Laman

Jumat, 18 November 2011

Kehormatanmu, Wahai Saudaraku (Pengaruh Syahwat)



Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Bersabar menghadapi nafsu syahwat itu lebih mudah daripada bersabar menghadapi arah yang dituju oleh syahwat, karena syahwat akan menimbulkan rasa sakit dan siksaan.
Bisa saja syahwat itu akan memutus kelezatan yang lebih sempurna.
Bisa saja ia akan menyia-nyiakan waktu, yang itu merupakan kerugian dan penyesalan.
Bisa saja ia akan merobek kehormatan, padahal dimanfaatkannya kehormatan itu untuk mengabdi kepada Allah Ta’ala akan lebih bermanfaat.
Bisa saja ia akan menghilangkan harta benda, padahal tetap adanya harta benda itu lebih baik daripada hilang dan habisnya.
Bisa saja ia akan menghilangkan kemuliaan dan kedudukan, padahal tetap adanya kemuliaan dan kedudukan itu lebih baik daripada hilangnya.
Bisa saja ia akan merampas kenikmatan, padahal tetapnya kenikmatan tersebut lebih dirasakan nikmat dan lebih baik daripada menyalurkan nafsu syahwatnya.
Bisa saja ia akan membukakan pintu bagimu kepada jalan yang belum pernah engkau dapatkan sebelumnya.
Bisa saja ia akan menimbulkan kegelisahan, kedukaan, kesedihan, dan rasa takut yang tidak pernah mendekati kepada kenikmatan syahwat sedikit pun.
Bisa saja ia akan melupakan ilmu, padahal mengingat ilmu lebih dirasakan nikmat daripada menyalurkan nafsu syahwatnya.
Bisa saja ia akan menjadikan musuh meguasaimu dan menjadikan teman-temanmu dirundung kesedihan.
Bisa saja ia akan memotong jalan yang menuju kepada kenikmatan dimasa mendatang.
Bisa saja ia akan menimbulkan aib dan cela yang abadi dan tidak akan pernah bisa hilang.
Oleh karena itu, sesungguhnya seluruh amal perbuatan akan mewariskan dan meninggalkan sifat-sifat serta akhlak tertentu.” (Lihat Fawa’idul Fawa’id karya Ibnul Qayyim)
Wahai para ikhwan, setelah kita mengetahuinya apa saja yang dapat menjerumuskan kita ke dalam pebuatan keji seperti zina dan hal-hal yang merupakan bentuk tidak menjaga diri, maka terakhir hendaknya kita renungi percakapan yang sangat indah yang terjadi antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seorang pemuda. Lihatlah hasilnya!
Diriwayatkan dari Abu Usamah radhiallahu ‘anhu bahwa ada seorang anak muda yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berilah aku izin untuk berzina.”
Maka manusia yang ada di situ mendatanginya lalu menghardiknya dan berkata, “Pergilah! Pergilah!”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mendekatlah kemari ….”
Lalu anak muda itu pun mendekati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu duduk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau senang jika ibumu dizinai?”
Anak muda itu menjawab, “Demi Allah, aku tidak senang! Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Begitu juga manusia tidak akan senang jika ibunya dizinai.”
Beliau berkata, “Apakah engkau senang jika anak perempuanmu dizinai?”
Anak muda itu menjawab, “Demi Allah, aku tidak senang! Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Begitu juga manusia tidak senang jika anak perempuannya dizinai.”
Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau senang jika saudara perempuanmu dizinai?”
Anak muda itu menjawab, “Demi Allah, aku tidak senang! Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Begitu juga manusia tidak senang jika saudara perempuannya dizinai.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau senang jika saudara perempuan ayahmu dizinai?”
Anak itu menjawab, “Demi Allah, aku tidak senang! Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Begitu juga manusia tidak senang jika saudara perempuan ayahnya dizinai.”
Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau senang jika saudara perempuan ibumu dizinai?”
Anak muda itu menjawab, “Demi Allah, aku tidak senang! Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Begitu juga manusia tidak senang jika saudara perempuan ibunya dizinai.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan beliau dikepala anak muda itu dan berdoa “Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, bersihkanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.
Maka setelah itu, anak muda tersebut tidak pernah sedikit pun menoleh kepada perbuatan zina. (H.r. Ahmad; lihat As-Silsilah Ash-Shahihah, jilid 1, hlm. 370)
Terdapat sebuah hadits yang seharusnya memotivasi kita agar jangan sampai menjadi orang yang tidak dinaungi oleh Allah Ta’ala kala tidak ada naungan selain dari AllahTa’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain-Nya: (1) Seorang penguasa yang adil. (2) Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Rabbnya. (3). Seorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid. (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah  berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah. (5) Laki-laki yang diajak oleh seorang wanita yang tepandang dan cantik untuk berzina, lantas ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ (6) Seseorang yang menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (7) Seorang yang berzikir kepada Allah dengan menepi seorang diri hingga bercucuran air matanya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, II:143; Fathul Bari; lafal ini adalah lafalnya; Muslim, VII:121–123; An-Nawawi; dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Wahai para lelaki muslim, kunasihati diriku dan dirimu yang belum menikah agat terus berusaha menjaga diri hingga yang halal menjadi milik kita. Kepada para lelaki muslim yang telah menikah, hendaknya memiliki ghirah (rasa cemburu) terhadap istri mereka.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Jagalah diri kalian
Maka wanita kalian akan terjaga harga dirinya
Dalam perkara yang diharamkan
Jauhilah perkara  yang tidak layak bagi seorang muslim
Karena zina adalah utang
Yang engkau pinjam
Sedang pelunasannya diketahui oleh keluargamu
Siapa saja yang berzina
Ia akan diukur dengannya
Meskipun hanya dengan tembok rumahnya
Jika engkau berakal maka pahamilah ini.”

Wallahu a’lam.
Semoga risalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi kaum muslimin. Semua manfaat datangnya dari Allah Ta’ala dan kesalahan datangnya dari diri saya dan tipu daya setan.
Subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu an-la ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.
Diselesaikan oleh Penulis di Semarang pada 22 April 2010.
Hamba yang selalu menginginkan ampunan dan penjagaan dari Rabbnya.
Penulis: Ummu Khaulah Ayu.
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.
Artikel www.muslimah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar