Laman

Rabu, 16 November 2011

Dialah Istri Kesayanganku



Saat pertama kali dia datang sebagai ratu di rumahku, aku terkesan ketika memandangnya. Memang tidaklah terlalu cantik atau teramat istimewa, namun ada sesuatu yang begitu mengusikku. Berbeda, sangat berbeda, dia berbeda dengan perempuan kebanyakan.

Matanya tidaklah lentik, namun sangat memancarkan keteduhan. Tampilannya pun biasa, bukan penuh permak atau berlapis bedak. Sangat natural ketika dilihat. Tapi sekali lagi aku merasakan sebuah keanehan saat bersama perempuan ini. Dia yang selalu menggandeng kesejukan hati dalam setiap aku mengingatnya. Keharuman damai yang akan terasa tersebar dalam lingkungan yang melingkupinya. Terutama kepadaku.

Alunan kalimatnya tidak terlalu banyak menggambarkan kata, hanya sesaat, namun penuh makna. Mengajak siapa saja yang mendengarnya berpikir dan merenung. Sama sekali tiada kalimat tersia- tersia tanpa berkah. Tiada kekasaran apalagi cacian yang menghapus elegannya seorang wanita.

Aku memperhatikan, saat dia berjalan, dan saat dia bekerja, dzikrullah selalu terlantun mengiringi langkah kakinya. Perumpamaan tapak kaki yang penuh dengan bekas bunga, meninggalkan keharuman bagi detik- detik yang berlalu dengan penuh kedamaian. Semua  terasa sangat indah bagi pasang mata yang menyaksikan.
Aku memperhatikan, saat dia sedih ataupun bahagia, yang terjadi hanya sekedarnya. Tidak terlalu dia larut dalam pada keduanya.

Akupun juga memperhatikan, saat terdalam baginya adalah ketika terbenam kepalanya dalam sujud dan kedekatan yang sangat dengan sang maha Rahman. Tiada waktu ataupun celah yang dapat mengusiknya karena keindahan kedekatan hubungan dengan sang maha Pencipta. Aroma kedamaian ini pula yang akhirnya disebarkanya ke seluruh bagian rumah.

Siapa yang dapat menandingi kesantunannya dalam menghormati aku, lihatlah betapa ketundukan melingkupi ruang batin dan raganya. Sampai- sampai aku mulai sungkan untuk lebih memerintahnya ini dan itu.

Ingin rasanya marah kepadanya, saat dia menerima nafkah dariku yang seadanya, malah dengan sebuah kebanggaan dan kesyukuran yang sangat. Tak ada, tak ada sama sekali tuntutan atas sebuah ego duniawi, yang ada malah semangat yang diberikannya kepadaku hari demi hari demi sebuah tanggung jawabku sebagai kepala keluarga. Ketabahannya mendampingiku, merupakan sebuah cambuk yang membuat aku semakin malu saat aku tak dapat lebih membahagiakannya.

Dialah perhiasan paling berharga, ratu tercantik yang membuat biadadari cemburu kepadanya. Tanpanya rumahku seakan tiada lagi berharga. Dia mendidik anak-anakku dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula.
Mungkin aku dapat menyebut diriku sebagai lelaki yang begitu sangat beruntung di dunia. Ya, apalagi kebutuhan seorang suami yang lebih besar dari pada pengertian, penghargaan dan kesabaran pendamping belahan jiwanya.

 Dan tiada kesedihan yang lebih besar bagi para suami selain akhlak buruk, dan hilangnya penghargaan serta ribetnya tuntutan dari istrinya.

Ah, rasanya ingin aku umumkan kepada dunia bahwa aku merasa telah sangat lengkap dan begitu bahagiasebagai lelaki. Akan aku jaga baik- baik wanita bidadari surgaku ini. Karena Dialah istri kesayanganku.


(Syahidah/Voa-islam.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar