Laman

Sabtu, 31 Maret 2012

Hadiah Terindah untuk Orang Tua ....





Ketahuilah duhai Anakku... Al Quran adalah Hadiah Terindah Untuk kami Orangtuamu

Duhai diri dan Saudara-saudariku, setiap kita pasti ingin bisa buat bahagia kedua orangtua. Setiap kita ingin ngasih yang terbaik untuk kedua orangtua. Pasti!

Coba perhatikan, ketika training motivasi. Setiap kali renungan kalo disentuh orangtua, walopun anak sebandel apapun pasti ia bisa nangis, percaya ga? Karena di setiap kita punya hati nurani. Dan itu sudah dikaruniakan oleh Alloh yang Maha Pengasih.

Duhai diri dan Saudara-saudariku, sebenernya apa sih yang orangtua ingin dari hidup kita (anaknya)?

Apakah harta? Harta kita mungkin seadanya. Dan kalaupun ada, hakikat sebenarnya harta tidak akan membawa manfaat kecuali dimanfaatkan di jalan Alloh.

Apakah nilai bagus? Nilai bagus memang impian kita. Tapi nilai itu tidak akan membawa manfaat bagi kedua orangtua kita, karena nilai itu akan kembali kepada diri kita bagus atau tidaknya.

Apakah perhatian dan kasih sayang? Ya, ini mungkin. Tapi sebenarnya, perhatian kita itu terbatas. Perhatian kita itu tidak sepenuhnya kepada orangtua. Karena kita banyak aktivitas sehingga terkadang lupa bahkan sekedar nelpon atau sms menanyakan kabar kadang kita mungkin lupa.

Orangtua yang sholih sebenarnya hanya ingin punya anak yang sholih. Anak yang bisa selalu taat kepada Alloh dan senantiasa mengamalkan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Salam. Sehingga dengan kesholihannya itu bisa membawa kepada kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan anak yang sholih ini akan membawa kebaikan kepada kedua orangtuanya, karena doa anak yang sholih akan menolong kedua orangtuanya di akhirat kelak.

Namun, ada hadiah terbaik untuk kedua orangtua kita di akhirat kelak. Disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Salam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim, bacalah dengan hatimu duhai diri, wahai anak-anakku juga saudara-saudariku ~> “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, akan dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orangtuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Qur’an.”

SubhanAlloh, orangtua yang memiliki anak Hafidz / Hafidzah Al-Qur’an akan mendapatkan jubah (kemuliaan) yang tidak didapatkan di dunia.

Duhai diri, Wahai anak-anakku dan Saudara-saudariku, berjuanglah dengan sungguh-sungguh dan selalu bertekad untuk menjadi penghafal Al-Qur’an. Kuatkan azzam, “Saya ingin menjadi Hafidz / Hafidzah Al-Qur’an, agar saya bisa memuliakan kedua orangtua di dunia dan akhirat.” Senantiasa istiqomah dalam membaca Al-Qur’an, mempelajari, dan mengamalkannya, serta menghafalkannya. Ikutilah Halaqah Al-Qur’an, agar terus termotivasi untuk mempelajari Al-Qur’an dan senantiasa menajga diri dari kemaksiatan. Mudah-mudahan Alloh menolong kita semua, dan menjadikan kita menjadi anak yang bisa memuliakan kedua orangtua dengan menjadi penghafal Al-Qur’an. Aamiin Ya Robb.

Allohumma bariklana bil Qur’an (Ya Alloh berkahilah kami semua dengan Al-Qur’an)

Wallohu a'lam bisshowab.


[source: Kisah Islami Penuh Hikmah]

Senin, 26 Maret 2012

Jika Anak Suka Membantah





Bagaimana pendapat anda ketika si kecil sangat mudah membantah apapun perkataan anda? atau sikap apa yang harus dilakukan ketika anak selalu mengemukakan sanggahan yang membuat kita sebagai orang tua semakin marah dan sering kali tak tahan untuk tidak memukul?

Hal pertama yang harus diketahui oleh orang tua adalah, bahwa ternyata sikap membantah anak bukan murni terjadi karena kesalahannya. Banyak orang tua yang tidak memberikan kesempatan mengutarakan pendapat dan pikirannya. Sehingga, tipe orang tua yang terlalu memaksakan kehendak anaknya itulah, yang justru paling rawan untuk membentuk karakter anak- anak mereka sebagai tiruannya,yaitu memiliki sifat otoriter dan suka memaksa.


Maka dari itu, koreksi diri juga diperlukan para orang tua. Karena sadar atau tidak, terkadang orang tua juga memberikan argumen dan logika orang dewasa ketika berbicara dengan mereka, menuntut mereka melakukan apa yang orang tua inginkan, dan tidak memberi kesempatan anak memberikan pendapat tentang cita- citanya sendiri.


Ya, ternyata anak- anakpun juga sangat ingin dimengerti, dihargai, dan dipahami perasaan dan pendapatnya.



Berikut beberapa langkah yang harus kita lakukan ketika anak-anak kita mulai suka membantah:

1. Kesempatan Bicara

Perhatikan ketika dia mulai berbicara dengan anda, karena hal ini mengindikasikan bahwa anda memberinya kesempatan untuk mengungkapkan ide dan pikirannya. Namun,jika hal itu adalah menyangkut sesuatu yang prinsip yang menurut anak anda masih juga bisa ditawar,bicaralah dengan lemah lembut tanpa nada marah.


2. Beri pilihan yang tidak di sukai

Jika anda menjumpai bahwa anak anda tetap ngotot membantah, maka berikanlah pilihan yang tidak disukainya. Misalnya "mau ke masjid, atau mama ambil gamenya?”. pilihan yang menyenangkan hanya akan membuatnya tetap membantah, karena ia tidak ingin melakukan atau mendapatkan apa yang tidak disukainya.


3.Jangan Ulagi pilihan yang sama

Jadilah orang tua yang konsisten dan lakukan apa yang sudah anda katakan kepadanya, meskipun pilihan tersebut adalah tidak enak baginya. Karena, jika Anda tidak melaksanakan apa yang anda ucapkan, dia akan menganggap Anda remeh. Memang hal ini akan membuat anak-anak anda menggerutu di awalnya, tapi selanjutnya, anak- anak akan menentukan pilihan-pilihan yang terbaik baginya tanpa harus memilih sesuatu yang tidak enak karena membantah Anda.


4. Ubah pola didik

Jangan menakut- nakuti anak anda kecuali jika hal itu diperlukan, karena hal itu juga bisa mematikan sifat anak yang selalu ingin tahu. Orang tua perlu memberi jeda waktu kepada anak agar mencoba dan memacu kreativitasnya sendiri, sehingga akhirnya anak dapat belajar sendiri akibat baik dan buruknya tentang segala sesuatu, juga terbiasa untuk berfikir panjang sebelum melakukan sesuatu.

Kurangi juga hal yang terkesan menyudutkan dan terlalu mendiktenya. terkadang sebagai orang tua, kita perlu memberinya kesempatan untuk memilih, hal tersebut berguna untuk melatihnya
bersikap mandiri dengan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. selain itu, jika anak berhasil mmengatasi kesulitannya sendiri, dia akan merasa lebih berharga.
Orang tua cukup memberikan motivasi atau rambu- rambu ketika anak melakukan suatu sikap. Dengan demikian, ia akan berusaha untuk menampilakan yang terbaik yang mereka bisa.


5.Komunikasi

Komunikasi adalah cara paling efektif untuk mengetahui alasan apa saja yang dapat menyebabkan anak membantah perkataan orangtua.Ketika orang tua membuka komunikasi lambat aun anak juga akan membuka diri untuk mengungkapkan penyebab dan alasan mengapa mereka mempertahankan pendapatnya. Dengan komunikasi, orangtua dan anak akhirnya dapat menemukan jalan keluarnya bersama-sama.

Selain komunikasi,disiplin yang menyenangkan, terbuka namun konsisten, akan mempermudah penyelesaian kasus bantah membantah yang dilakukan anak. Karena, ketika anak sudah diminta untuk mentaati peraturan, dan orangtua juga konsisten melakukan kesepakatan,kemungkinan untuk anak memberikan masukan kepada orang tua juga akan semakin terbuka.


Jika suasana terasa menyenangkan bagi anak dan semua anggota keluarga, pembentukan karakter anak yang komunikatif dan anti konflik insyaAllah juga akan lebih mudah diciptakan. Selain itu penghargaan anak terhadap orangtua, juga akan muncul yang mengakibatkan mereka mudah mengurangi bahkan menghilangkan sifat negatifnya.








(Syahidah)

Minggu, 25 Maret 2012

3D Crystal Puzzle For Kids



Baru ..3D Crystal Puzzle , permainan yang dapat mengembangkan pikiran , motorik tangan, dan kemampuan berorganisasi.

Selain itu Puzzle ini dapat dijadikan hadiah keren untuk diberikan kepada teman dan kerabat, dapat juga dijadikan pajangan rumah yang cantik.

3D Crystal Puzzle :

1. Kondisi: 100% baru dengan kualitas tinggi

2. Bahan: akrilik Plastik

3. Mickey size: 13cm x 8cm x 5cm, ukuran Box: 18cm x 13cm x 6cm

4. Warna: biru

5. Berat: 0.25kg

6. Puzzle ini sangat menarik dan tidak membosankan  ,bandingkan dengan Puzzle biasa , Puzzle ini  memiliki bentuk 3 Dimensi yang cantik

7. Puzzle ini terdiri dari blok plastik berkilau kristal, masing-masing berbeda tiga dimensi nya terdiri dari blok yang berbeda. Amati dan rasakan  pergantian bentuk terfragmentasi ke karya seni yang indah secara perlahan. 

8. Ikuti saja  bentuk potongan puzzle,  akan sangat menarik dan  menantang  pikiran 

9.Catatan: Ikuti petunjuk urutan penomoran gambar gambar Puzzle potongan atas ,Abaikan nomor pada potongan puzzle yang sebenarnya,karena itu hanya angka produksi saja.

10.Package Termasuk: potongan puzzle dan intruksi manual pemasangan 



PRICE :  IDR  55.000/Pc


Untuk Pemesanan Hubungi :
>>  Ika Widiana  :     SMS / Telp  081 931940674
                                PIN BB        306AF036
         


Hello Kitty



Hello Kitty


mickey mouse



Minnie & Mickey


Minnie Mouse




Winnie The Pooh 




Winnie The Pooh








Manfaat Puzzle Bagi Anak - Anak



Dunia anak adalah dunia bemain dan belajar. Anak-anak akan lebih mudah menangkap ilmu kalau diberikan lewat permainan, jadi anak-anak bisa sekaligus bermain tetap belajar. Dalam dunia anak-anak terdapat berbagai jenis permainan, salah satu jenis permainan yang bermanfaat bagi anak dan bersifat edukatif adalah puzzle. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya.

Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motifasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya.

Puzzle sudah bisa dimainkan oleh anak berusia 10 bulan, tentunya dengan kepingan gambar (puzzle) yang sedikit dan tingkat kesulitannya lebih mudah. Untuk awal, kenalkan anak anda dengan puzzle sederhana yang terdiri dari sebuah keping saja, misalnya gambar ikan. Jadi si kecil hanya memasukkan satu buah kepingan gambar tersebut kedalam lubangnya. Makin tinggi usia anak, biasanya tingkat kesulitan lebih rumit. Dari yang hanya satu kepingan gambar, kemudian menjadi sebuah gambar yang dipotong menjadi 2, 3, 4 dan seterusnya. Semakin banyak gambar dan kepingan gambarnya, semakin tinggi tingkat kesulitannya.


Permainan Puzzle mempunyai banyak manfaat, diantaranya :

1. Meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak belajar berkonsentrasi.

Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut.
Melatih koordinasi tangan dan mata.

Anak dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.


2. Meningkatkan Keterampilan Kognitif.

Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar.


3. Belajar bersosialisasi.

Dua anak yang bermain bersama-sama tentunya butuh diskusi untuk merancang kepingan-kepingan gambar dari puzzle tersebut. Anak yang lebih besar akan merasa senang jika dapat membantu anak yang lebih kecil, sebaliknya pun begitu, sehingga akan tercipta suasana yang nyaman dan terciptanya interaksi ketika bermain

.
4. Melatih kesabaran

Dengan bermain puzzle anak bisa belajar melatih kesabarannya dalam menyelesaikan suatu tantangan.


5. Melatih daya ingat

Bermain puzzle akan melatih daya ingat anak tentang bentuk dan warna puzzle yang yang akan disusun. Anak akan mengingat gambar yang dilihat sebelum menyusunnya.


6. Melatih Nalar

Puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar mereka. Anak akan menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, kaki dan lain-lain sesuai dengan logika. Jika sudah menaruh bagian hidung berarti mulut ada di bagian bawahnya.


Orangtua harus memperhatikan bahwa kemampuan tiap anak itu berbeda. Biasanya anak yang sejak dini sudah dikenalkan dengan puzzle akan lebih mahir dan terbiasa bermain puzzle. Oleh karena itu, para orang tua yang akan memilih puzzle untuk anaknya, jangan berdasarkan umur, tetapi bergantung kepada kemampuan si buah hati. Umumnya, anak-anak yang kuat kemampuan visualnya, akan lebih mudah dan cepat menyelesaikan permainan ini.


Selain itu tugas sebagai orangtua adalah mendampingi mereka dan memberikan kesempatan pada anak untuk berusaha sendiri menyelesaikan puzzle tersebut. Kita bisa memberikan pengarahan kepada anak jika anak mengalami kesulitan. Namun jika anak sudah mulai terlihat frustasi dan tidak bisa melanjutkan kembali kita bisa menawarkan untuk beristirahat atau melakukan aktifitas yang lain. Jika anak anda berhasil menyelesaikan puzzle tersebut, berikanlah ia pujian. Kemudian tanyakanlah seputar gambar yang telah berhasil ia selesaikan, untuk mengetahui sejauh apa dia memahami gambar tersebut.



Dari beberapa sumber

http://mamacerdas.com/wp-content/uploads/2010/10/puzzle-alfabet2.jpg

Selasa, 20 Maret 2012

" Perempuan Sempurna "




(Catatan Untuk ISTRI yg berusaha HEBAT tanpa SUAMI HEBAT)

Bismillahirr Rahmanirr Rahim ...

Siapakah Kau, Perempuan Sempurna?

Ketika akhirnya saya dilamar oleh seorang lelaki, saya luruh dalam kelegaan.
Apalagi lelaki itu, kelihatannya ‘relatif’ sempurna. Hapalannya banyak, shalih, pintar. Ia juga seorang aktivis dakwah yang sudah cukup matang.
Kurang apa coba?

Saya merasa sombong! Ketika melihat para lajang kemudian diwisuda sebagai pengantin, saya secara tak sadar membandingkan, lebih keren mana suaminya
dengan suami saya.

Sampai akhirnya air mata saya harus mengucur begitu deras, ketika suatu hari menekuri 3 ayat terakhir surat At-Tahrim. Sebenarnya, sebagian besar ayat
dalam surat ini sudah mulai saya hapal sekitar 10 tahun silam, saat saya masih semester awal kuliah. Akan tetapi, banyak hapalan saya menguap, dan harus kembali mengucur bak air hujan ketika saya menjadi satu grup dengan seorang calon hafidzah di kelompok pengajian yang rutin saya ikuti.

Ini terjemah ayat tersebut:

66:10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang
kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)".

66:11. Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang lalim",

66: 12. dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.


SEBUAH KONTRADIKSI

Ada 4 orang yang disebut dalam 3 ayat tersebut. Mereka adalah Istri Nuh, Istri Luth, Istri Firaun dan Maryam. Istri Nuh (IN), dan Istri Luth (IL) adalah symbol perempuan kafir, sedangkan Istri Firaun (IF) dan Maryam (M), adalah symbol perempuan beriman. Saya terkejut, takjub dan ternganga ketika menyadari bahwa ada sebuah kontradiksi yang sangat kuat. Allah memberikan sebuah permisalan nan ironis. Mengapa begitu?

IN dan IL adalah contoh perempuan yang berada dalam pengawasan lelaki shalih. Suami-suami mereka setaraf Nabi (bandingkan dengan suami saya! Tak ada apa-apanya, bukan?). Akan tetapi mereka berkhianat, sehingga dikatakanlah kepada mereka, waqilad khulannaaro ma’ad daakhiliin…

Sedangkan antitesa dari mereka, Allah bentangkan kehidupan IF (Asiyah binti Muzahim) dan M. Hebatnya, IF adalah istri seorang thaghut, pembangkang sejati yang berkoar-koar menyebut “ana rabbakumul a’la.” Dan Maryam, ia bahkan tak memiliki suami. Ia rajin beribadah, dan Allah tiba-tiba berkehendak meniupkan ruh dalam rahimnya. Akan tetapi, cahaya iman membuat mereka mampu tetap bertahan di jalan kebenaran. Sehingga Allah memujinya, wa kaanat minal qaanithiin…


PEREMPUAN SEMPURNA

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
"Sebaik-baik wanita penghuni surga itu adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri Firaun, dan Maryam binti Imran." (HR. Ahmad 2720, berderajat shahih).

Empat perempuan itu dipuji sebagai sebaik-baik wanita penghuni surga. Akan tetapi, Rasulullah saw. masih membuat strata lagi dari 4 orang tersebut.

Terpilihlah dua perempuan yang disebut sebagai perempuan sempurna. Rasul bersabda, “Banyak lelaki yang sempurna, tetapi tiada wanita yang sempurna
kecuali Asiyah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya keutamaan Asiyah dibandingkan sekalian wanita adalah sebagaimana keutamaan bubur roti gandum dibandingkan dengan makanan lainnya.” (Shahih al-Bukhari no. 3411).

Inilah yang membuat saya terkejut! Bahkan perempuan sekelas Fathimah dan Khadijah pun masih ‘kalah’ dibanding Asiyah Istri Fir'aun dan Maryam binti Imran.
Apakah gerangan yang membuat Rasul menilai semacam itu?

Ah, saya bukan seorang mufassir ataupun ahli hadits. Namun, dalam keterbatasan yang saya mengerti, tiba-tiba saya sedikit meraba-raba, bahwa penyebabnya adalah karena keberadaan suami. Khadijah, ia perempuan hebat, namun ia tak sempurna, karena ia diback-up total oleh Rasul terkasih Muhammad saw., seorang lelaki hebat. Fathimah, ia dahsyat, namun ia tak sempurna, karena ada Ali bin Abi Thalib ra, seorang pemuda mukmin yang tangguh.

Sedangkan Asiyah? Saat ia menanggung deraan hidup yang begitu dahsyat, kepada siapa ia menyandarkan tubuhnya, karena justru yang menyiksanya adalah suaminya sendiri. Siksaan yang membuat ia berdoa, dengan gemetar, "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari
kaum yang lalim." Siksaan yang membuat nyawanya terbang, ah… tidak mati, namun menuju surga. Mendapatkan rizki dan bersukaria dengan para penduduk
akhirat.

Bagaimana pula dengan Maryam? Ia seorang lajang yang dipilih Allah untuk menjadi ibunda bagi Nabi Isa. Kepada siapa ia mengadu atas tindasan kaumnya yang menuduh ia sebagai pezina?
Pantas jika Rasul menyebut mereka: Perempuan sempurna…


JADI, YANG MENGANTAR ke Surga, Adalah Amalan Kita

Jadi, bukan karena (sekadar) lelaki shalih yang menjadi pendamping kita.
Suami yang baik, memang akan menuntun kita menuju jalan ke surga,
mempermudah kita dalam menjalankan perintah agama. Namun, jemari akan teracung pada para perempuan yang dengan kelajangannya (namun bukan sengaja melajang), atau dengan kondisi suaminya yang memprihatinkan (yang juga bukan karena kehendak kita), ternyata tetap bisa beramal dan cemerlang dalam cahaya iman. Kalian adalah Maryam-Maryam dan Asiyah-Asiyah, yang lebih hebat dari Khadijah-Khadijah dan Fathimah-Fathimah.

Sebaliknya, alangkah hinanya para perempuan yang memiliki suami-suami nan shalih, namun pada kenyataannya, mereka tak lebih dari istri Nabi Nuh dan
istri Nabi Luth. Yang alih-alih mendukung suami dalam dakwah, namun justru menggelendot manja, “Mas… kok pergi pengajian terus sih, sekali-kali libur dong!” Atau, “Mas, aku pengin beli motor yang bagus, gimana kalau Mas
korupsi aja…”

Benar, bahwa istri hebat ada di samping suami hebat. Namun, lebih hebat lagi adalah istri yang tetap bisa hebat meskipun terpaksa bersuamikan orang tak hebat, atau bahkan tetapi melajang karena berbagai sebab nan syar’i. Dan betapa rendahnya istri yang tak hebat, padahal suaminya orang hebat dan membentangkan baginya berbagai kemudahan untuk menjadi hebat. Hebat sebagai hamba Allah Ta'ala!



Wallahu a’lam bish-shawwab.
( By: Afifah Afra)

Jumat, 16 Maret 2012

Beberapa Sebab Yang Dapat Melunakkan Hati



1. Takut akan datangnya kematian secara tiba-tiba sebelum taubat.

2. Takut tidak dapat menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.

3. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syetan.

4. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah kepada diri Anda.

5. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang Anda lakukan.

6. Takut terbongkarnya aib, akibat perbuatan buruk yang Anda lakukan.

7. Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.

8. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.

9. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Mungkar dan Nakir di alam kubur.

10. Takut akan azab dan kedahsyatan di alam kubur.

11. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil.

12. Takut melewati titian shirath yang tajam. Sesungguhnya titian shirath itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang.

13. Takut menghadapi siksa yang sangat pedih.

14. Takut dijauhkan dari jannah, tempat kenikmatan yang abadi.

15. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.

16.Anda harus mengetahui dosa dan aib Anda.

17. Ma’rifah Anda kepada Allah yang Anda rasakan siang dan malam sedang Anda tidak bersyukur.

18. Takut tidak diterima amalan dan ucapan Anda.

19. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan Anda sendiri.

20. Kekhawatiran Anda menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada saat mizan ditegakkan.

21.Hendaknya anda menyerahkan urusan diri Anda, anak-anak Anda, keluarga, suami,dan harta Anda kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan janganlah bersandar dalammemperbaiki urusan ini kecuali hanya kepada Allah.

22. Sembunyikanlah amal-amal Anda dari sifat riya’ ke dalam hati Anda, seringkali sifat riya’ itu
memasuki hati Anda sedang Anda tidak merasakannya. Hasan al-Bashri Rahimahullah pernah berkata, ”Berbicaralah wahai engkau diri, dengan ucapan orang shalih yang qona’ah lagi ibadah. Sedang engkau mengerjakan amalan orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang yang mukhlish.

23. Jika Anda ingin sampai pada derajat ikhlas, maka hendaknya akhlakmu seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya dan mencacinya.

24. Hendaknya Anda memiliki sifat cemburu ketika larangan Allah dilecehkan.

25. Ketahuilah bahwa amal shalih namun dengan sedikit dosa lebih disukai Allah dari pada amal shalih yang
banyak namun diiringi dengan dosa yang banyak pula.

26. Ingatlah setiap Anda sakit bahwa Anda telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan
menemui Allah dengan amalmu yang buruk.

27. Hendaknya ketakutan Anda kepada Allah menjadi jalanmu menuju Allah selama Anda sehat.

28. Setiap Anda mendengar kematian seseorang, maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat.
Dan jika Anda menyaksikan jenazah, maka bayangkanlah bahwa Anda yang sedang dihasung.

29. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rizki kita sedang hatinya tidak tentram kecuali dengan adanya sesuatu yang ia kumpulkan. Dan menyatakan bahwa sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita mengumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikitpun, dan
mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.

30.Lihatlah dunia dengan pandangan i’tibar (penuh mengambil pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (rasa cinta) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.

31.Ingatlah bahwa Anda sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah Anda sanggup menghadapi panasnya api neraka jahannam?

32. Diantara akhlak sesama mukminah adalah menasihati sesama mukminah.

33. Jika Anda melihat orang yang lebih besar dari Anda maka muliakanlah ia dan katakanlah, ”Anda telah
mendahului saya dalam Islam dan amal shalih, maka dia jauh lebih baik di sisi Allah.” Sedangkan jika melihat orang yang lebih muda usianya, maka katakanlah kepadanya, ”Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih sedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”





Diketik ulang dari: 500 Nashihah lil Mar’ah Muslimah, Fathi Majdi
As-Sayyid. Edisi Indonesia: Nasehat kepada para Muslimah. Penerjemah: Muzaidi
Hasbullah, Lc., dkk. Penerbit: Pustaka Arafah, Solo. Cet. I: April 2001/Muharram
1422 H, hal.96-100

Kamis, 15 Maret 2012

Larangan Mencaci Masa



Ukhti muslimah yang dirahmati Allah,… Mungkin sering kita mendengar beberapa ucapan seperti “I hate Monday” atau ucapan yang sering kita dengar di kalangan ibu-ibu ketika hujan turun “gara-gara hujan pakaian jadi ga kering!” atau “gara-gara hujan terus menerus jalanan jadi becek, banjir dan susah keluar”, menyalahkan musim kemarau sebagai penyebab kebakaran hutan, atau kepercayaan terhadap hari tertentu yang membawa sial dan yang semisalnya.1

Ternyata ucapan-ucapan di atas dilarang oleh agama kita karena termasuk dalam kategori mencaci masa.

 Mari kita simak penjelasan tentang masalah ini bersama syaikh Salim Ied Al-Hilali hafizhahullah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu dari Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda:

“Allah azza wa jalla berfirman, ‘Ibnu Adam telah menyakiti-Ku! Mereka berkata, ‘Duhai sialnya masa!’ Janganlah mengatakan: ‘Duhai sialnya masa,’ sebab Aku-lah Pencipta masa, Aku-lah yang membolak-balikkan siang dan malam. Sekiranya Aku berkehendak, niscaya Aku akan menggenggam keduanya (yakni menahan siang dan malam)!’”2

Dalam riwayat lain disebutkan, “Mereka memaki masa.” Diriwayatkan dari jalur lain dengan lafazh:


“Janganlah kalian memaki masa, karena Aku-lah Pencipta masa. Siang dan malam adalah milik-Ku dan Aku-lah yang membolak-balikkan keduanya. Dan Aku-lah yang mengangkat dan menurunkan raja-raja.”3

Dari jalur lain, hadits ini diriwayatkan dengan lafazh: “Janganlah kalian mencaci masa, karena Allah-lah yang menciptakan masa.”4 Dari jalur lainnya, hadits ini diriwayatkan dengan lafazh,

“Allah azza wa jalla berfirman, ‘Anak Adam mencela-Ku, ia berkata, ‘Duhai sialnya masa!’ Padahal Aku-lah Pencipta masa, Aku-lah Pencipta masa.” (Hasan, HR Ibnu Abi Ashimdalam As-Sunnah [598])

Kandungan Bab:
Memaki masa tidak terlepas dari dua hal; syirik atau mencaci Allah.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu berkata dalam kitab Zaadul Ma’aad (II/354-355): “Terangkum di dalamnya tiga kerusakan:Pertama, memaki sesuatu yang tidak layak dimaki. Sebab, masa adalah makhluk ciptaan Allah yang selalu menuruti perintah-Nya, berjalan menurut kehendak-Nya. Sebenarnya, pencaci masa itulah yang lebih berhak dicaci dan dimaki.

Kedua, memaki masa termasuk perbuatan syirik. Sebab ia memaki masa karena anggapannya bahwa masa dapat memberi manfaat dan mudharat. Di samping anggapan bahwa masa itu zhalim, karena telah merugikan orang yang tidak pantas dirugikan, memberi orang yang tidak pantas diberi, mengangkat derajat orang yang tidak pantas diangkat derajatnya, menahan orang yang tidak pantas ditahan haknya. Jadi menurut para pencela itu, masa adalah sesuatu yang paling zhalim. Banyak ditemui sya’ir-sya’ir orang-orang zhalim yang berisi caci maki terhadap masa. Dan kebanyakan orang-orang jahil secara terang-terangan mencaci maki dan menjelek-jelekkan masa.

Ketiga, cacian itu mereka lontarkan terhadap siapa yang telah menetapkan ketentuan tersebut, sekiranya ketentuan itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya hancurlah langit dan bumi. Jika sesuai dengan hawa nafsu, mereka pun memuji masa dan menyanjungnya. Padahal hakikatnya, Allah yang menciptakan masa itulah yang memberi dan menahan, yang mengangkat dan menurunkan, yang memuliakan dan menghinakan, masa sama sekali tidak punya kuasa atas hal tersebut. Jadi, memaki masa sama halnya dengan mencaci Allah. Oleh karena itu, (dia) dianggap telah menyakiti Allah Subhanahu Wata’ala dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah Radiyallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Anak Adam telah menyakiti-Ku, ia memaki masa, padahal Aku-lah (yang menciptakan) masa.’”

Memaki masa tidak terlepas dari dua hal; Mencela Allah atau menyekutukan-Nya. Sebab, jika ia berkeyakinan bahwa masa juga menentukan di samping Allah, maka ia jatuh (ke dalam) musyrik. Jika ia berkeyakinan bahwa hanya Allah sajalah yang menentukannya, lalu ia mencela ketentuan itu, berarti ia telah mencaci Allah.

Bathilnya anggapan kaum Jahiliyyah yang menyandarkan musibah yang menimpa mereka kepada masa. Karena sesungguhnya Allah sematalah yang menentukannya.Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (XII/357), “Sabda Nabi Shalallahu alaihi wassalam: ‘Janganlah anak Adam itu mengatakan, ‘Duhai sialnya masa!’” Maksudnya, orang-orang Arab dahulu biasa memaki masa saat musibah menimpa mereka. Mereka mengatakan, ‘Mereka tertimpa malapetaka zaman!’ atau, ‘Zaman telah melumat mereka.’ Allah telah menyebutkan tentang mereka dalam Kitab-Nya:



وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ

“Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa.” (Al-Jaatsiyah: 24).

Jika mereka mengkambinghitamkan masa atas seluruh musibah yang menimpa mereka, berarti mereka telah mencela penciptanya. Makian mereka itu sebenarnya tertuju kepada Allah. Karena pada hakikatnya, Allahlah yang menciptkan perkara-perkara yang mereka sandarkan kepada masa. Maka dari itu mereka dilarang memaki masa.

Al-Hafizh al-Munziri berkata dalam kitab at-Targhiib wat Tarhiib (III/482):


“Makna hadits ini ialah, dahulu orang-orang Arab, jika tertimpa musibah atau perkara yang dibenci, mereka memaki masa dengan keyakinan bahwa penentu musibah yang menimpa mereka itu adalah masa. Sebagaimana halnya orang-orang Arab dahulu meminta hujan kepada bintang-bintang. Kata mereka: ‘Kami diberi hujan karena bintang ini,’ dengan keyakinan bahwa penentu hujan turun itu adalah bintang tersebut. Maka, hal itu sama halnya dengan mengutuk Penciptanya, dan hanya Allah sajalah yang menciptakan dan melakukan segala sesuatu. Karena itulah Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam melarangnya.”

Ad-Dahr (masa) tidak termasuk nama di antara nama-nama Allah dan tidak juga sifat di antara sifat-sifat-Nya. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menukil dalam kitab Fathul Baari(X/566), dari al-Qadhi ‘Iyadh,

“Sebagian orang yang bukan ahli tatqiq mengira bahwa ad-Dahr (masa) termasuk salah satu nama Allah. Itu jelas sebuah kesalahan, sebab masa adalah waktu perjalanan dunia. Sebagian orang mendefinisikan masa sebagai waktu bagi seluruh ketentuan Allah di dunia atau ketentuan-Nya atas setiap manusia sebelum mereka mati. Sebagian kaum Dahriyyah dan Mu’aththilah berpegang kepada zhahir hadits ini. Mereka mengangkatnya sebagai hujjah terhadap orang-orang jahil. Menurut mereka, tidak ada pencipta selain itu. Cukuplah sebagai bantahannya, sabda Nabi dalam hadits tersebut: ‘Aku-lah Pencipta masa, Aku-lah yang membolak-balik siang dan malam.’ Mustahil ada sesuatu yang membolak-balik dirinya sendiri!? Mahatinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan!”
Yang benar, kata ‘ad-Dahr’ dalam kalimat “anaddahr” dibaca rafa’. Namun, Muhammad bin Dawud menyelisihinya. Imam al-Baghawi rahimahullah berkata dalam kitab Syarhus Sunnah (XII/358):

“Ibnu Dawud mengingkari riwayat ahli hadits yang berbunyi “anaddahr”, ia berkata, ‘Sekiranya hadits itu seperti yang diriwayatkan oleh ahli hadits, berarti ad-dahr termasuk salah satu nama Allah.’ Ia sendiri membacanya: “wa anaddahr, uqollibullaila wa annahaar”, menurutnya kata ad-Dahr dibaca nashab sebagai zharaf (keterangan waktu), artinya, “Aku-lah yang membentangkan masa dan zaman, Aku-lah yang membolak-balikkan siang dan malam.”

Sejumlah ulama lainnya membenarkan bacaan dengan merafa’kan kata ad-dahr, mereka membacanya, “fainnallaha huwaddahr”. Dalam masalah ini, Ibnu Dawud telah menyelisihi Jumhur Ulama yang merafa’kan kata ad-dahr, wallaahu a’lam.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil dalam kitab Fathul Baari (X/575), perkataan Ibnul Jauzi sebagai berikut: “Bacaan yang paling tepat adalah dengan merafa’kan kata ad-dahr, hal itu dapat dilihat dari beberapa sisi:

Pertama, begitulah yang tercantum dalam riwayat-riwayat ahli hadits.

Kedua, kalaulah dibaca nashab, maka takdir kalimatnya menjadi, ‘Aku-lah yang membolak-balikkan masa.’ Tidak ada penyebutan alasan pelarangan memaki masa. Sebab, Allah sematalah yang mendatangkan kebaikan dan keburukan silih berganti. Berarti hadits itu bukanlah larangan memaki masa.

Ketiga, riwayat(lah) yang menyebutkan “fainnallaha huwaddahr” (artinya: Sesungguhnya Allah itulah (Pencipta)masa.

Wallahu a’lam bish-shawwab.


Senin, 12 Maret 2012

Tetap Mesra Di Saat Haid [ 3 ]




Pada bagian ketiga atau bagian terakhir dari tulisan ini, insya Allah kami akan menyalin tulisan terakhir Dr Muslim Muhammad Al-Yusuf dalam buku beliau “Tetap Mesra Saat Darurat “ pada pembahasan masalah bermesraan di daerah bawah pusar dan di atas lutut. Yaitu menilik pada Pendapat Ketiga dan Tarjih dari semua pendapat diatas. Semoga bermanfaat.


Pendapat Ketiga

Boleh Bagi Lelaki yang Wara’ dan Lemah Syahwatnya Bermesraan dengan Istri yang Haid dan Nifas di Daerah Bawah Pusar dan Atas Lutut Selain di Kemaluan


Para ulama yang berpendapat demikian berlandaskan dalil-dalil berikut ini:

Pertama,

dalil dari Al-Quranul Karim. Firman Allah Ta ‘ala, “…Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…” (Al-Baqarah 2: 222). Sisi pengambilan dalil dari ayat ini adalah bahwa kata al-mahidh merupakan isim makan (kata benda yang menunjukkan tempat) dari kata haid. Maka, dikhususkannya tempat darah (kemaluan) agar dijauhi merupakan dalil dibolehkannya bermesraan di daerah bawah pusar dan atas lutut selain di kemaluan bagi laki-laki yang wara’ dan lemah syahwatnya.

Kedua,

dalil dari sunnah Nabi yang mulia, yakni antara lain, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mulia,
“Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (jimak).”
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di masjid, beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, ambilkan bajuku!’ ‘Aku sedang haid, jawab Aisyah. Mendengar jawaban itu, beliau pun bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu tidaklah berada di tanganmu’ Akhirnya, Aisyah mengambilkan baju itu.”
Dari Jabir bin Shubh: Aku mendengar Khilas Al-Hajari berkata: Aku mendengar Aisyah berkata,
 ”Aku dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bermalam dalam satu kain sarung, padahal aku sedang haid. Jika tubuh beliau terkena sedikit darah haid dariku, maka beliau mencuci tempat yang terkena darah haid itu dan tidak melampauinya (yakni hanya mencuci tempat yang terkena darah haid itu saja, tidak lebih, -penerj.), kemudian beliau shalat dalam keadaan demikian. Dan, jika baju beliau terkena sedikit darah haid, maka beliau mencuci tempat yang terkena darah haid itu dan tidak melampauinya, kemudian beliau shalat dengannya.”
Sisi pengambilan dalil dari hadits-hadits ini adalah bahwa secara tersirat semua hadits ini menunjukkan bolehnya seorang suami yang wara’ dan lemah syahwatnya bermesraan dengan istrinya yang sedang haid di daerah bawah kain sarung, yaitu di antara pusar dan atas lutut, selain di kemaluan.

Abul Abbas Al-Bashri dari kalangan madzhab Syafi’iyah berpendapat, bahwa bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di bawah pusar dan atas lutut selain di kemaluan adalah mubah (boleh) bagi laki-laki yang wara’ dan lemah syahwatnya, yakni yang mampu mengendalikan dirinya. Pasalnya, sisi pengambilan dalil dari ayat,”.. .Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…”, adalah bahwa kata al-mahidh merupakan isim makan (kata benda yang menunjukkan tempat) dari kata haid. 

Maka, dikhususkannya tempat darah (kemaluan) agar dijauhi merupakan dalil dibolehkannya bermesraan di daerah bawah pusar dan atas lutut selain di kemaluan, bagi laki-laki yang wara’ dan lemah syahwatnya. Karena, orang yang sangat wara’ dan lemah syahwatnya itu tidak mungkin akan terjerumus ke dalam hal-hal yang dilarang.

Para ulama yang tak sependapat dengan ijtihad ini menyanggah, bahwa sesungguhnya makna firman Allah Ta’ala, “…Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…”, adalah menjauhi daerah bawah kain sarung (yakni daerah sekitar kemaluan, -penerj.), baik bagi para suami yang wara’ maupun tidak wara’, yang lemah syahwatnya maupun yang kuat syahwatnya. Sebab, daerah antara pusar dan lutut itu termasuk daerah terlarang dari kemaluan wanita. Dan, bermesraan di daerah terlarang itu akan memicu untuk melakukan jimak. Hal ini sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar daerah terlarang, maka dikhawatirkan ia akan masuk di dalamnya, dan melakukan jimak yang terlarang.

Namun, bantahan tersebut juga disanggah, bahwa sesungguhnya toleransi bagi suami mana saja untuk bermesraan di daerah ini memang masuk dalam kandungan larangan hadits tersebut. Hanya saja, seorang yang wara’ dan lemah syahwatnya itu tidak mungkin akan terjerumus ke dalam hal-hal yang dilarang, karena kewara’annya, atau karena lemah syahwatnya dan penguasaan dirinya. Wallahu a’lam.


Tarjih dari Semua Pendapat:

Pendapat ketiga yang membolehkan bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut selain di kemaluan bagi suami yang wara’ dan lemah syahwatnya adalah pendapat yang paling rajih. Ini berdasarkan dalil-dalil dari ayat-ayat Al-Qiiran dan hadits-hadits yang mulia, yang menunjukkan bolehnya seorang suami yang wara’ dan lemah syahwatnya (dapat menguasai dirinya) bermesraan dengan istrinya yang sedang haid dan nifas di daerah bawah kain sarung, yakni antara pusar dan atas lutut, selain di kemaluan. Wallahu a’lam.




Di salin dari buku: “Tetap Mesra Saat Darurat” , Dr. Muslim Muhammad Al-Yusuf, Penerbit Zam-Zam, Solo.Cet 1 – 2008, hal: 58-74


source: jilbab.or.id

Tetap Mesra Di Saat Haid [2]




ada bagian pertama lalu telah di bahas masalah bermesraan di daerah atas pusar dan di bawah lutut. Maka pada bagian kedua ini kita akan membahas bermesraan di daerah bawah pusar dan di atas lutut. Karena panjangnya pembahasan pada bagian ini maka kami terpaksa menyalin tulisan beliau Dr.Muslim Muhammad Al Yusuf ini hingga pada pendapat pertama dan kedua saja. Nah, selamat menyimak…


B. Bermesraan dengan Istri yang Haid dan Nifas di Daerah Bawah Pusar dan Atas Lutut Selain di Kemaluan

Dalam pembahasan sebelumnya, kita perhatikan bahwa para ahli ilmu telah sepakat tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut. Hanya saja, mereka masih berbeda pendapat tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut, selain di kemaluan, menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama,

makruhnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut, meski bukan di kemaluan. Para ulama yang berpendapat demikian adalah Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dari kalangan madzhab Hanafiyah, Asbagh dari kalangan Malikiyah, salah satu pendapat Imam Syafi’i, pendapat yang dipilih Ibnul Mundzir, pendapat yang dirajihkan Imam Nawawi,1 salah satu pendapat Imam Ahmad, pendapatnya Ikrimah, Mujahid, Asy-Sya’bi, An-Nakha’i, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Abi Tsaur,2 Ishaq bin Rahawaih, Asy-Syaukani, dan Ibnu Hazm madzhab Zhahiri.3

Pendapat kedua,

haramnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut, meski bukan di kemaluan. Ini adalah pendapatnya Abu Hanifah An-Nu’man, dan sahabatnya, Abu Yusuf, serta jumhur madzhab Malikiyah. Ini adalah pendapat yang dirajihkan di kalangan madzhab Syafi’iyah, juga pendapatnya Sa’id bin Musayyab, Thawus, Syuraih, Atha’, Qatadah, dan pendapat mayoritas ahli ilmu.4

Pendapat ketiga,

dibolehkan bagi lelaki yang wara’ dan lemah sahwatnya untuk bermesraan dengan istrinya yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut selain di kemaluan, bilamana ia mampu menekan hasratnya dari berjimak di kemaluan. Ini adalah pendapat ketiga di kalangan madzhab Syafi’iyah.5


 Pendapat Pertama :

Boleh Bermesraan dengan Istri yang Haid dan Nifas di Daerah Bawah Pusar dan Atas Lutut Selain di Kemaluan

 Dalil-dalil yang mereka gunakan untuk mendukung pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, dalil dari Al-Quranul Karim.

Allah Ta’ala berfirman, ” …Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…” (Al-Baqarah [2]: 222). Sisi pengambilan dalil dari ayat ini adalah bahwa kata ‘al-mahidh’ merupakan isim makan (kata benda yang menunjukkan tempat) dari kata haidh. Maka, dikhususkannya tempat darah (kemaluan) agar dijauhi merupakan dalil dibolehkannya bermesraan di selain tempat yang dikhususkan ini.
Kedua, dalil dari sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang mulia, yakni:
Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata,
 ”Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya mengenakan kain sarung di tempat keluarnya haid, lalu beliau mencumbuinya.” Aisyah melanjutkan, “Dan siapakah di antara kalian yang mampu menguasai hajatnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dahulu mampu menguasai hajatnya?”6)
Dari Maimunah radhiyallahu anha, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mencumbui istri-istrinya di atas kain sarung, saat mereka haid.”7
Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata,
 ”Apabila salah seorang di antara kami haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya (mengambil kain sarung). Ia pun mengikatkan kain sarungnya, lalu beliau mencumbuinya .”8
Dari Haram bin Hakim, dari pamannya, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
 ”Apa yang halal bagiku sebagai suami terhadap istriku, saat ia haid?” Beliau menjawab, “Bagimu daerah di atas kain sarungnya.”9
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (jimak).”10
Sisi pengambilan dalil dari hadits-hadits ini adalah secara tersirat semua hadits ini menunjukkan dibolehkannya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut, selain berjimak di kemaluan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di masjid, beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, ambilkan bajuku!’ ‘Aku sedang haid” jawab Aisyah. Mendengar jawaban itu, beliau pun bersabda,’Sesungguhnya haidmu tidaklah berada di tanganmu.’ Akhirnya, Aisyah mengambilkan baju itu.” 11
Sisi pengambilan dalil dari hadits ini adalah secara tersirat hadits ini menunjukkan dibolehkannya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut, bilamana ia menjauhi tempat haid dan nifas (yaitu farji).


Kedua, dalil ‘aaliyyah (logika).

Sesungguhnya berjimak di kemaluan saat haid dan nifas itu diharamkan karena adanya kotoran. Adapun selain di kemaluan, maka tidak diharamkan karena tidak adanya kotoran. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, ‘Jauhilah dari tempat keluarnya darah (kemaluan)’ Beliau melarang jimak dalam kondisi seperti ini, karena adanya kotoran. Lalu, beliau mengkhususkan tempatnya, seperti dubur (anus) misalnya. Hadits yang mereka riwayatkan dari Aisyah ini merupakan dalil atas halalnya daerah di atas kain sarung, bukan pengharaman atas daerah yang lainnya. Dan, telah diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila hendak melakukan sesuatu dari istrinya yang sedang haid, maka beliau meletakkan sebuah kain di atas kemaluannya.12 Kemudian, semua hadits yang kami sebutkan itu adalah secara tersurat, dan ia lebih utama daripada yang secara tersirat’ 13

Para ulama yang berpendapat bolehnya bermesraan dengan istri di waktu haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut selain di kemaluan bersandarkan kepada sejumlah dalil kuat yang telah disebutkan sebelumnya. 

Namun, pendapat ini bisa dibantah bahwa sesungguhnya sisi pengambilan dalil dari ayat,”.. Mereka bertanya kepadamu tentang haid…”, adalah larangan bermesraan di daerah bawah pusar dan di atas lutut. Pasalnya, firman Allah Ta’ala, “.. .Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…”, secara eksplisit berkonsekuensi untuk menjauhi bagian bawah kain sarung. Juga, bisa jadi hadits Rasulullah berikut ini menjelaskan tentang benarnya pendapat kami yang berkonsekuensi pengharaman bermesraan di bagian bawah kain sarung. 

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu, ia berkata,
 ”Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang apa saja yang dihalalkan bagi seorang laki-laki dari istrinya, saat ia haid?” Maka beliau menjawab, “Bagian atas kain sarungnya.”
Namun, bantahan tersebut disanggah, bahwa sesungguhnya sisi pengambilan dalil dari firman Allah Ta’ala,”… Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…”, adalah bahwa kata ‘al-mahidh’ merupakan isim makan (kata benda yang menunjukkan tempat) dari kata haid. Maka, dikhususkannya tempat darah (kemaluan) agar dijauhi merupakan dalil dibolehkannya bermesraan di selain tempat yang dikhususkan ini.

 Adapun berkaitan dengan hadits-hadits yang dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menentang pendapat ini, maka semua itu adalah hadits-hadits yang global penjelasannya, dan maknanya perlu dijelaskan oleh hadits-hadits lain. Dan, hadits-hadits yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang menentang itu, makna globalnya telah dijelaskan oleh sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berikut, “Lakukanlah segala sesuatu kecuali nikah (jimak).” Hadits ini secara tersurat menunjukkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut, selain di kemaluan.

Keshahihan pengambilan dalil ini juga dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Berikut ini haditsnya; diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di masjid, beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, ambilkan bajuku!’ ‘Aku sedang haid’ jawab Aisyah. Mendengar jawaban itu, beliau pun bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu tidaklah berada di tanganmu’ Akhirnya, Aisyah mengambilkan baju itu.” Hadits ini menunjukkan secara gamblang keshahihan pendapat ini. Pasalnya, bermesraan yang dibolehkan dan dimubahkan itu adalah di bagian luar tempat haid. Dengan demikian, sesungguhnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut itu hukumnya hanya makruh saja, sesuai yang dikatakan para ulama yang berijtihad demikian. Wallahu a’lam.


Pendapat Kedua :

Tidak Boleh Bermesraan dengan Istri yang Haid di Daerah Bawah Pusar dan Atas Lutut

Para ulama yang berpendapat demikian bersandarkan kepada sejumlah dalil naqliyyah maupun ‘aaliyyah (akal), yang akan kami sebutkan sebagai berikut:
Pertama,dalil dari Al-Quranul Karim. Firman Allah Ta’ala,
 ”Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran’. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah[2]:222)
Kedua, dalil dari sunnah Nabi yang mulia, antara lain:

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu, ia berkata,
 ”Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang apa saja yang dihalalkan bagi seorang laki-laki dari istrinya, saat ia haid?” Maka beliau menjawab, “Bagian atas kain sarungnya.” 14
Dari Umair, mantan budak Umar radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Ada sekelompok orang dari penduduk Irak yang datang menghadap Umar radhiyallahu anhu. Umar pun bertanya kepada mereka, ‘Apakah kalian telah mendapat izin, sehingga datang?’ ‘Ya, benar’, jawab mereka. Umar bertanya lagi, ‘Ada keperluan apa kalian datang?’ ‘Kami datang hendak menanyakan tiga perkara’ jawab mereka. ‘Apa itu,’ tanya Umar. Mereka menjawab, ‘Shalat sunnah yang dikerjakan seorang laki-laki di rumahnya, apa itu? Apa saja yang halal bagi seorang laki-laki dari istrinya, saat ia haid? Dan, tentang mandi junub?’ Mendengar itu, sontak Umar berkata, ‘Apakah kalian para ahli sihir?’ ‘Bukan wahai Amirul Mukrrunin, kami bukan para ahli sihir,’ jawab mereka. Umar berkata, ‘Sungguh kalian telah menanyakan kepadaku tiga perkara yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun kepadaku, sejak aku menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebelum kalian. Adapun shalat (sunnah) seorang laki-laki di rumahnya, maka hal itu adalah seberkas cahaya, maka terangilah rumahmu semampumu. Berkaitan dengan wanita haid, maka halal di bagian atas kain sarungnya. Sedangkan bagian bawahnya, maka tidak halal bagi si suami’.”15

Ketiga, dalil ‘aqliyyah (akal).

Sesunggunya daerah antara pusar dan lutut termasuk daerah terlarang dari kemaluan wanita. Dan, bermesraan di daerah terlarang itu akan memicu untuk melakukan jimak. Hal ini sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar daerah terlarang, maka dikhawatirkan ia akan masuk di dalamnya. 16


Dari Nu’man bin Basyir, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
 ”Yang halal itu sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas, tapi di antara keduanya ada syubhat-syubhat yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap syubhat-syubhat itu, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam syubhat-syubhat itu, maka ia telah terjerumus dalam hal yang haram. Ini seperti seorang penggembala yang menggembalakan (hewan ternaknya) di sekitar daerah terlarang, yang dikhawatirkan hewannya akan masuk ke daerah terlarang itu. Ketahuilah, bahwa setiap raja mempunyai daerah terlarang. Ketahuilah, bahwa daerah terlarang Allah di muka bumi-Nya adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di setiap tubuh ada segumpal daging. Jika segumpal daging ini baik, maka baiklah seluruh tubuhnya. Sebaliknya, jika segumpal daging ini rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.”17
Para ulama yang berpendapat tidak bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah bawah pusar dan atas lutut itu bersandarkan kepada sejumlah dalil. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah kotoran’. Oleh sebab itu, hendaknya kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah 2: 222)
Sisi pengambilan dalil dari ayat ini adalah larangan bermesraan di daerah bawah pusar dan atas lutut. Pasalnya, firman Allah Ta’ala,”.. .Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid…”, secara eksplisit berkonsekuensi untuk menjauhi bagian bawah kain sarung. Adapun daerah atas pusar dan daerah bawah lutut, maka para ulama telah sepakat atas bolehnya bermesraan di kedua daerah tersebut. Dan, tersisalah daerah bawah pusar sampai lutut yang tetap berada di bawah hukum pengharaman apabila tidak ada dalil yang menunjukkan kebolehannya.

Namun, pendapat ini bisa dibantah, bahwa sisi pengambilan dalil dari ayat ini adalah bahwasanya kata al-mahidh merupakan isim makan (kata benda yang menunjukkan tempat) dari kata haid. Maka, dikhususkannya tempat darah (kemaluan) agar dijauhi merupakan dalil dibolehkannya bermesraan di selain tempat yang dikhususkan ini.

Kemudian para ulama yang berpendapat demikian membawakan dalil-dalil lain dari sunnah nabawiyyah dan atsar-atsar yang diriwayatkan dari para sahabat yang mulia, yang menjelaskan keharaman bermesraan di daerah bawah pusar dan atas lutut. Namun, para ulama yang tidak setuju dengan pendapat tersebut menyanggahnya bahwa semua atsar itu dha’if dan tidak sah berdalil dengannya. Khususnya, karena semua atsar itu bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menjelaskan secara gamblang keshahihan pendapat kami. 


Wallahu a’lam.Bersambung pada tulisan ketiga insya Allah.



Di salin dari buku: “Tetap Mesra Saat Darurat” , Dr. Muslim Muhammad Al-Yusuf, Penerbit Zam-Zam, Solo.Cet 1 – 2008, hal: 58-74

Catatan kaki:
  1. Syarhun Nawawi ‘ala Shahih Muslim, III: 203 []
  2. Fiqhul Imam Abi Tsaur, hal. 162 []
  3. Tuhfatul Ahwadzi, 1: 350. []
  4. Tuhfatul Ahwadzi, 1: 350 []
  5. Syarhun Nawawi ‘ala Shahih Muslim, III. 203; dan Al-Majmu’, II: 366 []
  6. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim []
  7. Telah ditakhrij sebelumnya []
  8. Telah ditakhrij sebelumnya []
  9. Telah ditakhrij sebelumnya []
  10. Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud. Sedangkan lafazh tersebut milik Muslim. []
  11. Diriwayatkan oleh Muslim dan Darimi dalam Sunannya dari Hammad, dari Ibrahim, ia berkata, “Istri yang sedang haid itu digauli oleh suaminya di bagian perut dan di antara kedua pahanya. Apabila sperma suami memancar, maka si istri cukup membersihkan bagian tubuhnya yang terkena sperma saja.” []
  12. Diriwayatkan oleh Abu Dawud []
  13. Al-Mughni, 1: 333 []
  14. Diriwayatkan oleh Abu Dawud seraya berkata, “Hadits ini tidak kuat. Dalam sanadnya ada perawi yang bernama Baqiyyah, dari Sa’id Al-Aghthasy.” Ibnu Hazm juga berkata dalam Al-Muhalla, “Adapun hadits Mu’adz, maka tidak shahih, karena diriwayatkan dari Baqiyyah, dan haditsnya tidak kuat, dari Sa’id Al-Aghthasy, sedang ia seorang yang tak diketahui identitasnya (majhul),” II: 180 []
  15. Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra. Tentang sanad hadits ini, Ibnu Hazm berkomentar, “Sesungguhnya Ashim bin Amru belum pernah mendengarnya dari Umar, namun hadits ini diriwayatkan sebagaimana yang telah kami sebutkan, yaitu dari Umair. Dengan demikian, hadits itu diriwayatkan sebagaimana yang kami sebutkan, yaitu Ashim dari seorang laki-laki yang tak dikenal identitasnya, dari dua orang laki-laki yang juga tak dikenal identitasnya, sehingga semua perawinya gugur.”Al-Muhalla, II: 180 []
  16. Al-Majmu’, karya Imam Nawawi, II: 363 []
  17. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan, Nasai dalam As-Sunanul Kubra, Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra, dan Abu Dawud []

Tetap Mesra Di Kala Haid [1]




Haid merupakan lampu merah bagi suami untuk berdekat-dekat dengan istri?Berhenti jugakah segala aktivitas kemesraan pasangan suami istri?Haruskah seorang suami libur dari bermesraan sampai istrinya selesai dari masa nifas? Dr Muslim Muhammad Al Yusuf dalam buku ‘Tetap Mesra Saat Darurat’menjelaskan kepada kita permasalahan bermesraan di kala haid dan nifas ini. 

Dikarenakan tulisan beliau panjang, maka akan kami bagi menjadi dua, yaitu:

Bagian pertama, akan membahas bermesraan di daerah atas pusar dan di bawah lutut.

Bagian kedua, akan membahas bermesraan di daerah bawah pusar dan di atas lutut.



Berikut penjelasan Dr. Muslim Muhammad Al Yusuf, semoga bermanfaat


A. Bermesraan dengan Istri yang Haid dan Nifas di Daerah Atas Pusar dan Bawah Lutut

Para ahli ilmu telah sepakat tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, baik dengan ciuman, dekapan, tidur bersama, bercumbuan dan lain sebagainya.1 Dalil-dalil mereka mengenai hal itu adalah sebagai berikut:

Pertama, dalil dari sunnah Nabi yang mulia, yakni antara lain:

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
 ”Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya mengenakan kain sarung di tempat keluarnya haid, lalu beliau mencumbuinya.” Aisyah melanjutkan, “Dan siapakah di antara kalian yang mampu menguasai hajatnya, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dahulu mampu menguasai hajatnya?”2
Dari hadits ini, dapat disimpulkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut. 

Karena arti, “mengenakan kain sarung (ta’taziru),” adalah mengikatkan kain sarung yang bisa menutupi pusarnya dan daerah bawahnya sampai lutut.
DariMaimunah radhiyallahu anhuma, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mencumbui istri-istrinya di atas kain sarung, saat mereka haid.”3

Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:
“Apabila salah seorang di antara kami haid, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa menyuruhnya (mengambil kain sarung). Ia pun mengikatkan kain sarungnya, lalu beliau mencumbunya”4

Dari Haram bin Hakim, dari pamannya, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
 ”Apa yang halal bagiku sebagai suami terhadap istriku, saat ia haid?” Beliau menjawab, “Bagimu daerah atas kain sarungnya.”5

Semua hadits ini, baik secara tersurat maupun tersirat, menunjukkan bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dengan berbagai gaya bermesraan.



Kedua, dalil dari ijmak

Para ahli ilmu telah berijmak tentang bolehnya bermesraan dengan istri yang sedang haid dan nifas di daerah atas pusar dan bawah lutut, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang berbeda pendapat tentang hal tersebut.6Bersambung pada tulisan kedua insya Allah.





Di salin dari buku: “Tetap Mesra Saat Darurat” – Dr. Muslim Muhammad Al-Yusuf,Penerbit Zam-Zam, Solo.Cet 1 – 2008, hal: 58-74

Catatan kaki:
  1. Ahkamul Qur’an, karya Al-Jashshash, II: 21; Mukhtashar Khalil wa Jawahirul Iklil, 1:31; Bidayatul Mujtahid, 1: 49; Al-Jami’ lil Ahkamil Qur’an, III: 87; Al-Majmu’, II : 364; Mughniyyul Muhtaj, 1: 120; Al-Mughni, 1: 333; Majmu’ul Fatawa, 1: 624; dan Nailul Authar, 1: 323 []
  2. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani  yaitu Bukhari dan Muslim []
  3. Diriwayatkan oleh Muslim []
  4. Diriwayatkan oleh Muslim []
  5. Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra. Hadits semisal ini juga diriwayatkan dari Ashim bin Umar. Demikian pula diriwayatkan oleh Darimi dari seorang laki-laki yang namanya tidak disebutkan []
  6. Lihat Fathul Qadir, I : 167; Al-Umm, I : 51; Al-Mughni, 1: 333; Majmu’ul Fatawa, XXI:642; Bidayatul Mujtahid, I:49; dan Tuhfatul Ahwadzi, I: 350 []