Allah selalu punya skenario yang Maha hebat untuk menguji hamba-hambanya. Namun dibalik semua cobaan itu, Allah memberikan cobaaan justru untuk perbaikan hambanya yang mau belajar dan atau mengambil pelajaran darinya. Tapi sayang, banyak dari kita yang tiada menyadari untuk memberikan sikap terbaik saat cobaan itu datang.
Seringkali apabila kita terpojok pada suatu keadaan, maka muncullah kita sebagai drama queen. Kita jadi terlalu mendramatisir keadaan dengan menunjukkan reaksi emosi yang berlebihan entah dengan tujuan untuk mengambil perhatian, simpati dan empati orang lain sehingga pendapat mereka berbelok membela dan mengasihani kita. Memang itulah manusia, tempatnya salah dan lupa.
Sang drama queen tidak akan ada habisnya mengolah sikap, kata dan perbuatan yang hiperbola atas sebuah kejadian. Hatinya terkadang terlalu sensitif dengan ketidaksetujuan lingkungan sekitar atas apapun pendapatnya.Seringkali juga ketika dia terlibat dalam suatu masalah, dia tak segan- segan menunjukkan perubahan emosi secara cepat didepan orang lain. Selain itu, secara konstan dia mencari pembenaran dan pernyataan setuju dari orang lain. Kesemuanya dia lakukan karena besarnya kebutuhan atas pengakuan keberadaan dirinya dihadapan orang lain. Entah dalam posisi benar atau salah, dia tidak terlalu perduli, malah kalau bisa dia akan terlihat selalu benar dan terlalu sempurna untuk disalahkan.
Tapi selanjutnya timbul pertanyaan, sebegitu pentingkah Ridho dan penghormatan manusia atas diri kita? Padahal penghormatan atas diri yang diberikan manusia memanglah baik, tapi tak selalunya mendatangkan kebaikan. Seribu manusia, pastilah memiliki seribu pendapat dan sudut pandang yang berbeda dalam melihat sebuah masalah. Namun yang pasti Allah Azza wa Jalla yang memiliki hak mutlak atas nilai penilaian dan atau salah dan benarnya kita.
Pengakuan dan ridho dari Allah adalah yang paling mutlak untuk kita. Walaupun biasanya penghormatan dari manusia atas kita biasanya menjadi simbol terhadap atas baik buruknya kita, tapi mereka notabene sama dengan kita yang masih juga memiliki kekurangan. Dan tidak mungkin pula bahwa penilaian mereka bisa saja salah. Rasa puas yang kita miliki setelah terlihat wah dan atau benar dihadapan makhluk, sayang sekali, hal ini biasanya menghentikan proses untuk perbaikan diri. Betapa ruginya, Meletakkan ridho dan harapan kita sepenuhnya untuk sebuah pengakuan kepada para makhluk sama saja memasang bom waktu kekecewaan yang setiap saat bisa meledak dan berbalik melukai kita.
Kebaikan manusia tidak selalunya tampak dari penampilan, walaupun kebaikan memunculkan kesopanan. Kebaikan manusia tak selalunya tampak dari perkataan walau kebaikan memunculkan kedamaian dalam nasehat yang diberikan. Kebaikan tak selalunya tampak dari amal kecuali yang dilakukan ikhlas hanya karena Allah. Saja.
Maka dari itu, Maha suci Allah yang menciptakan rasa hati bernama kesabaran. Kesabaran untuk kita tidak buru- buru menghakimi orang lain atas apapun yang mereka lakukan, dan atau menghakimi diri sendiri atas apa yang telah kita lakukan. Maha suci Allah yang mengajarkan berprasangka baik atas apapun yang saudara kita lakukan dan atau berikan.
Hati manusia siapa yang dapat meraba, kebaikan atas niat dan perbuatan manusia hanyalah mutlak Allah yang mengetahuinya. Tak perlu risau ataupun panik apalagi sampai mendramatisir keadaan jika kebaikan kita tidak dilihat atau kita tidak dikukuhkan sebagai pemilik kebenaran atas sebuah keadaan walaupun sebenarnya kita benar. Cukup katakan pada hati bahwa kebaikan itu hanya ikhlas kita lakukan demi mencari keridhoan Allah. Dan keikhlasan selanjutnya memunculkan kebaikan yang lebih banyak lagi. InsyaAllah.
Begitu pula, jangan mudah menghakimi orang lain atas apapun yang mereka lakukan atau menimpa mereka. Jangan sampai penghakiman kita tersebut memancingnya untuk menjadi sang drama queen atas keadaan yang sedang dialaminya. Hati yang baik akan selalu akan dipenuhi dengan doa yang baik. Cukuplah doakan yang baik- baik dan yang terbaik untuknya dan kekuatan bagi diri kita, jika mungkin giliran kita mengalami musibah yang sama.
Damailah Hanya bersama Allah yang maha mendamaikan. Cukuplah Allah menjadi tolak ukur atas apapun yang kita lakukan. Sama sekali tidak ada alasan yang logis untuk mengudang hadirnya pendramatisiran sikap dan atau kepanikan serta hiperbola dalam menyikapi sebuah keadaan demi meraih ridho manusia. Jangan risau bila tidak dipandang baik oleh manusia, kecuali memang kita jelas-jelas melakukan kejahatan. Namun jangan pula selalu memandang baik diri sendiri, karena manusia adalah makhluk yang penuh dengan kekhilafan.
Penuhilah hati hanya dengan Allah. Karena hati yang selalu mengakrapi tuhannya, akan selalu tenang. Ibarat Lautan yang dalam dan luas, dia akan menampung segala permasalan dari berbagai penjuru dengan tenang. Hati yang jauh dari Allah akan selalu beriak. Dia akan sibuk mencari pembenaran dengan menyikapi keadaan dengan cara apapun agar seolah pengakuan orang lain akan menguntungkannya. Padahal kesemua itu adalah semu, walaupun kita dalam keadaan benar. Dan jika kita dalam posisi bersalah, tidak lain dia sedang membohongi diri sediri, karena hatinya jelas- jelas mengetahui bagaimana keadaan yang sesungguhnya.
Kehausannya atas perhatian dan pengakuan manusia justru menjauhkannya semakin jauh dengan Allah. Dan hal itu tidak akan selesai, sampai akhirnya hatinya menyadari bahwa apapun yang datang kepadanya adalah bentuk ujian dari Allah, yang seharusnya disusul dengan penyikapan terbaik dengan yang diridhoi Allah. Saja. Insyaallah kesadaran seperti itu akan membawa lebih banyak kebaikan. Bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk makhluk Allah yang lain disekitarnya.
Kebaikan memang tak selalunya tampak baik dan disikapi dengan baik dihadapan manusia lain. Namun jangan sampai hal itu menghadirkan nafsu kita untuk berbicara lewat pendramatisiran keadaan dari diri kita dengan menghalalkan segala cara. Memaafkan dan belajar jujur kepada diri sendiri atas apapun yang telah kita lakukan dan menyadari bahwa manusia yang lainpun juga melakukan kekhilafan insyaAllah akan selalu memunculkan sikap yang baik. Hal ini juga menghindarkan saudara kita untuk menjadi sang drama queen agar terlihat lebih elegan dihadapan kita, sehingga menghilangkan kebaikan dari kesadarannya bahwa Ridho Allah adalah diatas segala- galanya.
Bersalah itu manusia dan manusiawi. Hanya Allah yang selalunya akan benar. Lari dari masalah dan atau mendramatisirnya justru memperlihatkan kedangkalan kita. Menyesal, Meminta maaf, bukanlah hal yang memalukan, hal itu sangat manusia sekali. Dan kedua hal itupula justru yang memuliakan diri kita sendiri.
(Syahidah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar