Dahulu, setelah surat Ali imron ayat 92 turun, (" Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu, Allah Maha Mengetahui"), para sahabat berlomba-lomba berbuat kebaikan.
Abu Thalhah Al-Anshari seorang hartawan dikalangan Anshar datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan memberikan sebidang kebun kurma yang dicintainya untuk diinfakkan di jalan Allah.
Pemberian itu diterima oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallalm dengan baik dan memuji keikhlasannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menasihatkan agar harta itu diinfakkan kepada keluarga dekatnya, maka atas nasihat itu Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada keluarganya. Dengan sedekahnya itu, maka ia memperoleh dua pahala, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung tali silaturahmi. Dalam suatu hadis disebutkan: “Bersedekah kepada keluarga mendapat dua pahala, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung tali silaturahmi.”
Demikian pula dengan Umar bin Khattab, ia mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. dengan meyerahkan sebidang kebun di Khaibar. Nabi menyuruh pula agar ia tetap memelihara kebun itu, sedangkan hasilnya merupakan wakaf dari Umar bin Khattab.
Hanya orang yang benar-benar beriman kepada Allah yang bisa menjadi dermawan dan jauh dari sifat kikir. Keridhoan Tuhannya menuntun mereka mengesampingkan kesenangan pribadi mereka sendiri. Selanjutnya, dengan harta yang mereka miliki itu, mereka mencoba memuliakan diri dan menggapai surga. Benarlah kiranya, jika hanya orang- orang yang beriman atas Allah subhanahu wata'ala yang bisa menjadi orang dermawan.
Memang, sesungguhnya kebanyakan manusia tercipta dengan sifat suka berkeluh kesah lagi kikir. Mereka Ketika tertimpa kesulitan hatinya terasa sempit dan mudah berputus asa. dan sebaliknya, jika nikmat didapatnya, ia akan bersikap kikir. Yaitu kikir dari hak Allah dan kikir dari hak sesama.
Maka dari itu, Orang yang dermawan akan menjadikan diri mereka boss atas diri, harta dan hatinya.Dia benar- benar pandai mengelola kepemilikan dari semua itu, sehingga dia justru tidak menjadi budak dari materi yang dimilikinya. Orang yang dermawan pastilah dengan cerdas memisahkan kesemua anugrah materi untuk tercampur dengan nafsunya. Betapa tidak, harta dan atau kepintaran yang dia miliki dengan ikhlasnya dia berikan untuk menjadi sumber kebahagiaan orang lain.Hal inilah yang disadari atau tidak justru menjadi sumber kebahagiaan baginya juga.
Harta yang berada ditangan orang dermawan, pastilah akan menjadi kebahagiaan bagi sesamanya. Dan ketika sifat ini melekat pada diri seseorang, maka hanya kemuliaanlah yang akan disandangnya. Seorang pemulung yang dermawan dalam keterbatasannya adalah lebih mulia dari pada milyader yang kikir. Lantas ketika timbul pertanyaan, siapa yang dapat membeli keluasan hati seorang yang menjadikan diri mereka dermawan karena mencari keridhoan Allah subhanahu wata'ala?. Maka hanyalah surga yang pantas menjadi penebusnya.
(syahidah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar