan terlihat begitu indah jika hanya dipersembahkan ...
kepada yang berhak menerimanya,
yaitu suami mereka.


Allah berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).”
(Qs. Al-Ahzab: 33)


Abdullah bin Amr ibnul Ash rahimahullah mengkhabarkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah.”
(HR. Muslim)


Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu mengkhabarkan dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :

“Wanita itu dinikahi karena 4 perkara: Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya.
Pilihlah wanita yang memiliki agama, engkau akan bahagia.”
(HR. Bukhari dan Muslim)



Selasa, 09 April 2013

Jangan Berputus Asa Dari Sesuatu yang Luput Darimu .....



Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi segala nikmat dan menakdirkan segala sesuatu dengan penuh hikmah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.


Di pagi yang berbahagia, di bulan penuh berkah dan bulan semangat untuk mentadabburi Al Qur’an, ada sebuah ayat yang patut direnungkan oleh kita bersama. Ayat tersebut terdapat dalam surat Al Hadid, tepatnya ayat 22-23. Inilah yang seharusnya kita gali hari demi hari di bulan suci ini. Karena merenungkan Al Qur’an, meyakini dan mengamalkannya tentu lebih utama daripada sekedar membaca dan tidak memahami artinya.


Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” 
(QS. Al Hadid: 22-23)


Berikut beberapa faedah yang bisa diperoleh dari ayat di atas:

Faedah pertama

Yang dimaksud dengan “lauh” adalah lembaran dan “mahfuzh” artinya terjaga. Kata Ibnu Katsir, Lauhul Mahfuzh berada di tempat yang tinggi, terjaga dari penambahan, pengurangan, perubahan dan penggantian.[1] 
Di dalam Lauhul Mahfuzh dicatat takdir setiap makhluk. Lauhul Mahfuzh dalam Al Qur’an biasa disebut dengan Al Kitab, Al Kitabul Mubin, Imamul Mubin, Ummul Kitab, dan Kitab Masthur.[2]


Faedah kedua

Setiap musibah dan bencana apa pun itu yang menimpa individu atau menimpa khalayak ramai, baik itu gempa bumi, kekeringan, kelaparan, semua itu sudah dicatat di kitab Lauhul Mahfuzh. 

Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”[3]


Dalam hadits lainnya disebutkan,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin[4]) adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya”[5]


Faedah ketiga

Takdir yang dicatat di Lauhul Mahfuzh tidak mungkin berubah sebagaimana maksud dari ayat yang kita bahas. Begitu pula disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

“Pena telah diangkat dan lembaran catatan (di Lauhul Mahfuzh) telah kering”.[6]

Al Mubarakfuri rahimahullah berkata,

كُتِبَ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ مَا كُتِبَ مِنْ التَّقْدِيرَاتِ وَلَا يُكْتَبُ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُ شَيْءٌ آخَرُ

“Dicatat di Lauhul Mahfuzh berbagai macam takdir. Ketika selesai pencatatan, tidaklah satu pun lagi yang dicatat.”[7]


Intinya, al kitabah (pencatatan) ada dua macam: (1) pencatatan yang tidak mungkin diganti dan dirubah, yaitu catatan takdir di Lauhul Mahfuzh; (2) pencatatan yang dapat diubah dan diganti, yaitu catatan di sisi para malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

يَمْحُوا اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Ro’du: 39). 
Catatan yang terakhir yang terjadi itulah yang ada di Lauhul Mahfuzh.


Dari sini kita bisa memahami berbagai hadits yang membicarakan bahwa silaturahmi (menjalin hubungan dengan kerabat) bisa memperpanjang umur dan melapangkan rizki, atau do’a bisa menolak takdir. Di sisi Allah, yaitu ilmu-Nya, Allah mengilmui bahwa hamba-Nya menjalin hubungan kerabat dan berdo’a kepada-Nya. Ini di sisi ilmu Allah. Lantas Allah Ta’ala mencatatnya di Lauhul Mahfuzh keluasan rizki dan bertambahnya umur.[8]


Artinya di sini, Allah Ta’ala telah mengilmi bahwa hamba-Nya melakukan silaturahmi atau berdo’a kepada-Nya. Demikian yang Allah catat di Lauhul Mahfuzh yaitu adanya keluasan rizki dan bertambahnya umur.


Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika ditanya apakah rizki yang telah ditakdirkan bisa bertambah dan berkurang, beliau rahimahullah menjawab, 
“Rizki itu ada dua macam. Pertama, rizki yang Allah ilmui bahwasanya Allah akan memberi rizki pada hamba sekian dan sekian. Rizki semacam ini tidak mungkin berubah.
 Kedua, rizki yang dicatat dan diketahui oleh Malaikat. Ketetapan rizki semacam ini bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan sebab yang dilakukan oleh hamba. Allah akan menyuruh malaikat untuk mencatat rizki baginya. Jika ia menjalin hubungan silaturahmi, Allah pun akan menambah rizki baginya.”[9]


Jadi sama sekali takdir yang ada di Lauhul Mahfuzh tidak berubah, yang berubah adalah catatan yang ada di sisi Malaikat, dan itu pun sesuai ilmu Allah Ta’ala.


Faedah keempat

Musibah yang terjadi di muka bumi dan terjadi pada diri manusia, itu telah dicatat di kitab sebelum diciptakannya makhluk. Inilah tafsiran yang lebih baik pada firman Allah,

إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا

“melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya”, yang dimaksud dengan menciptakannya di sini adalah penciptaan makhluk. 
Demikian dipilih oleh Ibnu Katsir rahimahullah. Pendapat ini didukung dengan riwayat dari Ibnu Jarir, dari Manshur bin ‘Abdirrahman, ia berkata, “Setiap musibah di langit dan di bumi telah dicatat di kitab Allah (Lauhul Mahfuzh) sebelum penciptaan makhluk.”[10]


Faedah kelima

Tidaklah suatu musibah itu terjadi kecuali disebabkan karena dosa. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Telah sampai pada kami bahwa tidaklah seseorang terkena sobekan karena terkena kayu, terjadi bencana pada kakinya, atau kerusakan menimpa dirinya, melainkan itu karena sebab dosa yang ia perbuat. Allah pun dapat memberikan maaf lebih banyak.”[11]


Faedah keenam

Ayat ini adalah di antara dalil untuk menyanggah pemahaman Qodariyah yang menolak ilmu Allah yang telah dulu ada[12]. Artinya, Qodariyah meyakini bahwa Allah baru mengilmui setelah kejadian itu terjadi. Padahal sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash,” Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”[13]


Faedah ketujuh

Maksud firman Allah,

إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Yaitu Allah mengetahui segala sesuatu sebelum penciptaan sesuatu tersebut. Allah pun telah mencatatnya. Ini sungguh amat mudah bagi Allah karena Allah Maha Mengetahui sesuatu yang telah terjadi, sesuatu yang tidak terjadi dan mengetahui sesuatu yang tidak terjadi seandainya ia terjadi.[14] Sungguh Maha Luas Ilmu Allah.


Faedah kedelapan

Segala sesuatu yang telah ditakdirkan akan menimpa seseorang, tidak mungkin luput darinya. Segala sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya, tidak mungkin akan menimpanya. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ

“Hendaklah engkau tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu. Dan segala sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, pasti tidak akan menimpamu.”
[15]


Jika demikian, tidak perlu seseorang merasa putus asa dari apa yang tidak ia peroleh. Karena jika itu ditakdirkan, pasti akan terjadi.[16] Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ

“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu”

Jika memang engkau kehilangan Hpmu yang berharga, tidak perlu bersedih karena inilah takdir yang terbaik untukmu. Siapa tahu engkau kelak akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Engkau belum kunjung diangkat jadi PNS, jadi khawatir pula karena memang itu belum takdirmu. Engkau belum juga diterima di universitas pilihanmu, jangan pula khawatir karena takdir Allah sama sekali tidaklah kejam. Tidaklah perlu bersedih terhadap apa yang luput darimu.


Faedah kesembilan

Jangan pula terlalu berbangga dengan nikmat yang kita peroleh karena itu sama sekali bukanlah usaha kita. Itu semua adalah takdir yang Allah tetapkan dan rizki yang telah Allah bagi[17]. 
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ

“Dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”

Faedah kesepuluh

Janganlah menjadikan nikmat Allah sebagai sikap sombong dan membanggakan diri di hadapan lainnya. Itulah selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”

Sebagai penutup dari sajian ini, ada penjelasan yang amat bagus dari Asy Syaukani rahimahullah. Beliau mengatakan, “Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Janganlah pula berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat tersebut dalam waktu dekat bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi tidak perlu engkau berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu engkau bersedih dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir Allah ... Intinya, manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan berbangga diri.”[18]


Jadi tidak perlu berbangga diri dan bersedih hati atas nikmat Allah yang diperoleh dan luput darimu. Pahamilah bahwa itu semua adalah takdir Allah, tak perlu sedih. Itu semua adalah yang terbaik untuk kita, mengapa harus terus murung. Itu semua pun sewaktu-waktu bisa sirna, mengapa harus berbangga diri.


Semoga sajian tafsir ini bisa bermanfaat bagi kita dan semakin menenangkan hati yang sedang sedih.


Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Sungguh menenangkan jika kita terus mengkaji firman-firman Allah.



Disusun di Panggang-GK, 12 Ramadhan 1431 H (22 Agustus 2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com


[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 14/314.

[2] Al Qodho’ wal Qodar, Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, Darun Nafais, cetakan ke-13, 1425H, hal. 31.

[3] HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash.

[4] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri Abul ‘Ala’, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, 6/307

[5] HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[6] HR. Tirmidzi no. 2516. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih.

[7] Tuhfatul Ahwadzi, 7/186.

[8] Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid dalam Fatawa Al Islam Sual wa Jawab, no. 43021, http://islamqa.com/ar/ref/43021

[9] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 8/540.

[10] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/430.

[11] Idem.

[12] Idem.

[13] HR. Muslim no. 265.

[14] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/431.

[15] HR. Ahmad 5/185. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat).

[16] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/431.

[17] Idem.

[18] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ Al Islam, 7/158.

Senin, 08 April 2013

Jangan Terlalu Bersedih .....



Wahai saudaraku …
Mungkin saat ini kau dirundung duka
Tetapi seharusnya tidak membuat engkau berlarut lama


Wahai saudaraku …
Ingatlah, kondisi kita tidak selamanya harus dalam suka
Kadang akan merasakan duka
Suka dan duka akan terus berganti dalam hidup kita


Wahai saudaraku …
Takdir Allah itu begitu baik
Jika kita pandang dari satu sisi mungkin terasa tidak enak
Namun coba kita pandang dari sisi lain, Allah punya maksud lain yang terbaik


Wahai saudaraku …

Bukankah Nabimu –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu keletihan dan penyakit (yang terus menimpa), kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya."
[HR. Bukhari]


Perhatikanlah bagaimana janji Rabbmu

Dosa-dosamu akan berguguran satu demi satu

Jadi tidak perlu bersedih …

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Alam Nasyroh: 5)


Di balik kesulitan ada kemudahan yang begitu banyak
Karena satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan

Jadi tidak perlu bersedih …

وَأَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ

“Sesungguhnya pertolongan akan datang bersama kesabaran”
[HR, Ahmad]


Jalan keluar begitu dekat bagi orang yang bertakwa
Pertolongan mudah datang jika seseorang bersabar
Jadi tidak perlu bersedih …


Jagalah hati, lisan dan anggota badan dari berkeluh kesah
Ridholah dengan takdir ilahi


Jadikan sabar sebagai jalan meraih pertolongan.
Musibah semakin mendewasakan diri
Musibah semakin meninggikan derajat di sisi Allah
Musibah semakin menguji iman seseorang

Moga Allah menjadikan badai cepat berlalu
Moga Allah menjadikan diri kita menjadi orang yang bersabar
Moga Allah membalas orang yang bersabar dengan JANNAH



Riyadh KSA, 17 Muharram 1432 (23rd Des 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

SUAMI YANG BAIK BANYAK NGALAHNYA…



Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

قَالَ مُعَاوِيَةُ : يَغْلِبْنَ الْكِرَامَ وَيَغْلِبُهُنَّ اللِّئَامُ
Mu'aawiyah (radhiallahu 'anhu) berkata : 

"Mereka para wanita mengalahkan para suami yang mulia, dan mereka dikuasai oleh para suami yang buruk" 

(Fathul Baari 9/265)


Sungguh wanita adalah makhluk yang lembut dan sangat butuh dengan kelembutan.
Hatinya bisa tertawan dengan kelembutan….bukan dengan kekerasan seorang suami.


Seorang wanita yang bertekuk lutut dihadapan seorang suami karena kerasnya sang suami bukan berarti menunjukan sang suami hebat dan berakhlak mulia…. 


Karena kalau menundukan dengan kekerasan maka orang jalanan, preman, dan petinjupun mampu melakukannya.


Akan tetapi suami yang bisa menawan hati istrinya dengan kelembutan meskipun sering mengalah dan bersabar dengan sikap-sikap istrinya, itulah suami yang hebat dan mulia…


(Ust. Firanda Andirja)

Agar Tidak Dendam ...



Berikut adalah sejumlah kesadaran yang dapat kita hadirkan dalam hati kita saat seseorang telah berprilaku buruk kepada kita, agar tidak ada dendam yang berkembang dalam hati.


- Ingatlah bahwa perbuatan orang itu kepada kita tidak keluar dari kehendak Allah. Allah menginginkannya itu terjadi dan ada hikmah dibalik itu.


- Ingatlah dosa-dosa kita. Karena tidaklah keburukan menimpa kita melainkan karena sebab dosa-dosa kita. Sibuklah dengan tobat dan istighfar, dari pada sibuk mencela dan mencari-cari cara untuk membalasnya.


- Ingatlah pahala yang sungguh besar bagi orang yang mau memaafkan dan bersabar. “Barangsiapa yang memberi maaf dan melakukan kebaikan, maka pahalanya di sisi Allah.” (QS. Asy Syuuraa: 40)


- Ingatlah bahwa memaafkan dan berbuat baik akan membuat hati kita bersih dari keinginan-keinginan buruk, hasad dan dendam. Dengan itu hati akan merasakan kelezatan yang jauh lebih lezat dari kelezatan melampiaskan dendam.


- Ingatlah bahwa dendam akan membuat jiwa menjadi hina, sedangkan memaafkan akan membuat jiwa menjadi mulia. “Tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba dengan sikap memaafkan melainkan kemuliaan” (HR Muslim)


- Ingatlah bahwa balasan yang kita akan dapatkan sesuai dengan perbuatan yang kita lakukan. Kita pun pasti pernah berbuat zalam dan dosa. Jika kita memaafkan, Allah pun akan memaafkan kita.


- Ingatlah bahwa menyibukkan diri dengan dendam akan menghabiskan waktu dan membuat hati menjadi tidak fokus. Sehingga banyak hal-hal bermanfaat kita lewatkan. Maka jangan sampai musibah lebih besar menimpa kita.


- Ingatlah bahwa Rasulullah tidak pernah sekali pun dendam karena urusan pribadinya. Jika itu terjadi kepada orang yang paling mulia, bagaimana dengan kita?


- Ingatlah bahwa sabar adalah setengah dari keimanan. Jika kita bersabar, maka kita berarti sedang menjaga keimanan kita.


- Ingatlah bahwa dengan bersabar berarti kita telah mengalahkan dan mengendalikan jiwa kita. Karena jiwa yang tidak dapat kita taklukan akan mengajak kita pada kebinasaan.


- Ingatlah bahwa jika kita bersabar, maka Allah pasti akan menolong kita.


- Ingatlah jika kita bersabar, maka itu akan menjadi sebab orang yang telah berbuat zalim kepada kita menyesal dengan tindakannya, malu dan bisa jadi malah mencintai kita, setelah sebelumnya membenci kita. “Balaslah keburukan itu dengan yang labih baik, maka tiba-tiba orang yang tadinya antara kamu dan dia ada permusukan, menjadi seolah-olah seperti teman yang dekat.” (QS. Fushilat: 34)


- Ingatlah bisa jadi jika kita membalas perbuatan buruknya kepada kita, hal itu akan membuatnya semakin bertambah buruk.


- Ingatlah bahwa orang yang biasa mendendam, ia pasti akan terjerumus pada kezaliman. Karena jiwa sulit untuk berbuat adil.


- Ingatlah bahwa kesabaran itu akan menjadi penggugur dosa kita atau pengangkat derajat kita. Dan itu tidak akan kita dapatkan jika kita tidak bersabar dan melampiaskan dendam.


- Ingatlah bahwa sabar dan tidak membalas adalah kebaikan yang akan melahirkan kebaikan yang lain, dan kebaikan itu akan melahirkan kebaikan lagi dan begitu seterusnya. Karena diantara balasan kebaikan itu adalah kebaikan berikutnya.



[Disarikan dari risalah "Qaa`idatun fish shabri" Karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah -rahimahullah-, "Jaami'ul Masaa`il" vol. 1, hal. 177-181]

Penulis: Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa, Lc

Artikel Muslim.Or.Id


10 Nasehat Ibnul Qayyim tentang bersabar ...





Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rasul paling mulia. 

Amma ba’du.


Berikut ini sepuluh nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat:


Pertama, hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya.


Kedua, merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari betapa tinggi kedudukan Allah di matanya. Dan apabila dia menyadari bahwa perbuatannya dilihat dan didengar Allah tentu saja dia akan merasa malu apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya… Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang berada di hadapan Allah…


Ketiga, senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu.

Apabila engkau berlimpah nikmat
maka jagalah, karena maksiat
akan membuat nikmat hilang dan lenyap


Barang siapa yang tidak mau bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa dengan nikmat itu sendiri.


Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa hukuman-Nya


Kelima, mencintai Allah… karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya… Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.


Keenam, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya… 
Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat…


Ketujuh, memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri… karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati…


Kedelapan, memupus buaian angan-angan yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan memberikan manfaat apa-apa.


Kesembilan, hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah… waktu senggang dan lapang yang dia miliki… karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan… sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya baginya.


Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati…
Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya.

Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… 
dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah…

Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.



***




Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Asyru Nashaa’ih libnil Qayyim li Shabri ‘anil Ma’shiyah, www.ar.islamhouse.com




Alih Bahasa: Abu Muslih Ari Wahyudi