Laman

Rabu, 30 November 2011

Doa, Proposal Pengubah Jalan Hidup Manusia


Manusia hidup dalam keterbatasan. Hal inilah yang kemudian mengilhami mereka untuk menciptakan pernyataan bahwa "tidak ada manusia yang sempurna". Dalam keterpurukan hidup dan kesempitan hati, sering kali mereka akhirnya sampai pada di titik nadir dan bernafas dalam pasrah.

Kesempatan inilah yang  kemudian mengilhami manusia untuk sekejap menengadahkan tangan memohon kepada yang Maha kuasa atas segala sesuatu. Semua terukir indah dalam lantunan doa yang dipanjatkan, dengan harapan bahwa kesulitan dapat terangkat dan beban hidup dapat berkurang.

Disinilah pula terletak pembuktian nyata betapa Allah sangat mengasihi dan Maha Kuasa atas para hambanya. Allah Subhanahu Wata'ala tidak akan pernah repot ataupun menolak segala keluh kesah mereka. Bahkan Allah Sang Maha Pengasih pun marah ketika manusia tidak meminta.

Doa yang kita panjatkan adalah bentuk nyata pengakuan dengan rendah hati bahwa Allah 'Azza wa Jalla adalah Maha Penguasa Langit dan bumi. Permohonan yang kita sampaikan tersebut bukan lantas menjadikan kita manusia yang rendah. Yang terjadi justru sebaliknya, doa menghapus jarak hati manusia yang jauh dengan penciptanya.
...Doa yang kita panjatkan adalah bentuk nyata pengakuan dengan rendah hati bahwa Allah 'Azza wa Jalla adalah Maha Penguasa Langit dan bumi...
Doa adalah pengakuan atas dosa yang sungguh-sungguh serta sebuah permohonan bagi pengampunan untuk diri yang berdosa. Lewat doa, bagi para manusia yang percaya,mereka akan kembali mendapatkan nafas hidupnya. Jelasnya, tanpa doa batin hidup manusia mungkin telah mengalami kematian.

Doa adalah pengakuan bahwa kita memerlukan pertolongan di luar batas kemampuan kita sendiri. Seseorang yang membentuk karakter dalam gaya hidup orang beriman, tentulah akan merajinkan dirinya untuk selalu lekat dalam permohonan kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Doa juga merupakan jembatan pernyataan terima kasih dan syukur kita kepada Sang Maha Pencipta, atas apapun yang dianugrahkan kepada kita, baik kesenangan ataupun kesedihan.
...Doa ibarat sebuah proposal tentang beberapa perubahan jalan hidup kita selanjutnya. Tentunya menuju yang lebih indah. Karena itu doa menjadi tidak saja sekedar sebuah seremoni ritual, tetapi juga merupakan bentuk kesadaran manusia, bahwa manusia membutuhkan yang Maha sempurna untuk membantu mengubah hidup mereka menjadi lebih baik...
Benar adanya bila kita berpendapat bahwa memang tidak ada yang kebetulan dalam dunia ini.  Setiap detik atas kesenangan dan kesedihan sudah digariskan. Dan lewat doa, kita seperti mengajukan sebuah proposal tentang beberapa perubahan jalan takdir kita selanjutnya. Tentunya menuju yang lebih indah. Doa adalah ibarat sebuah proposal di mana kita membeberkan apa kebutuhan dan latar belakang kita mengajukan permohonan itu, lengkap dengan tujuan, sasaran apa yang kita inginkan, kapan kita ingin mencapainya, dan metodologi atau proses apa yang akan kita lakukan dalam merealisasikan semua itu.

Semuanya secara rinci kita "tuliskan" dalam proposal tersebut. Dan akhirnya ... doa, tidak saja sekedar sebuah seremoni ritual, tetapi juga merupakan bentuk kesadaran kita sebagai manusia, bahwa ternyata dalam melakukan berbagai pekerjaan yang kita rencanakan, kita membutuhkan yang Maha sempurna untuk membantu kita.
Namun berdoa bukanlah sebuah bentuk pekerjaan pasif di mana kita menunggu dari Allah subhanahu Wata'ala tentang apa yang kita harapkan. Tetapi berdoa adalah perbuatan aktif di mana kita memberi laporan tentang diri kita kepada Nya.

Banyak orang lantas berpikir, mengapa saya sudah rajin meminta dan berdoa namun belum kunjung dikabulkan?

Pernahkah kita mengadakan kilas balik kualitas diri kita dalam berdoa?. Doa setiap hamba kepada Sang Khaliq akan selalu dikabulkan namun tergantung pada kualitas hambanya yang berdoa. Doa yang masih tertunda untuk terkabul mungkin adalah salah satu peringatan Allah kepada kita untuk memperbaiki kualitas diri dan ketaqwaanNya kepada Allah.

Pernahkah juga kita meneliti kembali ketaqwaan kita dalam berdoa?. Setiap orang yang berdoa agar doa dikabulkan hendaknya meningkatkan keimanan dan ketaqwaanNya, sehingga Allah memandang memang sepantasnya lah doa itu dikabulkan. Seperti seorang ibu yang mendoakan agar anaknya menjadi orang yang sholeh, namun si ibu tersebut menghabiskan waktu hidupnya untuk larut dalam pekerjaan duniawi saja, dan melupakan kewajibannya untuk mendidik anaknya tentang Islam. Maka agar mendapatkan anak yang sholeh, seperti permohonan dalam doa, dirinya wajib untuk meningkatkan kualitas ketaqwaannya.
...Yakinlah, ketika kita mencari Allah Subhanahu Wata'ala lewat khusuknya lantunan doa, kita pasti akan menemukanNya, kecuali jika kita tidak bersungguh- sungguh dalam menemukannya....
Pernahkah pula kita mengkaji ulang amal Kebaikan kita sebelum kita meminta hal itu dalam doa? Janji Allah Subhanahu Wata'ala untuk mengabulkan doa kita adalah nyata adanya, namun hal itu tentu saja berlaku jika kita memang telah pantas menerima nilai yang seharusnya kita terima. Lakukanlah dengan nyata kontribusi amal yang lebih besar daripada yang kita inginkan dalam doa. Amal kebaikan yang telah kita lakukan adalah salahsatu faktor penyebab dikabulkannya sebuah doa.

Berdoalah dengan sebenar- benarnya. Dan lupakanlah bahwa kita berdoa hanya untuk membuat telinga orang lain terkesan.  Sampaikan permohonan doa dengan tulus, dan ikhlas. Yakinlah, ketika kita mencari Allah lewat khusuknya doa, kita pasti akan menemukanNya, kecuali jika kita tidak bersungguh- sungguh dalam menemukannya....



(Syahidah)

Senin, 28 November 2011

Cara Komunikasi Yang Kurang Tepat Dari Orang Tua Untuk Anak



Semua orangtua ingin selalu melindungi anak-anaknya agar tidak berbuat kesalahan yang bisa merugikan si anak. Saking khawatirnya, terkadang orangtua malah gagal berkomunikasi dengan anak karena cara komunikasinya tidak disukai anak.

Akibatnya, orangtua melakukan komunikasi dengan cara yang justru merusak hubungannya dengan si anak. Menurut Dr. Jeffrey Bernstein, psikolog dari Philadelphia dan penulis buku '10 Days to a Less Defiant Child', ada tiga gaya komunikasi orangtua yang tidak disukai anak seperti dilansir Psychology Today:

1. Memojokkan dengan rasa bersalah

Biasanya dilakukan dengan cara meminta atau membuat anak merasa berada dalam posisi orangtua atau orang lain dalam situasi tertentu. Orang tua seringkali mencoba membuat anak-anak merasa bersalah atas tindakan atau pikiran mereka. Orang tua yang mengontrol anak-anaknya menggunakan perasaan bersalah ini sebenarnya memiliki risiko mengucilkan anak-anaknya dari mereka sendiri.

Contohnya: Budi (15 tahun) kepergok sedang merokok oleh tetangganya yang kemudian si tetangga melaporkan kepada ibunya. Ibunya menceramahi Budi selama setengah jam dengan pernyataan seperti: "Coba kamu bayangkan betapa malunya Ibu mendengar kasak-kusuk tetangga bilang anak Ibu merokok?" atau "Apa kamu nggak sadar, kamu sudah merusak kepercayaan Ibu sama kamu?".

Cara ini tidak akan berhasil dan justru membuat Budi semakin membuat jarak dengan Ibunya. Yang dibutuhkan Budi sebenarnya hanya dukungan, pemahaman, dan disiplin. Membuat komunikasi dengan bertanya alasan dan kenapa merokok malah membuat si anak biasanya lebih terbuka.

2. Menggunakan Sarkasme atau sindiran

Sindiran adalah mengatakan hal-hal yang berkebalikan dari apa yang sebenarnya ingin dikatakan dan tersirat melalui nada suaranya. Contohnya adalah mengatakan sesuatu seperti: "Pintar sekali kamu" ketika anak melakukan kesalahan atau sesuatu yang buruk.

Sarkasme merupakan hambatan bagi orangtua yang ingin berkomunikasi secara efektif dengan anak-anaknya. Berbicara dengan nada positif dan tidak kasar akan membuat anak lebih respek.

3. Menguliahi

Yaitu ketika orangtua datang dan memberikan ceramah bagaimana seharusnya anaknya melakukan sesuatu, bukan memberikan masukan atau saran. Terlalu mengarahkan dan menyetir justru tidak akan didengar oleh anak-anak, atau bahkan malah membuat si anak melakukan kebalikan dari apa yang orangtua perintahkan.

Orangtua yang mendikte anak-anaknya bagaimana seharusnya memecahkan masalahnya dan mengarahkan bahwa anak-anak tidak memiliki kendali atas kehidupannya sendiri, maka mereka akan kehilangan kepercayaan dari anak-anaknya.


(Sydh/dtc)

Minggu, 27 November 2011

10 Hal Permintaan Iblis Kepada Allah Ta'ala



Iblis ditanya tentang berapa hal yang permintaannya kepada Allah Ta'ala

“Berapa hal yang kau pinta dari Tuhanmu?”


“10 macam”


“Apa saja?”


“Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan.”


Allah berfirman,
“Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan.” (QS Al-Isra :64)


“Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba, aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.


Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah, maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithan.


Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal.


Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.


Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku.


Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku.


Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku.


Aku minta agar Allah memberikanku saudara, maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.”


Allah berfirman,
“Orang -orang boros adalah saudara – saudara syaithan. ” (QS Al-Isra : 27).


“Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku.
Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia.


Allah menjawab, “silahkan”, dan aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat.
Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.”


Iblis berkata : “Wahai muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikan dan menggoda.
Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun…!!!


Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya rasul yang menyampaikan amanah.
Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara.


Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.”


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lalu membaca ayat :
“Mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati oleh Allah SWT” (QS Hud :118 - 119)
juga membaca,
“Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku” (QS Al-Ahzab : 38)


Iblis lalu berkata:
“Wahai Muhammad Rasulullah, takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha Suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para nabi dan rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin mahluk mahluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. aku si celaka yang terusir, ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. dan aku tak berbohong.”


Sampaikanlah risalah ini kepada saudara-saudara kita, agar mereka mengerti dengan benar, apakah tugas-tugas dari Iblis atau Syaithan tsb. Sehingga kita semua dapat mengetahui dan dapat mencegahnya dan tidak menuruti bisikan dan godaan Iblis atau Syaithan.


Mudah-mudahan dengan demikian kita dapat setidak-setidaknya membuat hidup ini lebih nyaman dan membuat tempat serta lingkungan kita lebih aman





source: Artikel, Renungan, Kisah Motivasi

Jumat, 25 November 2011

Kusambut Hadirmu Dengan Segenap Kasihku



Kehadiran anak sangat dinantikan dalam sebuah keluarga. Anak adalah pemberian Allah  yang harus disyukuri, bagaimanapun keadaannya.
Sembilan bulan sudah si buah hati berada dalam kehangatan rahim sang ibu. Tiba saatnya kini dia lahir ke dunia, memasuki alam baru yang akan diarungi sepanjang hidupnya. Dia adalah sosok yang teramat mungil dan tanpa daya, yang senantiasa membutuhkan uluran tangan dan kasih sayang ibu, ayah, dan orang-orang di sekelilingnya.

Hadirnya si kecil biasanya disambut dengan kegembiraan ayah dan ibunya. Namun tidak jarang, orang tua merasa kecewa dengan kelahiran anaknya. Ada yang sangat mengharapkan lahirnya anak laki-laki, namun ternyata yang lahir anak perempuan. Ada yang mendambakan mendapat seorang putri, namun yang lahir ternyata anak laki-laki. Tidak sepantasnya saat-saat yang semestinya dilalui dengan rasa syukur ini digayuti dengan kekecewaan karena anak yang lahir tidak seperti yang didamba-dambakan, sehingga mengenyahkan rasa syukurnya kepada Allah .
Siapa kiranya yang memiliki kekuasaan untuk memberikan anak laki-laki atau pun anak perempuan kepada kita? Ataukah kita bisa menentukan pilihan atas apa yang kita senangi?
“Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya dan Dia memberikan anak perempuan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa pun yang Dia kehendaki, atau memberikan kepada mereka pasangan anak laki-laki dan perempuan, dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Asy-Syura: 49-50)

Inilah kekuasaan Allah  dalam mengatur urusan segenap makhluk-Nya. Di antara manusia, ada yang hanya dikaruniai anak laki-laki dan tidak memiliki anak perempuan, ada yang dikaruniai anak perempuan dan tidak memiliki anak laki-laki, ada yang Allah  karuniai anak laki-laki dan perempuan, ada pula yang tidak dikaruniai seorang anak pun. Dia Maha Mengetahui dengan ilmu-Nya yang luas dan sempurna, siapa yang pantas mendapatkan masing-masing bagian itu.
Mengapa harus kecewa dengan apa yang Allah  berikan, sementara di kalangan nabi-nabi pun ada yang tidak dikaruniai anak laki-laki, seperti Nabi Luth , ada yang tidak memiliki anak perempuan, seperti Nabi Ibrahim u. Dan ada pula yang tidak memiliki seorang anak pun, seperti Nabi Yahya dan Nabi ‘Isa .

Pun yang banyak terjadi, orang tua teramat mendambakan lahirnya anak laki-laki, namun kadang anak yang mereka idamkan tak kunjung datang. Tidak jarang mereka merasa kecewa saat melihat kenyataan bahwa mereka hanya memiliki anak-anak perempuan. Terasa ada yang kurang dalam kehidupan mereka, bahkan merasa malu dan tidak menyukai kehadiran anak-anak perempuan itu. Padahal sikap seperti ini termasuk akhlak orang-orang jahiliyah yang dicela Allah:
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar gembira dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah wajahnya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memelihara anak itu dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya hidup-hidup di dalam tanah? Ketahuilah, betapa buruk apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59)

Andai saja mereka mengetahui, di sana ada janji Allah  yang besar. Allah  yang menganugerahkan anak perempuan menjanjikan jannah (surga) bagi hamba-Nya yang berbuat kebaikan kepada anak perempuannya.

Andai saja mereka mengetahui tentang seorang wanita miskin yang mendapatkan jannah karena memberikan makanan kepada anak-anak perempuannya yang dikisahkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah:
“Seorang wanita miskin datang kepadaku membawa dua anak perempuannya, maka aku memberinya tiga buah kurma. Kemudian dia memberi setiap anaknya masing-masing sebuah kurma dan satu buah lagi diangkat ke mulutnya untuk dimakan. Lalu kedua anak itu meminta kurma itu, maka dia bagi dua kurma yang semula hendak dimakannya untuk kedua anaknya. Hal itu sangat menakjubkanku sehingga aku ceritakan apa yang diperbuat wanita itu kepada Rasulullah r. Maka beliau pun berkata, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya jannah dan membebaskannya dari neraka.” (Shahih, HR. Muslim hadits no. 2630)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , dalam riwayat dari Anas bin Malik , juga menyebutkan kedekatan beliau dengan orang tua yang memelihara anak-anak perempuan mereka dengan baik kelak pada hari kiamat:
“Barangsiapa yang mencukupi kebutuhan dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa, maka dia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan aku dan dia (seperti ini),” dan beliau mengumpulkan jari jemarinya. (Shahih, HR. Muslim hadits no. 2631)

Al-Imam An-Nawawi t menjelaskan, hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan seseorang yang berbuat baik kepada anak-anak perempuannya, memberikan nafkah, dan bersabar terhadap mereka dan dalam segala urusannya.

Semestinya seorang hamba juga bersyukur kepada Allah  dan menjadikan kenyataan yang ada itu sebagai suatu kebaikan. Demikianlah sikap seorang hamba yang beriman, karena dia mengetahui bahwa kasih sayang Allah  terhadap hamba-Nya lebih besar daripada rasa sayangnya terhadap dirinya sendiri, dan Allah I lebih berkuasa serta lebih mengetahui tentang kebaikan hamba-Nya daripada dirinya sendiri.
“Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian, dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Dan Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 216)

Siapa di antara kita yang mengetahui bahwa ternyata anak-anak yang dulu kita sesali keberadaannya, kelak memberikan bakti kepada kita? Di saat usia mereka mulai beranjak dewasa, di saat usia kita kian merambat senja, mereka menjadi anak-anak yang taat kepada Allah  dan Rasul-Nya, mencurahkan bakti kepada orang tuanya, dan terlebih lagi bisa diharapkan doanya sebagai amalan shalih yang terus mengucur bagi orang tuanya setelah tiada.
“Orang tua dan anak-anak kalian, kalian tidak mengetahui, siapa di antara mereka yang lebih bermanfaat bagi kalian.” (An-Nisa`: 11)

Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.

Kebersihan Ruh Kecantikan



Senang berdandan merupakan tabiat wanita. Ingin selalu terlihat cantik dan menawan merupakan perkara yang lazim bagi mereka. Tak heran jika berbagai produk kosmetika dan pernak-pernik kecantikan yang menjamur di pasaran laku keras. Namun dalam urusan yang satu ini ada satu asas berhias yang kadang luput dari perhatian.
Asas yang dimaksud adalah kebersihan. Tidak terlalu berlebihan bila dikatakan: Kebersihan adalah ruh kecantikan. Tidak ada artinya berhias tanpa kebersihan. Sesuatu yang kotor dalam pandangan dan aroma yang tak sedap akan merusak kecantikan dan berhias itu sendiri. Karena itu kebersihan merupakan urusan pertama yang harus diperhatikan seorang wanita ketika ia akan berhias dan mempercantik dirinya.
Islam merupakan agama yang memperhatikan kebersihan, karena itu seorang muslimah yang menyandarkan dirinya kepada agama mulia ini selayaknya tidak meremehkan urusan tersebut. Paling tidak, ketika akan melaksanakan shalat lima waktu, seorang muslimah mencuci anggota-anggota wudhunya dengan baik yang berarti akan hilang darinya kotoran dan debu dalam waktu lima kali sehari semalam. Dan tidak ada hal paling besar yang dapat engkau lakukan, wahai muslimah, daripada engkau menjaga kebersihan tubuhmu dan engkau berhias sekaligus, yang dengan begitu engkau akan raih ridha Allah I dan ridha suamimu sekaligus.
Air, suatu alat berhias
Berbicara kebersihan, sedikit banyak terkait dengan air. Sebagai salah satu nikmat Allah I yang agung, air merupakan sumber kehidupan dan juga sumber kebersihan. Bisa dikata, tidak ada satu kehidupan pun yang dapat lepas dari kebutuhan akan air. Dan air juga merupakan alat berhias dan mempercantik diri.

Jika berhias tanpa kebersihan tidak ada faedahnya, lebih-lebih kebersihan dan kecantikan tanpa membasuh diri dengan air, merupakan hal sia-sia. Mengapa demikian? Dengan air akan hilang kotoran yang merusak pandangan atau aroma yang mengganggu penciuman.
Yang dikatakan mandi tidaklah sekedar menuangkan air dalam jumlah yang banyak ke tubuh, namun yang penting bagaimana tubuh dapat mengambil faedah dari air tersebut. Rasul kita yang mulia, Muhammad r, adalah orang yang paling hemat dalam menggunakan air, “Walaupun engkau berada di sungai yang airnya melimpah”, begitu kurang lebih nasehatnya kepada shahabatnya untuk menghemat pemakaian air, padahal beliau r adalah manusia yang paling menjaga kebersihan.
Menjadikan air sebagai sarana bebersih diri tidak berarti kita harus memperbanyak mandi dalam sehari, melebihi kebiasaan yang lazim. Bahkan ini merupakan sikap berlebih-lebihan alias pemborosan. Di samping itu, mandi melebihi kebutuhan justru menjadikan kulit  kering dan pecah.
Yang hendak ditekankan di sini, adalah mengingatkan agar tidak melupakan air, yang dengannya kulit akan kembali kepada keadaannya yang normal setelah sebelumnya merasakan panas, ditempeli kotoran, debu dan aroma keringat yang tidak sedap.
Menghilangkan Bau keringat
Tubuh yang selalu berkeringat biasanya meninggalkan aroma yang tidak sedap. Dan ini jelas mengganggu penampilan dan kecantikan serta mengurangi kepercayaan diri. Perlu diketahui, fungsi keringat yang utama adalah menahan bertambahnya panas tubuh dari keadaannya yang normal/wajar. Dan keringat ini pada asalnya saat dikeluarkan oleh tubuh tidaklah disertai dengan bau tak sedap. Tentu saja selama tubuh tersebut sehat dan bersih.
Adapun aroma tak sedap yang ‘dihasilkan’ keringat, itu disebabkan karena tidak bersihnya bagian tubuh yang menjadi tempat keluarnya keringat, khususnya daerah lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak. Tempat yang lembab dan kotor tadi mengundang kehadiran bakteri, yang pada akhirnya dia ‘berkarya’ sehingga keluarlah aroma tak sedap dari tubuh dan muncullah istilah BBM (bau badan menyengat).
Dari sini, sepantasnya mereka yang bau tubuhnya tak sedap untuk segera menghilangkan penyebabnya yang telah disebutkan di atas, dan tidak sekedar mengeringkan keringat yang keluar ataupun sekedar menaburkan bedak dan menyemprotkan wangi-wangian ke daerah badan yang bau.
Ketahuilah, cara paling efektif menghilangkan bau keringat adalah dengan menggunakan air. Karena air merupakan wangi-wangian yang paling baik. Gunakan air beberapa kali untuk membersihkan sumber bau dari tubuh. Ketika mandi, jangan lupa  menggosok daerah lipatan tubuh khususnya ketiak dan mencurahkan air secara langsung ke daerah tersebut. Akan bermanfaat pula, jika daerah bawah ketiak diolesi separuh jeruk nipis yang telah diperas. insya Allah, kita akan merasakan hasilnya.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan, jangan biarkan rambut ketiak tumbuh  memanjang. Bahkan harus segera dihilangkan, karena rambut inilah yang juga memicu timbulnya bau. Hindari mengkonsumsi bawang dalam keadaan mentah karena bawang termasuk jenis makanan yang merangsang bau badan.
Pembaca muslimah yang baik…Bila ingin diterima dengan baik oleh lingkunganmu, selain harus berhias dengan akhlak seorang muslimah, engkau juga jangan bersikap masa bodoh terhadap kebersihan tubuhmu dan jangan cuek dengan aroma tidak sedap yang engkau keluarkan. Perhatikan keberadaan dirimu, apalagi bila engkau telah memiliki suami. Jaga penciumannya darimu, jangan sampai dia mencium darimu kecuali aroma yang wangi dan memikat.
Demikian dariku untukmu….
Semoga memberi manfaat.

(Disusun oleh Ummu Ishaq Zulfa Husein dari bacaan Asrarul Jamal waz Zinah lil Mar`ah Al-Muslimah, karya Ummu Nurani)

Kamis, 24 November 2011

Manajemen Mengeluh yang Positif dan Islami



Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengeluh.  Disadari atau tidak, mengeluh sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup.  Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu personal dengan personal lainnya.  Biasanya perbedaan ini terkait dengan tingkat pemahaman dan cara pandang seseorang tentang suatu masalah yang sedang ia hadapi.  

Sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk merubah sebuah  keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan.  Sebaliknya, sikap apriori, pesimis dan berburuksangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan bisa jadi menambah masalah baru.

Mengeluh sejatinya perwujudan dari rasa tidak puas, tidak ikhlas menerima sebuah ketentuan yang terjadi, baik dari segi materi dan non materi.  Ketika sakit berkeluh-kesah, macet mengumpat, banjir atau kekeringan mengambinghitamkan orang lain.  Atau ketika ditimpa musibah menghardik Tuhan tidak adil, gaji kecil, belum punya rumah dan kendaraan pribadi acap menyalahkan suami (bagi para istri) atau anak-anak nakal dan bermasalah tidak jarang menyalahkan istri (bagi para suami).  Ya, sebagian contoh kecil tersebut adalah manifestasi dari rasa tidak puas. 

Belum lagi kita saksikan fenomena di negeri yang kita cintai ini.  Berita di televisi mayoritas menyuguhkan tentang aksi demo dan kekerasan, kerusuhan di mana-mana, tindak kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi-kolusi dan nepotisme dan banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan pada satu hal: ketidakpuasan!  Sebuah potret masyarakat yang diwarnai dengan berbagai keluhan. 

Lalu, sebagai seorang yang mengaku muslim dan punya tuntunan yang jelas tentu saja kita tidak akan membiarkan diri kita terperosok lebih jauh ke dalam perbuatan yang sesungguhnya dibenci oleh Allah Ta'ala  Kenapa dibenci oleh Allah Ta'ala? Karena sesungguhnya Allah Azza wa jalla menyukai hamba yang senantiasa bersyukur dengan segala ketentuan dan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan.

Melihat fakta yang mayoritas bahwa manusia tidak pernah lepas dari keluh-kesah maka sangat penting bagi setiap muslim/muslimah mempunyai manajemen yang tepat agar tidak terpeleset dalam keluh-kesah yang tidak diperbolehkan dan pandai menyikapi setiap kejadian yang dihadapi dengan mengacu kepada teladan kita Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Mengeluh adalah indikasi tidak bersyukur atas nikmat Allah Ta'ala

Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya” (Qs An-Nahl 18).

Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, pancainderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah SWT tak henti-hentinya.  Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas.  Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.

Pada zaman Umar Al-Khatthab radhiyallahu anhu, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”

Doa beliau didengar oleh  Umar ketika beliau (Umar) sedang melakukan thawaf di Ka’bah. Umar heran dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas melakukan thawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda tersebut dan bertanya: “Mengapa engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tidak ada permohonan lain yang  engkau mohonkan kepada Allah?” Pemuda itu menjawab: “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa itu karena aku  takut dengan penjelasan Allah dalam surat al-A’raf ayat 10, yang artinya: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur” Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit,  (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah,” jelas pemuda tersebut.

Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dikategorikan sedikit oleh Allah dalam ayat tersebut. Dengan selalu menjaga ikhlas dan sabar terhadap segala kejadian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah.  Dan berprasangka positif bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik menurut Allah, sehingga hanya rasa syukur saja yang terlintas di benak, terucap di bibir dan terlihat dari tindakan karena sesungguhnya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya dan jika kita ingkar, sesunggunya azab Allah sangat pedih (Qs Ibrahim 7).

Mengeluhlah hanya kepada AllahTa'ala

Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya.  Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah mengalami sebuah kondisi yang jauh dari yang beliau inginkan.  Para kaum musyrikin mengabaikan seruannya dan juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam beberapa bentuk di antaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang syair dan sihir. Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah Ta'ala seperti yang terkandung dalam Al-Qur'an surat Al-Furqan 30, yang artinya:  “Dan berkatalah Rasul: Ya Tuhanku! Kaumku ini sesung­guhnya telah meninggalkan jauh Al-Quran”.

Begitu pula dengan nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya, “Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah“ (Qs. Yusuf 86).

Dan Nabi Ayub Alaihi Sallam, yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, bahwa Ayub berkata, yang artinya: “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (Qs Al-Anbiya’ 83).

Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah SWT, karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi.  Tetapi dalam kondisi-kondisi di mana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.

Ibnu Qayyim dalam ‘Uddatu Ash Shabirin menyatakan bahwa menceritakan kepada orang lain tentang perihal keadaan, dengan maksud meminta bantuan petunjuknya atau pertolongan agar kesulitannya hilang,  maka itu tidak merusak sikap sabar; seperti orang sakit yang memberitahukannya kepada dokter tentang keluhannya, orang teraniaya yang bercerita kepada orang yang diharapkannya dapat membelanya, dan orang yang tertimpa musibah yang menceritakan musibahnya kepada orang yang diharapkannya dapat membantunya.

Membiasakan diri dengan mengeluh positif

Mengeluh positif? Spontan pasti muncul  pertanyaan ketika membaca sub judul berikut.  Iya, ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif.  Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh.  Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal shalih orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majaziHasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh, yakni adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.

Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah SWT dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya.  Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan nafas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya. 

Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh-kesah.  Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat takwa yang sesungguhnya.  Wallahu a’lam.



 [Nani Agus/voa-islam.com]


Mengekalkan Arti Rindu Sang Kekasih



Sepasang suami istri, ada kalanya merasa jenuh satu sama lain. Bukan bosan, bukan pula benci. Hanya saja terjebak rutinitas sehari-hari yang seolah tak kunjung henti, bisa melunturkan rasa di hati. Dibutuhkan sebuah penyegaran baru agar rasa rindu itu kembali membuncah selayaknya masa-masa dulu kala.

Penyegaran itu tak harus mahal, tak perlu juga harus ke luar negeri. Bisa saja penyegaran itu berupa menginap sehari dua hari di rumah orang tua atau teman yang itu artinya berjauhan sementara dari sang kekasih hati. Ya…sementara saja. Biarkan masing-masing mempunyai jeda bagi diri. Berikan keluasan ruang bagi hati untuk menikmati kesendirian setelah bertahun-tahun selalu bersama dengan pasangan jiwa.

Rasakan perbedaannya. Siang hari mungkin belum terasa karena masing-masing terbiasa sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Tapi ketika malam menjelang, sunyi itu akan datang mengetuk dinding hati. Ia yang selalu ada di sisi, tiba-tiba saja terasa jauh di sana. Sedang apa ya dia saat ini? Majunya teknologi sangat membantu pada kondisi mellow seperti ini. Saling telepon dan menanyakan kabar, menjadi sebuah romansa penyegaran yang indah. Bahkan pesan sms pun menjadi suatu hal yang nikmat meskipun hanya satu atau dua kata saja.
....Kebiasaan pasangan yang semula terasa menyebalkan, saat berjauhan begini menjadi terasa indah. Di sini rindu, yang di sana pun kangen....
Kebiasaan-kebiasaan pasangan yang semula terasa menyebalkan, saat berjauhan begini menjadi terasa indah. Hal sepele yang biasanya sering membuat hati jengkel, kali ini malah serasa ingin diulang agar rindu segera terobati. Di sini rindu, yang di sana pun kangen. Kebersamaan menjadi hal yang sangat berharga kala sendiri. Kala mata terpejam pun, buncahan rasa kangen itu akan terus membubung tinggi mengingat hari-hari yang pernah dilalui.

Di pagi hari, hangatnya sinar mentari tetap tak mampu menyinari hati yang sedang dirundung rindu. Perjumpaan dengan kekasih menjadi satu hal yang dinanti. Benda pertama yang langsung disambar pastilah HP sekadar mengucap ‘hai’ atau ‘selamat pagi’. Meski tak terucap, bilur kerinduan itu terpancar jelas dari sikap. Bila sudah begini, masa iya liburan akan ditambah lagi?

Ketika tiba saatnya suami menjemput istri, maka rona rindu dan bahagia itu akan mewarnai pertemuan kedua insan. Pun bila sudah ada anak di antara mereka, semburat rindu itu tak kan mampu disembunyikan. Anak pun biasanya jadi alasan, ehem.
....Ketika tiba saatnya suami menjemput istri, maka rona rindu dan bahagia itu akan mewarnai pertemuan kedua insan. Semburat rindu itu tak kan mampu disembunyikan....
Penyegaran pun telah dilakukan. Cukup bekal untuk melewati hari-hari berikutnya dengan penuh cinta. Tak ada alasan lagi untuk jenuh dan bête ketika menunaikan kewajiban baik sebagai istri atau suami, sesuai peran masing-masing. Indahnya bila itu semua dilakukan hanya demi mengharap ridha Ilahi.


 [riafariana/voa-islam.com]



Selasa, 22 November 2011

Skenario Allah Maha Hebat



Allah selalu punya skenario yang Maha hebat untuk menguji hamba-hambanya. Namun dibalik semua cobaan itu, Allah memberikan cobaaan justru untuk perbaikan hambanya yang mau belajar dan atau mengambil pelajaran darinya. Tapi sayang, banyak dari kita yang tiada menyadari untuk memberikan sikap terbaik saat cobaan itu datang.

Seringkali apabila kita terpojok pada suatu keadaan, maka muncullah kita sebagai drama queen. Kita jadi terlalu mendramatisir keadaan dengan menunjukkan reaksi emosi yang berlebihan entah dengan tujuan untuk mengambil perhatian, simpati dan empati orang lain sehingga pendapat mereka berbelok membela dan mengasihani kita. Memang itulah manusia, tempatnya salah dan lupa.

Sang drama queen tidak akan ada habisnya mengolah sikap, kata dan perbuatan yang hiperbola atas sebuah kejadian.    Hatinya terkadang terlalu sensitif dengan ketidaksetujuan lingkungan sekitar atas apapun pendapatnya.Seringkali juga ketika dia terlibat dalam suatu masalah, dia tak segan- segan menunjukkan perubahan emosi secara cepat didepan orang lain. Selain itu, secara konstan dia mencari pembenaran dan pernyataan setuju dari orang lain. Kesemuanya dia lakukan karena besarnya kebutuhan atas pengakuan keberadaan dirinya dihadapan orang lain. Entah dalam posisi benar atau salah, dia tidak terlalu perduli, malah kalau bisa dia akan terlihat selalu benar dan terlalu sempurna untuk disalahkan.

Tapi selanjutnya timbul pertanyaan, sebegitu pentingkah Ridho dan penghormatan manusia atas diri kita? Padahal penghormatan atas diri yang diberikan manusia memanglah baik, tapi tak selalunya mendatangkan kebaikan. Seribu manusia, pastilah memiliki seribu pendapat dan sudut pandang yang berbeda dalam melihat sebuah masalah. Namun yang pasti Allah Azza wa Jalla yang memiliki hak mutlak atas nilai penilaian dan atau salah dan benarnya kita.

Pengakuan dan ridho dari Allah adalah yang paling mutlak untuk kita. Walaupun biasanya penghormatan dari manusia atas kita biasanya menjadi simbol terhadap atas baik buruknya kita, tapi mereka notabene sama dengan kita yang masih juga memiliki kekurangan. Dan tidak mungkin pula bahwa penilaian mereka bisa saja salah. Rasa puas yang kita miliki setelah terlihat wah dan atau benar dihadapan makhluk, sayang sekali, hal ini biasanya menghentikan proses untuk perbaikan diri. Betapa ruginya, Meletakkan ridho dan harapan kita sepenuhnya untuk sebuah pengakuan kepada para makhluk sama saja memasang bom waktu kekecewaan yang setiap saat bisa meledak dan berbalik melukai kita.

Kebaikan manusia tidak selalunya tampak dari penampilan, walaupun kebaikan memunculkan kesopanan. Kebaikan manusia tak selalunya tampak dari perkataan walau kebaikan memunculkan kedamaian dalam nasehat yang diberikan. Kebaikan tak selalunya tampak dari amal kecuali yang dilakukan ikhlas hanya karena Allah. Saja.

Maka dari itu, Maha suci Allah yang menciptakan rasa hati bernama kesabaran. Kesabaran untuk kita tidak buru- buru menghakimi orang lain atas apapun yang mereka lakukan, dan atau menghakimi diri sendiri atas apa yang telah kita lakukan. Maha suci Allah yang mengajarkan berprasangka baik atas apapun yang saudara kita lakukan dan atau berikan.

Hati manusia siapa yang dapat meraba, kebaikan atas niat dan perbuatan manusia hanyalah mutlak Allah yang mengetahuinya. Tak perlu risau ataupun panik apalagi sampai mendramatisir keadaan jika kebaikan kita tidak dilihat atau kita tidak dikukuhkan sebagai pemilik kebenaran atas sebuah keadaan walaupun sebenarnya kita benar. Cukup katakan pada hati bahwa kebaikan itu hanya ikhlas kita lakukan demi mencari keridhoan Allah. Dan keikhlasan selanjutnya memunculkan kebaikan yang lebih banyak lagi. InsyaAllah.

Begitu pula, jangan mudah menghakimi orang lain atas apapun yang mereka lakukan atau menimpa mereka. Jangan sampai penghakiman kita tersebut memancingnya untuk menjadi sang drama queen atas keadaan yang sedang dialaminya. Hati yang baik akan selalu akan dipenuhi dengan doa yang baik. Cukuplah doakan yang baik- baik dan yang terbaik untuknya dan kekuatan bagi diri kita, jika mungkin giliran kita mengalami musibah yang sama.

Damailah Hanya bersama Allah yang maha mendamaikan. Cukuplah Allah menjadi tolak ukur atas apapun yang kita lakukan. Sama sekali tidak ada alasan yang logis untuk mengudang hadirnya pendramatisiran sikap dan atau kepanikan serta hiperbola dalam menyikapi sebuah keadaan demi meraih ridho manusia. Jangan risau bila tidak dipandang baik oleh manusia, kecuali memang kita jelas-jelas melakukan kejahatan. Namun jangan pula selalu memandang baik diri sendiri, karena manusia adalah makhluk yang penuh dengan kekhilafan.

Penuhilah hati hanya dengan Allah. Karena hati yang selalu mengakrapi tuhannya, akan selalu tenang.  Ibarat Lautan yang dalam dan luas, dia akan menampung segala permasalan dari berbagai penjuru dengan tenang. Hati yang jauh dari Allah akan selalu beriak. Dia akan sibuk mencari pembenaran dengan menyikapi keadaan dengan cara apapun agar seolah pengakuan orang lain akan menguntungkannya. Padahal kesemua itu adalah semu, walaupun kita dalam keadaan benar. Dan jika kita dalam posisi bersalah, tidak lain dia sedang membohongi diri sediri, karena hatinya jelas- jelas mengetahui bagaimana keadaan yang sesungguhnya.

Kehausannya atas perhatian dan pengakuan manusia justru menjauhkannya semakin jauh dengan Allah. Dan hal itu tidak akan selesai, sampai akhirnya hatinya menyadari bahwa apapun yang datang kepadanya adalah bentuk ujian dari Allah, yang seharusnya disusul dengan penyikapan terbaik dengan yang diridhoi Allah. Saja. Insyaallah kesadaran seperti itu akan membawa lebih banyak kebaikan. Bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk makhluk Allah yang lain disekitarnya.

Kebaikan memang tak selalunya tampak baik dan disikapi dengan baik dihadapan manusia lain. Namun jangan sampai hal itu menghadirkan nafsu kita untuk berbicara lewat pendramatisiran keadaan dari diri kita dengan menghalalkan segala cara. Memaafkan dan belajar jujur kepada diri sendiri atas apapun yang telah kita lakukan dan menyadari bahwa manusia yang lainpun juga melakukan kekhilafan insyaAllah akan selalu memunculkan sikap yang baik. Hal ini juga menghindarkan saudara kita untuk menjadi sang drama queen agar terlihat lebih elegan dihadapan kita, sehingga menghilangkan kebaikan dari kesadarannya bahwa Ridho Allah adalah diatas segala- galanya.

Bersalah itu manusia dan manusiawi. Hanya Allah yang selalunya akan benar. Lari dari masalah dan atau mendramatisirnya justru memperlihatkan kedangkalan kita. Menyesal, Meminta maaf, bukanlah hal yang memalukan, hal itu sangat manusia sekali. Dan kedua hal itupula justru yang memuliakan diri kita sendiri.



(Syahidah)

Senin, 21 November 2011

Kemarahan Yang Memperbodoh Kita



Sebuah konflik tidak seharusnya disikapi dengan emosi. Ibarat batu yang dilempar pada batu, maka keduanya akan pecah dan sia sia. Demikian pula dalam konflik rumah tangga yang kadang kala muncul baik karena hal sepele atau masalah yang sangat serius.

Kondisi hati, fisik dan pikiran yang kadang labil sering kali membawa kita pada sebuah keadaan yang malah membuat makin rumit situasi.Emosi yang sedang tinggi, malah memicu salah pihak yang lain melakukan hal yang serupa. Sampai sampai ada yang menggambarkan, ibarat perang, harus ada pemenang dalam situasi tersebut, atau dengan kata lain salah satu pihak harus merelakan diri untuk kalah dan atau mengalah.

Masyaallah, menang atau kalah bukan inti dari babak akhir sebuah konflik atau perbedaan pendapat yang ada. Namun hal tersebut justru malah semakin menggambarkan kelemahan pengontrolan diri dari kedua belah pihak tersebut.

Memang ada kalanya khilaf ikut menyertai dalam perjalanan kehidupan manusia yang tidak sempurna. Namun apakah selamanya ketidaksempurnaan itu dijadikan kambing hitam atas semua kesalahan kita, sampai kita melupakan sama sekali cara menyayangi pasangan kita, bahkan disaat kita marah? Bukankah rumah tangga memang adalah tentang proses belajar dan saling mempelajari? Kemarahan adalah sama sekali bukan cara yang elegan untuk sebuah perbaikan hubungan, malah justru akan memperparah keretakan dalam rumah tangga.

Pasangan kita tak ubahnya buku yang diberikan untuk kita. Harus kita akui memang butuh waktu, tenaga dan kesabaran yang lebih untuk mempelajarinya lembar demi lembar. Terkadang didalam buku tersebut mengandung hal-hal yang sulit kita pahami, namun bukankah buku adalah selalu terkait dengan ilmu, dan ilmu adalah hal yang pastinya mencerahkan jalan kehidupan kita?

Bersatunya suami dan istri adalah sudah pasti karena skenario Allah yang maha indah. Dan pasti pula terkandung maksud dan tujuan yang tak kalah indah untuk masa depan kita. Suami tanpa istri hanyalah setengah dan istri tanpa suami adalah setengahnya lagi. Dengan kata lain keduanya saling melengkapi.

Lalu jika kita meyakini semua ini, masihkah kemarahan, sikap kasar  yang sama sekali jauh dari kelembutan dan kasih sayang menjadi pilihan "tercerdas" kita untuk menghakimi pasangan kita ? bukankah dia tengah dalam posisi tak menyadari kesalahannya, dan hal itu juga mungkin suatu hari terjadi kepada kita? lalu maukah kita juga rela dihakimi dengan kemarahan tanpa ada embel2 "kata kata pembukaan" yang halus yang dilakukan untuk sekedar menjadi peringatan awal?

Mari jawaban dari semua pertanyaan itu kita kembalikan pada diri kita masing masing dan kita renungkan untuk mengukur seberapa tinggi kualitas kita dalam  sebuah hubungan.

Yakinlah, masih banyak jalan keluar yang lebih cantik dan pas untuk dilakukan dari pada hanya sekedar mengumbar emosi dan malah justru akan semakin memperjelas kebodohan kita dalam mendengar dan memahami satu sama lain. Dan hanya pribadi yang mau belajar yang dengan pasti dapat mengetahui tentang keindahan sebuah damai.


(syahidah)

Keajaiban Sebuah Kelembutan



Kelembutan memberikan pengaruh besar dalam sebuah rumah tangga. Anugrah Allah yang satu ini, yang biasanya menjadi hak milik para istri, akan selalunya memberikan sebuah kebahagiaan.

Kelembutan berarti berarti bersabar memahami orang lain, Kelembutan berarti ikhlas dalam senyum menerima apapun yang terjadi dan mewujudkannya dalam sikap yang terbaik, kelembutan berarti membalas betapapun sakitnya perlakuan orang lain dengan sebuah pembalasan yang justru dapat membahagiakannya. Kelembutan juga berarti menegur kesalahan dan menyatakan kesalahan orang lain tanpa harus menyakiti.

Absennya sikap ini membuat semuanya seringkali kacau, betapa tidak, walaupun seseorang mempunyai niat baik yang besar sekalipun dalam memulai sesuatu, namun jika hal tersebut disampaikan dengan cara yang kasar, maka akhirnya akan pasti tidak membahagiakan.

Ingatkah kita kisah tentang Rosululloh SAW yang selalu diludahi oleh seorang yahudi, yang mana Rosululloh SAW tidak pernah membalasnya dengan tindakan yang sama, malahan ketika si yahudi jatuh sakit, beliau SAW membalasnya dengan menjenguk si yahudi ke rumahnya.

Dan yang terjadi selanjutnya ternyata keluhuran dan kelembutan akhlak Rosululloh telah meruntuhkan segala kedengkian dan kerasnya hati si yahudi dan memberikan kesan dihatinya, sehingga tanpa diminta dan dipaksa, si yahudi tersebut akhirnya menyatakan keislamannya di hadapan Rosululloh SAW. Subhanallah...

Kehidupan yang tidak lepas dari sebuah masalah dan ujian, biasanya melahirkan suasana getir dan tegang yang menyebabkan hati menjadi sedikit keras. Begitu pula dalam kehidupan berumah tangga. Betapa bahagianya jika para suami memiliki pendamping yang menyejukkan hati dalam bersikap dan berkata.

Betapa damainya seorang suami yang memiliki istri yang tidak pernah memakai kata "aku ingin.."  sebagai pencerminan dari egonya, kecuali pada kalimat: aku ingin semua orang yang ada di sekitarku bahagia. Ya, ternyata tidak perlu menjadi sangat cantik,untuk disayang suami, karena dengan bersikap lembut, para istri telah memiliki kecantikan yang tak terbatas. Hal ini juga menjadikannya layak untuk disayang, bukan hanya suami, namun dengan semua orang disekitarnya, bahkan benda mati sekalipun.

Kelembutan seorang wanita bukan berarti sosok yang lemah ataupun gampang menangis, justru dengan adanya kelembutan itulah seorang wanita sebenarnya memiliki kekuatan yang luar biasa. Kekuatan itu sendiri adalah, bahwa kelembutan seorang wanita bisa meluluhkan hati laki-laki yang keras sekalipun.

Betapa bahagianya seorang suami yang mendapati partner hidupnya tersebut menegurnya dengan cara yang lembut, dan elegan. Karena sudah menjadi sebuah kemakluman bagi semua istri bahwa biasanya seorang suami memiliki sebuah "gengsi" yang tidak mau di otak atik oleh siapapun.

Ya itulah laki-laki, para suami kita. Dan sekali lagi, semua itu akan tertaklukkan bukan justru dengan sebuah sikap kasar apalagi kekerasan, sifat lemah lembut mampu membawa mereka yang sedang terlupa untuk kembali kepada aturan dan jalan Allah subhanahu wata'ala. Kelembutan berarti meluruskan dengan tanpa mematahkannya, dan memperbaiki dengan tanpa merusak satupun dari sisi-sisinya.

Kelembutan juga berarti sinergi antara akal dan hati dan hal ini selalu berakhir dengan kebahagiaan. Kelembutan tidak usah membeli dan rasa sayang sudah ada pada setiap diri. Dan tergantung pada kemauan kita masing masing- masing untuk mau melaksanakannya atau tidak. Sungguh, kedengaran berat sepertinya. Tapi itulah contoh teladan yang diwariskan oleh orang-orang pilihan terdahulu kepada kita. Dan dengan menjadikan diri kita bersemangat dan berusaha melatih diri agar senantiasa mampu bersikap lembut dan peka rasa ketika berinteraksi dengan siapapun, terutama dengan sang suami, maka insyaallah kita akan menjadi sumber kebahagiaan yang menyejukkan.



(Syahidah)


Kalau Sudah Tahu Kedudukan Shalat, Masihkan akan Meremehkannya!



Oleh: Badrul Tamam


Wahai saudariku, aku yakin bahwa engkau sudah mengetahui hukum shalat lima waktu. Ia adalah kewajiban yang Allah turunkan dari atas langit ke tujuh. Ia merupakan rukun kedua dari rukun Islam yang lima, rukun Islam amali yang paling besar sesudah dua kalimat syahadat. 

Shalat memiliki kedudukan yang tinggi di antara macam-macam ibadah dalam Islam. Bahkan kedudukannya tidak bisa disamai dengan ibadah selainnya. Shalat adalah tiang agama yang tidak bisa tegak dien ini tanpanya.
Allah telah memerintahkannya sesudah perintah mentauhidkanNya. Firman Allah Ta’ala:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Shalat juga menjadi ciri khas utama bagi kaum mukminin dan mukminat, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

Allah juga berfirman tentang orang yang menyia-nyiakan shalat, tidak memperhatikan akan syarat dan rukunnya, tidak menunaikan tepat pada waktunya, serta sering meninggalkannya;

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)


Hadits-hadits yang menunjukkan akan keutamaannya sangat banyak sekali. Diriwayatkan dari Nabi SAW akan kekufuran orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja melalui sabdanya:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Perbedaan) antara seorang muslim dan kafir, (ketika) meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)

Dan kaum wanita masuk dalam hukum ini. Ada juga sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang lebih jelas menerangkan bahwa orang yang meninggalkan satu shalat saja dengan sengaja akan menghapuskan amal shalihnya. “Siapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar, pasti amalnya terhapus.” (HR. al-Bukhari)

Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab (dihitung) atas hamba pada hari kiamat. 
Dari Abu Hurairahradliyallahu ‘anhushallallahu 'alaihi wasallam bersabda:berkata: aku mendengar Nabi Shallallahu alaihi wasallam 

Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik ia benar-benar telah beruntung dan sukses. Dan jika shalatnya rusak benar-benar telah celaka dan merugi.
 (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).


Harapan

Setelah mengetahui hukum shalat dan besarnya dosa orang yang meninggalkannya. Maka selayaknya, kaum muslimah memperhatikan urusan shalat. Jangan menelantarkannya karena alasan aktifitas-aktifitas yang lain.

Namun sebagian wanita muslimah, baik ibu-ibu atau yang masih gadis, sering meninggalkan shalat karena kebodohannya terhadap kedudukannya, atau karena meremehkan dan bermalas-malasan, atau terpaksa meninggalkannya karena kesibukan rumah tangga dan mengurus anak-anaknya, alasan pekerjaan, mengajar, dan alasan-alasan lainnya.

Kami memohon kepada Allah untuk melimpahkan hidayah dan kebaikan untuk Anda wahai saudariku kaum muslimah!

Mata Ketiga



Dalam kehidupan dunia, seringkali kita melakukan hal-hal dengan otomatis, mekanis dan mengandalkan kekuatan akal pikiran saja. Kehidupan manusia yang selalu berpacu dengan waktu seolah-olah menjauhkannya dengan sebuah karunia besar dalam jiwanya. Kesibukan yang tiada henti telah melenakan dan  membuat manusia hanya mengandalakan kekuatan mata indra.

Padahal, dalam keadaan seperti apapun, hati manusia yakin bahwa banyak hal-hal yang tidak kasat mata, namun memiliki kedalaman makna. Sebagai contoh, dalam pekerjaan mereka setiap hari yang seabrek dan full deadline. Sebagian dari merekapun tak mampu memahami makna dari pekerjaan itu sendiri, tidak mampu memberi arti dari berbagai kesibukan itu. Dan hasilnya, mereka hanya menghabiskan hari tanpa tahu untuk apa mereka lakukan semua itu.

Namun bagi sebagian lain, mereka memilih untuk menggunakan "mata" ketiga mereka dalam menyelesaikan kepenatan dalam hidup. Merekapun berlomba mengasah kejernihan hati. Sebagai hasilnya mereka dapat melihat semua hal dengan ketajaman mata hatinya. Ketika seseorang berhasil menjaga kejernihan hatinya, maka kepekaan mata batinnya akan lebih tajam. Pada saat itu mereka dapat memaknai lebih dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan. Pekerjaan tidak hanya dimaknai sebagai sebuah kewajiban atau kebutuhan, tapi lebih dari itu, pekerjaan adalah bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata'ala.

Karena ketajaman mata hati itu pula, jika seseorang mennggunakannya saat dia diposisikan untuk mengambil keputusan-keputusan penting, maka yang keluar adalah keputusan sesuai suara hati.Dan hal tersebut, insyaallah akan lebih dekat dengan kebenaran.

Tantangan dalam hidup yang terus menerus datang sampai kita meninggal nanti, seringkali berwujud sebagai godaan yang seringkali dapat mengotori kejernihan hati kita. Seperti adanya sikap egoisme, mementingkan hawa nafsu, mengikuti ambisi meraih kekayaan atau kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, memperturutkan emosi-emosi negatif seperti amarah, dendam, benci dan iri hati, dll. Hal tersebut juga dapat menjadikan kejernihan hati menjadi terkotori. Hati yang terbelenggu cahaya kejernihannya tidak dapat memancar ke permukaan. Inilah yang dapat melemahkan ketajaman mata hati seseorang sehingga tidak mampu menembus pandangan yang jauh ke depan.
...Mata hati, sebuah "alarm" dan penasehat setia kita, bahkan saat kita membiarkan diri kita untuk tidak setia kepada kebenaran, dia akan tetap mengusulkan langkah kebaikan untuk kita tempuh, dan sisanya tergantung pilihan diri kita sendiri, mengikuti langkahnya atau menjadi pembangkang atasnya...
Dengan demikian untuk melatih ketajaman mata hati, berusahalah menghindari hal-hal yang dapat membelenggu kejernihan hati seperti berbagai pengaruh negatif dan daya tarik materialisme duniawi tersebut. Karena kalau hal-hal negative itu dibiarkan, dapat menjadikan kita semakin sulit mendengarkan bisikan hati. Menjadikan kita akan lebih mempercayai atau mengandalkan kemampuan otak serta produk-produk pikiran atau akal semata. Inilah yang akan melahirkan ketidakseimbangan antara kemampuan nalar dengan hati nurani. Mengakibatkan tidak tajamnya kemampuan mata hati, sehingga melahirkan berbagai masalah dalam kehidupan.

Melihat dengan mata hati, akhirnya, menjadi wujud kuatnya relasi kita dengan Allah Azza wa Jalla.Ketika manusia tidak lagi menemukan celah kemana lagi dia harus melangkah, maka karunia "mata" itu memberikan sebuah keterangan yang tentunya menjadikan kita pribadi yang lurus. Semua itu akan terjadi jika orang tersebut selalu dapat memelihara kejernihan hatinya. Hal tersebut juga akhirnya memberikan hak kepada manusia untuk memiliki kekuatan pandangan mata hati yang tajam, yang mampu menembus dimensi ruang dan waktu yang tidak tercapai oleh nalar.
...Melihat dengan mata hati, akhirnya, menjadi wujud kuatnya relasi kita dengan Allah Azza wa Jalla.Ketika manusia tidak lagi menemukan celah kemana lagi dia harus melangkah, maka karunia "mata" itu memberikan sebuah keterangan yang tentunya menjadikan kita pribadi yang lurus...
Kekuatan ketajaman mata hatinya benar- benar melebihi kekuatan pandangan matanya yang sebenarnya, yang tentunya sangat terbatas dalam jarak serta jangkauan. Penglihatan yang begitu tajam dari mata hatinya dan nasehat yang dimunculkan bagi orang yang menyediakan jeda waktu untuk konsultasi kepadanya, serta merta akan mendidik dan menggiring orang tersebut untuk selalu patuh dalam kebenaran.Mata hati, sebuah "alarm" dan penasehat setia kita, bahkan saat kita membiarkan diri kita untuk tidak setia kepada kebenaran, dia akan tetap menemani kita, dan sisanya tergantung pilihan diri kita sendiri, mengikuti nasehatnya atau menjadi pembangkang atasnya.


(syahidah)


Berdamai Dengan Kekurangan



Dunia pasti berputar.Siapa yang tahu tentang hari esok. Jika sekarang kita dalam keadaan serba ada dan tersedia, siapa yang bakal tahu yang akan terjadi selanjutnya. Dan saat itu akan pasti tiba, saat dimana putaran dunia membawa kita pada posisi dibawah, saat itulah seorang manusia biasa menjumpai sebuah kenyataan yaitu kekurangan.

Siapa pun pasti tidak mau pada keadaan ini. Dan bukan hal yang mudah untuk melaluinya. Bahkan pada keadaan ini, banyak sikap manusia yang berubah dan tak lagi sejalan dengan-Nya yang justru akan menghalangi karunia Allah dan perbaikan yang dianugrahkannya untuk mencapai kita. Banyak diantara mereka menggadaikan sebuah aset berharga yang harganya tidak terbatas, yang justru tanpa mereka sadari, hal tersebut membuat batasan bagi kemuliaannya sendiri. Aset berharga itu bernama kejujuran.

Memang tidak mudah untuk hidup dalam kekurangan, namun tidak seharusnya kita bersikap semakin memperburuk keadaan dengan mengeliminasi kejujuran. Karena kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun dan dapat digunakan untuk apapun dan dalam situasi bagaimanapun. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun dan dapat digunakan untuk apapun dan dalam situasi bagaimanapun. Kejujuran adalah lebih berharga dari pada apapun yang dimiliki seseorang, bahkan disituasi saat dia tak mempunyai apapun dan siapapun. Ketika seseorang telah kehilangan kejujuran, maka dia seperti tidak memiliki apapun. Manusia disekelilingnya akan berbalik dan mengacuhkannya, dan Allahpun akan mencatatnya sebagai pembohong.
...Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun dan dapat digunakan untuk apapun dan dalam situasi bagaimanapun. Kejujuran adalah lebih berharga dari pada segala yang dimiliki seseorang, bahkan disituasi saat dia tak mempunyai apa-apa dan siapa-siapa lagi....
Ketika seseorang sedang berlaku jujur walaupun dia sendiri dalam keadan kekurangan, namun tanpa dia sadari, dia sedang membangun sebuah pencukupan besar atas masa depannya sendiri. Dengan kejujuran, kepercayaan orang lain akan sangat mudah sekali didapat, ini berarti jalan menuju kesuksesan pun sudah digenggaman. Dan soal pemenuhan atas kekurangan itu, hanya masalah waktu saja.

Ketika seseorang memenuhi dirinya tetap dengan sebuah energi positif yaitu kejujuran, walaupun berkubang dengan segudang kekurangan, maka orang seperti ini sebenarnya sedang belajar menerima dan bersahabat dengan dirinya sendiri. Karena itu, terima saja, nikmati saja dahulu kenyataan yang "disuguhkan" kepada kita saat ini. Hal ini insyaallah akan menjadi pembangun kesadaran untuk menerima diri apa adanya.

Tidak perlu memoles kekurangan tersebut dengan berbagai hal yang memberi kesan hebat pada diri kita dihadapan manusia. Menutupi kekurangan dengan polesan-polesan hanyalah membuat hidup semakin terjerumus ke dalam kesulitan baru. Kita tidak perlu takut atau malu bila hal tersebut diketahui atau menjadi bahan pembicaraan orang lain. Justru orang mesti bersyukur bahwa Allah masih berkenan menguji, dan hal itu mengindikasikan bahwa Allah masih perduli kepada kita.

Kekurangan apapun dalam hidup bila disikapi dengan damai, maka akan terasa mendamaikan. Kekurangan justru akan berubah menjadi suatu pemacu semangat yang membantu orang untuk bertumbuh dan berkembang dalam hidupnya.Ikhlaskan saja semua untuk berputar, dan yang kita tetap harus lakukan adalah berusaha dan berusaha sebaik mungkin untuk mencapai keadaan yang lebih baik, soal hasil... Allah tentu sudah punya skenario hidup yang lebih cantik untuk kita.


 (Syahidah)