Laman

Jumat, 07 November 2014

5 Kelalaian Istri




Tidak diragukan bahwa istri shalihah adalah termasuk kenikmatan dunia yang terindah disamping sebagai tanda kebahagiaan sebuah keluarga. Keshalihan istri tidak hanya diukur dari ibadahnya kepada Allah, akan tetapi juga dipengaruhi bagaimana muamalah dia terhadap orang lain, terutama suaminya.


Dalam rangka menggapai keshalihan, seorang istri hendaknya mewaspadai berbagai kelalaian yang sering menjangkit para istri, baik kelalaian dalam hal ibadah ataupun kelalaian dalam hal muamalah pergaulannya terhadap orang lain. 

Berikut ini akan kami sampaikan sebagian kelalaian istri yang sering didapati di masyarakat kita, semoga para istri bisa menghindarinya, dan para suami bisa memberi nasihat yang baik kepada istrinya jika mendapati sebagian darinya.


1. Menunda-nunda Shalat

Shalat merupakan ibadah yang paling utama. Allah menempatkannya dalam kedudukan kedua setelah dua kalimat syahadat dalam rukun Islam, yang menunjukkan besar dan agungnya kedudukan shalat di sisi Allah. Ibadah yang demikian agungnya ini tentu sudah sepantasnya mendapatkan perhatian yang besar pula.

Sebagai seorang wanita, sudah dimaklumi bahwa shalat terbaik baginya adalah di rumahnya, dan dia tidak wajib melaksanakan shalat berjamaah sebagaimana kaum laki-laki. Keringanan yang Allah berikan bagi mereka ini tentu bukan bertujuan agar mereka meremehkan masalah shalat. Oleh karena itu, meski mereka melaksanakan shalat wajibnya di rumah, mereka tetap harus berusaha melaksanakannya di awal waktu, tidak menunda-nundanya.

Ketika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang amalan apa yang paling utama, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Shalat di awal waktunya” 1

Dan ini tentu saja membutuhkan pengaturan waktu yang sebaik-baiknya oleh para istri di rumah mereka. Kerja sama suami, tentu sangat diharapkan untuk bisa mewujudkan keutamaan yang mulia ini. Para suami hendaknya senantiasa memperhatikan istrinya, mengingat dan memerintahkannya untuk segera shalat jika memang belum shalat, dan membantu pekerjaan-pekerjaan yang mungkin menghalanginya untuk melaksanakan shalat di awal waktunya.


2. Membuka Aurat

Ini adalah satu hal yang sangat sering dilalaikan oleh kaum muslimah di masyarakat kita. Sangat banyak sekali wanita-wanita muslimah yang membuka aurat bahkan berhias dengan moleknya di hadapan kaum lelaki yang bukan mahram-nya. Kaum muslimah yang sudah menutup aurat pun di antara mereka ada yang masih meremehkan jika ada sebagian auratnya yang tersingkap, seperti lengan, betis, atau yang lain.

Entah karena ketidaktahuan mereka, atau karena mengikuti tren mode berpakaian, atau karena hal lain, yang jelas hal ini merupakan kelalaian yang seharusnya diperbaiki. Allah berfirman,


“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Ahzab: 59)

Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa pakaian muslimah yang menutup aurat bukanlah adat orang Arab, sebagaimana persangkaan sebagian orang, akan tetapi itu adalah perintah Allah kepada para wanita muslimah. Bahkan pakaian yang menutup aurat ini Allah perintahkan untuk membedakan para wanita muslimah dengan wanita-wanita jahiliyah, yang ini tentu menunjukkan bahwa adat wanita jahiliyah baik dari kalangan Arab ataupun non Arab adalah membuka aurat mereka.

Dan masih berkaitan dengan masalah pakaian dan penampilan istri, ada satu hal yang sering dilalaikan oleh para istri terhadap suaminya, yaitu berhias di hadapan suami. Yang sering terjadi malah sebaliknya, istri berhias ketika akan keluar rumah bertemu dengan orang lain, akan tetapi ketika di rumah dia lalai menghias diri. Hal seperti ini meski mungkin dianggap remeh, akan tetapi ini sangat mempengaruhi keharmonisan rumah tangga.


3. Ikut Serta Dalam Majlis Gunjing

Ini termasuk salah satu kebiasaan buruk para istri yang berbahaya. 
Ketika ada kesempatan berkumpul dengan sesamanya, tidak jarang mereka membicarakan keburukan-keburukan orang lain. 
Padahal menggunjing, yang dalam istilah syariat disebut ghibah, adalah perkara yang sangat buruk. Saking buruknya, Allah memperumpamakan ghibah dengan memakan daging saudara kita yang telah menjadi bangkai. Allah berfirman,


“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (al-Hujurat: 12)

Barangkali ada di antara mereka yang mengatakan, apa yang “diobrolkan” itu memang benar ada pada orang tersebut, bukan fitnah, apakah masih juga tercela? Maka ketahuilah bahwa itulah hakikat dari ghibah (menggunjing) yang sebenarnya. 

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Tahukah kalian apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Maka Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “(Ghibah adalah) kamu menyebut tentang saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Lalu ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar ada pada orang itu?” Maka Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika memang ada pada orang itu maka kamu berarti telah mengghibahnya, namun jika tidak ada pada orang itu berarti kamu berdusta tentangnya.” 2

4. Bermudah-mudah Dalam Berbicara Dengan Lawan Jenis

Dalam salah satu ayat Allah berfirman,


“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,”(al-Ahzab:32)

Ayat ini berisi adab yang Allah perintahkan kepada para istri Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dan para wanita umat ini mengikut kepada mereka dalam hal ini. 3 Sehingga adab yang Allah perintahkan ini bukan hanya berlaku bagi para istri Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, namun juga bagi para wanita umat ini.

Dalam ayat tersebut Allah menerangkan adab berbicara seorang wanita, agar tidak melembutkan ucapan jika berbicara dengan lawan jenis, karena hal itu bisa menimbulkan fitnah (godaan) bagi para lelaki sehingga timbul keinginan buruk mereka, maka terjadilah bencana.

Dan di zaman teknologi seperti sekarang ini, ngobrol menjadi sesuatu hal yang sangat mudah dengan berbagai sarananya, diantaranya adalah facebook dan yang semisalnya. Meski barangkali obrolan itu hanya berbentuk tulisan, akan tetapi fitnah (bencana) yang ditimbulkan tidak kalah berbahaya daripada ngobrol secara langsung. Bahkan banyak bencana sosial yang diawali dari obrolan dalam facebook dan semisalnya. Maka ini adalah salah satu hal yang mestinya diwaspadai oleh para istri dan juga para suami, dalam rangka menjaga diri dan keluarga dari siksaan api neraka.

Akan tetapi ini bukan berarti haram sama sekali berbicara dengan lawan jenis. Hal ini dibolehkan jika memang benar ada keperluan untuk itu, namun harus tetap memperhatikan adab dalam berbicara dengan lawan jenis; berbicara seperlunya dan tidak melembut-lembutkan perkataan.


5. Kurang Bersyukur Pada Suami

Dalam salah satu hadits Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Aku diperlihatkan neraka, dan ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita, karena mereka berbuat kufur.” Ada yang bertanya, apakah mereka kufur kepada Allah? Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka kufur kepada suami, mereka kufur kepada kebaikan suami, jika kamu (suami) berbuat baik kepada salah seorang dari mereka setiap masa, kemudian dia melihat sesuatu (keburukan) darimu, dia akan berkata, aku tidak pernah melihat satu kebaikan pun darimu.” 4

Sikap seperti ini secara tidak langsung berarti dia tidak bersyukur kepada Allah, karena Rasulullah juga bersabda,


“Barangsiapa tidak bersyukur kepada manusia, dia tidak bersyukur kepada Allah.” 5

Demikian sebagian dari kelalaian para istri yang sering dianggap sepele. Sebenarnya, masih banyak hal lain yang mungkin dianggap sepele oleh para istri yang hakikatnya termasuk kelalaian mereka, hanya saja sebagiaan ini mudah-mudahan menjadi pengingat kita untuk lebih memperbaiki diri. Wallahu mustaan.



Sumber tulisan dari majalah Sakinah, Volume 11, No. 11, 15 Februari – 15 Maret 2013. Rabiul Awal – Rabiul Akhir. via Jilbab.or.id

Sumber ilustrasi

———————-

Catatan Kaki:

1 Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Kitab ash-Shalat, Bab al-Muhafazhah ‘ala Waqti ash-Shalawat, dan at-Tirmidzi dalam Kitab ash-Shalat, Bab Ma Ja’a fil Waqti al-Awwal minal Fadhl. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ish Shaghir no. 1093

2 Riwayat Muslim, Kitab al-Birr wash Shilah wal Adab, Bab Tahrimil Ghibah.

3 Taisirul ‘Aliyil Qadir (3/490)

4 Muttafaq ‘alaih

5 Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Kitab al-Birr wash Shilah, Bab Maa Jaa’a fisy Syukri Liman Ahsan Ilaika, dishahihkan al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6601.

Tafsir Doa Sapu Jagad...



Doa sapu jagad sangat maruf sekali di tengah-tengah kita. Kenapa sampai disebut sapu jagad? Karena sebenarnya doa ini benar-benar ampuh di dalamnya berisi pemintaan seluruh kebaikan di dunia dan akhirat.

Doa sapu jagad yang kami maksud adalah,

رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Robbanaa aatina fid dunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaban naar.” (Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka)

Doa sapu jagad tersebut diucapkan ketika telah selesai menunaikan manasik haji, terutama banyak dibaca di hari-hari tasyrik di bulan Dzulhijjah sebagaimana anjuran sebagai salaf. Ayat yang menyebutkan hal ini,

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ (200) وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201)

“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al Baqarah: 200-201).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً ، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Allahumma aatina fid dunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa ‘adzaban naar (Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka) (HR. Bukhari no. 4522 dan Muslim no. 2690)

Imam Muslim menambahkan dalam riwayatnya disebutkan,

وَكَانَ أَنَسٌ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ بِدَعْوَةٍ دَعَا بِهَا فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ بِدُعَاءٍ دَعَا بِهَا فِيهِ

“Jika Anas radhiyallahu ‘anhu hendak berdoa, ia pasti berdoa dengan doa tersebut. Dan jika ia hendak berdoa dengan doa yang lain, ia pun menyisipkan doa tersebut di dalamnya.” (HR. Muslim no. 2690).

Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan,

لَمْ يَدْعُ نَبِيّ وَلَا صَالِح بِشَيْءٍ إِلَّا دَخَلَ فِي هَذَا الدُّعَاء

“Tidaklah seorang nabi maupun orang shalih berdoa melainkan mereka menggunakan doa ini.” (Fathul Bari, 2: 322).

Imam Nawawi rahimahullah berkata mengenai pengertian doa tersebut,

وَأَظْهَرُ الْأَقْوَال فِي تَفْسِير الْحَسَنَة فِي الدُّنْيَا أَنَّهَا الْعِبَادَة وَالْعَافِيَة ، وَفِي الْآخِرَة الْجَنَّة وَالْمَغْفِرَة ، وَقِيلَ : الْحَسَنَة تَعُمّ الدُّنْيَا وَالْآخِرَة .

“Pendapat yang lebih tepat mengenai tafsiran ‘kebaikan di dunia’ adalah ibadah dan ‘afiyah (kesehatan). Sedangkan ‘kebaikan di akhirat’ adalah surga dan ampunan Allah. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa kebaikan di situ mencakup umum untuk seluruh kebaikan di dunia dan akhirat.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 13).

Ibnu Katsir menyatakan, “Doa sapu jagad ini berisi permintaan kebaikan di dunia seluruhnya dan dihindarkan dari seluruh kejelekan. Yang dimaksud kebaikan dunia adalah nikmat sehat, rumah yang lapang, istri yang penuh dengan kebaikan, rizki yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang menyenangkan, pujian yang baik serta kebaikan-kebaikan lainnya dengan berbagai ungkapan dari pakar tafsir. Apa yang disebutkan oleh para ulama pakar tafsir semuanya tidaklah saling bertentangan. Karena seluruh kebaikan dunia tercakup dalam doa tersebut.

Adapun kebaikan di akhirat yang diminta dalam do’a ini tentu saja lebih tinggi dari kebaikan di dunia yaitu dimasukkannya ke dalam surga, dibebaskan dari rasa khawatir (takut), diberi kemudahan dalam hisab (perhitungan amalan) di akhirat, serta berbagai kebaikan akhirat lainnya.

Adapun permintaan diselamatkan dari siksa neraka mengandung permintaan agar kita dibebaskan dari berbagai sebab yang menjerumuskan ke dalam neraka yaitu dengan dijauhkan dari berbagai perbuatan yang haram dan dosa, dan diberi petunjuk untuk meninggalkan hal-hal syubhat (yang masih samar/abu-abu) dan hal-hal yang haram.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 122).

Doa yang sering kita ucapkan ini ternyata punya kandungan makna yang mendalam. Semoga bisa diamalkan dan dipahami maknanya sehingga kita pun bisa bersungguh-sungguh dalam berdoa.

Hanya Allah yang memberi taufik.



Selesai disusun selepas Ashar di Darush Sholihin, 14 Muharram 1436 H

Oleh Al Faqir Ilallah: M. Abduh Tuasikal, MSc


Kamis, 06 November 2014

Sebelum Membicarakan Jelek Saudaramu....





Sebelum Membicarakan Jelek Saudaramu


Kadang kita membicarakan jelek orang lain (ghibah),
padahal diri kita sendiri penuh kekurangan.
Seharusnya kita pandai bercermin, melihat kekurangan sendiri.

Sebagian wanita yang berjilbab kecil, kadang berkomentar sinis pada ibu berjilbab syar’i, “Idih, jilbab gede ini, kayak teroris saja.”

Sebagian kita lagi membicarakan kelakuan jelek tetangganya, “Itu loh tetangga kita, punya mobil baru lagi, benar-benar tak pernah puas dengan dunia.”

Sebelum membicarakan jelek saudaramu, coba pikirkan hadits ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

يُبْصِرُ أَحَدُكُمْ القَذَاةَ فِي أَعْيُنِ أَخِيْهِ، وَيَنْسَى الجَذْلَ- أَوْ الجَذْعَ – فِي عَيْنِ نَفْسِهِ

“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.”
(HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no. 592, riwayat yang shahih)


Maksud perkataan sahabat Abu Hurairah di atas adalah sama seperti pepatah dalam bahasa kita “Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak”.


Artinya, aib orang lain sebenarnya kita tidak tahu seluruhnya. Selalu kita katakan mereka jelek, mereka sombong, mereka sok alim, dan cap jelek lainnya. Sedangkan aib kita, kita yang lebih tahu. Kalau aib orang lain kita hanya tahunya “kecil” makanya Abu Hurairah ungkapkan dengan istilah “kotoran kecil di mata”. Namun aib kita, kita yang lebih tahu akan “besarnya”, maka dipakai dalam hadits dengan kata “kayu besar”. Sebenarnya kita yang lebih tahu akan kekurangan kita yang begitu banyak.


So … coba terus introspeksi diri daripada terus membicarakan aib dan kekurangan saudara kita. Cobalah berusaha agar diri kita menjadi lebih baik.


Moga kita dapat hidayah.



Ungkapan hati di pagi penuh berkah di Darush Sholihin, 13 Muharram 1436 H

Oleh Al Faqir Ilallah: M. Abduh Tuasikal, MSc

Artikel Rumaysho.Com