Laman

Sabtu, 11 April 2015

Syukuri Apa Yang Ada ...





Ustadz Aan Chandra Thalib, حفظه الله تعالى


Syaikh Ali Mustafa Thanthawi -rahimahullah-mengatakan:

Tak seorangpun di dunia ini melainkan pernah bertemu dengan orang yang kondisinya lebih baik dirinya atau lebih buruk dirinya.

Bila engkau miskin, pasti ada yang jauh lebih miskin darimu.
Bila engkau sakit, pasti ada yang sakitnya jauh lebih parah darimu.
Lalu mengapa engkau lebih sering mengarahkan kepalamu ke atas, 
dan memandang orang-orang yang kondisinya lebih baik darimu,
 ketimbang mengarahkannya ke bawah 
agar engkau melihat orang yang kondisinya jauh lebih buruk darimu..?


Bila kau tau bahwa ada orang yang bisa meraih harta dan kedudukan yang mana engkau belum bisa meraihnya.
 Padahal dari aspek kecerdasan, pengetahuan dan perangai levelnya jauh dibawahmu, 
mengapa engkau tidak mengingat bahwa ternyata ada orang yang levelnya di atasmu atau semisal denganmu dalam hal kecerdasan dan pengetahuan namun dia tidak pernah bisa meraih sebagian dari apa yang telah engkau raih…?


Falsafah rizki itu sangat sulit untuk dimengerti
Tengoklah kehidupan manusia. Diantara mereka ada para penyelam yang Allah jadikan roti (kehidupannya) dan segenap keluarga tersimpan jauh di dasar lautan. Mereka takkan bisa menggapainya hingga mereka menyelam ke dasar lautan yang dalam.

Ada juga para pilot yang Allah jadikan roti (kehidupannya) berada di atas awan, sehingga mereka tidak mungkin mendapatkannya sampai mereka terbang tinggi ke angkasa.

Ada juga yang roti (kehidupannya) tersembunyi di dalam bebatuan yang sangat keras, sehingga mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan memecah batu-batu itu.

Ada pula orang-orang yang rezeki mereka berada di bawah gorong-gorong air yang kotor, atau di tempat-tempat penambangan yang dalam, dimana wajah mentari dan cahaya siang tak dapat dilihat.

Ada orang yang mendapatkan bagian rezekinya dengan tangan, kaki, lisan dan otaknya. Ada juga yang tidak bisa meraihnya kecuali dengan mempertaruhkan nyawa dan menghadapkan diri kepada kematian, seperti halnya para pemain sirkus yang selalu saja diburu kematian. Kalau ia tidak mendapati rizkinya dengan cara jatuh bertumpuh di atas kepala, ia mendapatinya ketika berada di antara taring-taring singa atau di bawah kaki-kaki gajah.


Maka bersyukurlah kepada Allah, 
karena Dia telah menjadikan rezekimu berada di atas meja kerjamu. 
Kau bisa mendapatkannya sambil duduk di atas kursi. 
Bersyukurlah karena Dia tidak menjadikannya berada di puncak-puncak gunung yang tinggi,
 atau di dasar lautan yang dalam, 
juga tidak harus berhadapan dengan singa ataupun macan.


Beliau juga mengatakan:

Dengan gaji yang sedikit engkau bisa menjadi manusia yang paling bahagia asalkan engkau cerdas mengelola keuanganmu dan ridho terhadap pembagian-Nya.
(Syekh Ali Musthafa Thanthawi dalam risalah Ma’a An-Naas hal: 78-79)

Sedih .....




Sedih adalah bunga kehidupan..
Yang akan menimpa setiap insan..
Karena itulah perjalanan hari..
Allah silih gantikan kepada manusia..


Namun..
Sedih tidak diperintahkan Allah..
Tidak pula memberi solusi dalam kehidupan..
Ia hanya menghanyutkan..
Tenggelam dalam arus perasaan..


Seorang mukmin..
Tak boleh larut dalam kesedihan..
Masih ada hari esok yang lebih berharga..
Segera bangkit..
Bergegas menuju kebaikan.. 





Ustadz Badru Salam, Lc, حفظه الله تعالى

Karena Kita Butuh Hidayah ....




Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى



Mungkin pernah terbersit dalam benak kita, mengapa kita selalu membaca

“اهدنا الصراط المستقيم ”
( Tunjukilah kami jalan yang lurus) dalam sholat ?


Itu karena kita membutuhkan hidayah dan bimbingan Allah dI setiap waktu.


Kita butuh petunjuk-Nya, karena apa yang tidak kita ketahui jauh lebih banyak dari apa yang kita ketahui dan apa yang kita amalkan jauh lebih sedikit dari apa yang sudah kita ketahui.


Itulah alasan mengapa kita selalu memohon petunjuk-Nya dalam sholat,
agar Dia mengajari kita apa yang tidak kita ketahui dan memberi taufiq pada kita untuk mengamalkan apa yang sudah kita ketahui.


Kemudian ingatlah hidayah itu ditangan Allah, Dia memberi hidayah pada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya.


Lihatlah nabi Nuh, walaupun dia seorang nabi, namun dia tidak bisa memberi hidayah pada anaknya.


Begitu juga dengan nabi Ibrahim, ia tidak dapat menyelamatkan Ayahnya dari kemusyrikan.


Tak terkecuali nabi kita, Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dia tidak dapat memberi hidayah taufiq pada siapa yang ia mau, bahkan pada orang yang sangat dicintai dan mencintainya.


Contohnya Abu Thalib, paman beliau yang selalu membela dakwahnya mati diatas agama Abdul Muttalib. Menjelang sakratulmaut Rasulullah berusaha membujuknya agar mengucapkan syahadat, namun Allah berkehendak lain, Allah bahkan mengingatkan nabi-Nya,

“إنك لا تهدى من أحببت”

“Engkau (Muhammad) sekali-kali tidak dapat memberi hidayah pada orang yang engkau cintai”

Imam Malik pernah mengatakan:

“Hidayah itu milik Allah bukan milik manusia”
Iya, hidayah itu ditangan Allah..


Kita perlu menyadari hal tersebut..
Agar kita tidak angkuh dihadapan orang-orang yang belum mendapatkan hidayah,
dan juga supaya kita tak berputus asa dalam memohonkan petunjuk untuk diri kita dan orang lain. Karena hati manusia berada dia antara dua jemari Allah.
Dia membolak balikkan hati itu sekehendak-Nya.



Catatan:

Ada dua macam hidayah:

Pertama: HIDAYATUL IRSYAD berupa kemampuan memberikan pengajaran, bimbingan dan penjelasan. Kemampuan ini dimiliki para nabi dan rasul serta orang-orang yang diberi taufik oleh Allah azza wa jalla. Sebagimana firman Allah kepada rasul-Nya,

“وإنك لتهدى إلى صراط مستقيم ”

“Sungguh engkau (Muhammad) adalah pemberi petunjuk ke jalan yang lurus (As-Syura: 52)

Kedua: HIDAYAH ATTAUFIQ, yaitu kemampuan menggerakkan hati orang lain untuk menerima kebenaran dan mengamalkannya. Ini mutlak hanya milik Allah azza wa jalla.

Wallahu a’lam


(Catatan Kecil Di Majelis Syaikh Anis Thohir Al Andunisy saat membahas kitab As-syariah bab ke 34 tentang “Allah memberi hidayah pada siapa yang dikehendaki-Nya”) (275)

Agar Musibah Anda Berpahala.. Dan Kesedihan Anda Seakan Tiada



Ustadz Musyaffa Ad Dariny, MA, حفظه الله تعالى


Seringkali seseorang sangat sedih ketika kehilangan uang, atau didenda, atau kecurian, atau dibegal, atau musibah lainnya…


Memang ini manusiawi, tapi alangkah ruginya bila kita tidak mendapatkan pahala darinya… Dan alangkah terobatinya hati ini bila dengannya kita mendapatkan pahala.

Dan itulah yang diinginkan oleh Agama Islam yang mulia ini, cobalah renungkan beberapa syariat berikut ini:

1. Dzikir saat musibah menimpa.

قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَل

“Ini adalah takdir Allah, apapun yang Dia kehendaki, pasti Dia lakukan”.

Ulangilah dzikir ini beberapa kali dan ingatkan diri Anda akan kandungan maknanya, hingga Anda benar-benar meresapinya.

Tidak lain, agar hati Anda rela dengan apa yg terjadi, karena itu adalah putusan Allah yang harus berjalan sesuai kehendakNya, dan Dia telah memberikan banyak kenikmatan di sepanjang hidup Anda.

Sungguh tidak ada pilihan yang lebih baik saat musibah menimpa, kecuali menjalankan dua syariat berikut ini:


2. Doa saat tertimpa musibah.

اَللَّهُمَّ اأْجُرْنِيْ فِيْ مُصِيْبَتِيْ وَأَخْلِفْ لِيْ خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah berikanlah PAHALA kepadaku karena musibahku, dan berikanlah ganti untukku sesuatu yang lebih baik darinya”.

Alangkah pas dan baiknya doa ini, cobalah mengulang-ulangnya saat tertimpa musibah… sehingga doa Anda dikabulkan, dan Anda mendapatkan pahala, sekaligus ganti yang lebih baik dariNya.


3. Bersabar dalam menghadapinya.

Ini bukan berarti pasrah, namun menerima musibah tersebut dengan lapang dada, sembari melakukan perbaikan keadaan semampunya.

Ini juga akan mendatangkan pahala dan kebaikan, tentunya kita masih ingat sabda Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin, semua keadaannya adalah kebaikan.

Jika dia mendapatkan kenikmatan; dia bersyukur, maka itu adalah kebaikan untuknya.

Sebaliknya, bila dia tertimpa musibah, dia BERSABAR, maka itupun menjadi kebaikan untuknya.”

———

Sungguh, tiga syariat yang mendatangkan kebaikan untuk umat Islam saat musibah menimpa: mulai dari ketegaran jiwa, pahala yang akan kekal selamanya, dan ganti yang lebih baik saat di dunia.

Intinya, saat musibah menimpa… berdzikirlah, berdoalah, dan bersabarlah, sehingga kita mendapatkan kebaikan di akherat dan juga di dunia.

Janji Persahabatan Yang Dilupakan




Ustadz Firanda Andirja, MA, حفظه الله تعالى


لِمَاذَا تَرَانِي بِقَفْرٍ سَحِيْقٍ ===== فَتُعْرِضُ عَنِّي وَتَنْسَى الصَّدِيْقَ
Kenapa tatkala engkau melihatku dalam padang tandus yang sangat jauh…. lantas engkau berpaling dariku dan engkau melupakan sahabatmu ini

وَأَلْمَحُ فِي نَظَرَاتِكَ هَجْرًا ===== فَتَتْرُكَنِي فِي الْمَعَاصِي غَرِيْق
Aku merasakan dari pandanganmu engkau menjauhiku dan menghindar dariku…. engkau membiarkan ku tenggelam dalam kemaksiatan


لِمَاذَا أُخَيَّ أَمُدُّ يَدَيَّ ===== فَتَتْرُكَهَا لِلَّظَى وَالْحَرِيْقِ
Mengapa wahai sahabatku? tatkala aku menjulurkan kedua tanganku (untuk kau tolong) …. lantas engkau membiarkan juluran tanganku dalam api yang membakar dan menyala-nyala?


أَتَعْلَمُ أَنِّي أَزِيْدُ انْحِدَارًا ===== وَأَنْتَ تَرَانِي بِهَذَا الطَّرِيْقِ
Tidakkah engkau tahu bahwasanya aku semakin tersesat ke jalan yang menyimpang…. padahal engkau melihat aku berjalan di jalan menyimpang tersebut


لِمَاذَا أُخَيَّ تُشِيْحُ بِوَجْهٍ ===== عَبُوْسٍ قَنُوْطٍ بِأَنْ لاَ أُفِيْقُ
Wahai sahabatku, kenapa engkau membuang mukamu…. dengan wajah yang merengut dan masam yang putus asa seakan-akan aku tidak akan bisa sadar kembali


أَتَنْسَى زَمَانًا بَهِيًّا نَدِيًّا ===== أَمِ الشَّوْقُ وَلَّى فَهَانَ الرَّفِيْق
Apakah engkau lupa masa yang indah …. Ataukah kerinduanmu telah sirna dan rendahlah sahabatmu ini

أَتَذْكُرُ عَهْداً قَطَعْنَاهُ يَوْمًا ===== بِأَنْ نَتَآخَى كَظِلٍّ لَصِيْقٍ
Apakah engkau ingat janji yang pada suatu hari pernah kita patrikan…. bahwasanya kita akan bersaudara sebagaimana bayangan yang selalu menempel


زَهِدْتَ بِقُرْبِي وَخَلَّفْتَ قَلْبِي ===== حَزِيْنًا رَهِيْنًا لِغَمٍّ وَضِيْقٍ
Engkau semakin menjauh dariku dan engkau meninggalkan hatiku… dalam kesedihan dan kegelisahan dan kesempitan


تُسَاوِرُنِي وَسْوَسَاتُ الدَّنَايَا ===== وَيُطْرِبُنِي عَزْفُ مَكْرٍ رَقِيْبق
Bisikan-bisikan keburukan menggrogotiku…dan lantunan tipu daya yang halus telah membuai dan melenakanku…


فَخُضْتُ الذُّنُوْبَ وَكَمْ مِنْ مَلاَهٍ ===== أَتَيْتُ وَكَمْ مِنْ حَيَاءٍ أُرِيْقُ
Maka akupun tenggelam dalam dosa-dosa, betapa banyak perkara yang melalaikan aku kerjakan… dan betapa banyak rasa maluku yang aku tumpahkan (karena bermaksiat)


أُخَيَّ تَمَهَّل وَخُذْنِي إِلَيْكَ ===== فَمَا عَادَ قَلْبِي لِبُعْدٍ يُطِيْقُ
Sahabatku berhentilah sejenak dan ambil dan ajaklah diriku bersamamu… Sungguh hati ini tidak sanggup untuk menjauh…


وَمُدَّ الْأَيَادِي وَلاَ تَنْتَقِصْني ===== وَكُنْ لِجِرَاحِي الطَّبِيْبَ الشَّفِيْقَ
Dan ulurkanlah kedua tanganmu dan janganlah engkau mencelaku… dan jadilah engkau terhadap luka-lukaku seorang tabib/dokter penyayang …


إِذَا مَا مَرَرْتَ بِقُرْبِي سَرِيْعًا ===== تَذَكَّرْ قَدِيْمًا عُهُوْدَ الصَّدِيْقِ
Jika tatkala engkau lewat di dekatku lantas engkau berjalan dengan cepat (untuk menjauhiku)… maka ingatlah janji persahabatan kita dahulu…


Sungguh ada sahabat-sahabat dekat kita dahulu yang saat ini butuh untuk kita dekati. Justru tatkala ia semakin jauh dari jalan Allah bukan semakin kita jauhi…akan tetapi semakin kita dekati.


Persahabatan yang dulu pernah kita jalin hendaknya tidak terlupakan dan sirna. Justru persahabatan lampau menuntut kita untuk menyayangi sahabat kita yang berada di persimpangan jalan….


Kasus yang sering terjadi juga adalah tatkala ada saudara atau sahabat kita yang futur (malas beribadah) atau bahkan terjerumus dalam kemaksiatan lantas sebagian kita malah menjauhinya…bahkan menjauh sejauh-jauhnya. Tidak ada yang mengunjunginya…tidak ada yang menasehatinya…akhirnya iapun semakin terpuruk dan semakin jauh dari jalan Allah.


Persaudaraan terlebih lagi persahabatan mengkonsekuensikan sikap yang sebaliknya, yaitu …mendekati dan menasehati…bukan menjauhi dan mencibir…